METRUM
Jelajah Komunitas

Apa Itu Sebenarnya Autisme?

ISTILAH autis, sering kali digunakan secara enteng sebagai ejekan bagi orang yang terkesan anti sosial. Namun tidak banyak orang sebenarnya mengerti apa itu sebenarnya autisme. Ketidakpahaman orang-orang mengenai autisme sebenarnya dapat dimengerti karena autisme sendiri tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang.

Apakah autisme berarti orang yang sekedar kurang pandai bergaul, ataukah orang yang mengalami keterbelakangan mental, atau apakah autisme mencakup kedua hal tersebut dan lebih banyak lagi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita cermati dalam artikel ini.

Autisme atau “Autism Spectrum Disorder (ASD)” merupakan suatu gangguan perkembangan otak yang mempersulit penyandangnya dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Terdapat 3 gejala umum yang dapat ditemukan pada semua orang yang berada di spectrum autisme. Namun tingkat keparahan dari 3 gejala ini berbeda-beda bagi setiap penyandang autisme. Ketiga gejala ini adalah:

  • Kurangnya keterampilan sosial
  • Kesulitan berkomunikasi
  • Gangguan perilaku

1. Kurangnya Keterampilan Sosial

Mayoritas penyandang autisme memiliki kecenderungan untuk tidak merasa nyaman di keramaian, tidak merespon ketika dipanggil namanya, memiliki kesulitan untuk memahami perasaan orang lain, dan lain-lain.

2. Kesulitan Berkomunikasi

Dalam hal komunikasi, penyandang autisme seringkali mengalami kesulitan memahami apa yang dikatakan orang lain. Terutama jika diberi guyonan, lelucon, atau sarkasme. Bahkan, 40% dari anak-anak penyandang autisme tidak berbicara sama sekali saat kecil.

3. Gangguan Perilaku

Penyandang autisme juga memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan yang repetitif, seperti mengayunkan tangan atau mengatakan hal yang sama berulang kali.

Perlu diingat bahwa tidak semua penyandang autisme sama, terdapat 3 level autisme yang diurut berdasarkan tingkat keparahannya:

  • Autisme Ringan
    Gejala-gejala yang timbul bagi penyandang autisme ini, walaupun akan mempersulit mereka ketika bersosialisasi secara garis besar autisme ringan tidak akan mengganggu kehidupannya sehari-hari. Bahkan penyandang autisme ringan terkadang memiliki IQ diatas rata-rata dan tergolong jenius dalam bidang-bidang tertentu. Contohnya Max Park, pemegang rekor pemecahan kubus rubik tercepat di dunia.
Max Park (Sumber foto: Instagram @maxfast23).*
  • Autisme Sedang
    Penyandang autisme pada tingkat ini akan mengalami kesulitan lebih besar ketika berkomunikasi dengan orang lain jika dibandingkan dengan autisme ringan. Selain itu, penyandang autisme ini umumnya tidak menunjukkan kontak mata dan tidak bisa mengekspresikan emosinya melalui intonasi suara atau raut wajah layaknya orang lain.
  • Autisme Berat
    Penyandang autisme ini sangat sulit untuk menjalani hidupnya secara mandiri dan bersifat kurang sensitif atau terkadang terlalu sensitif terhadap stimulus dari luar seperti suara.

Diperkirakan penyandang autisme di Indonesia mencapai 2,4 juta orang dan timbul pada laki-laki sebesar 4x lipat lebih banyak daripada perempuan. Sebab pasti dari autisme hingga kini tidak diketahui.

Keambiguan dari autisme inilah digabungkan dengan frustasi dari orang tua ketika anaknya menyandang autisme menyebabkan timbulnya berbagai macam teori konspirasi mengenai autisme. Salahsatunya adalah mitos bahwa vaksin menyebabkan autisme. Ilmuwan berpendapat bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme, berbagai studi epidemiologi skala besar telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara vaksin dengan terjadinya autisme.

Besarnya peran genetik pada timbulnya autisme juga membuktikan bahwa seorang penyandang autisme kemungkinan besar terlahir dengan autisme. Autisme merupakan kondisi seumur hidup, namun hal ini bukan berarti penyandang autisme harus sengsara seumur hidupnya. Dengan gabungan terapi dan lingkungan yang mendukung, penyandang autisme dapat mengurangi gejala-gejalanya dan menjalani hidup yang bahagia. Hal terpenting yang perlu dilakukan orang tua adalah mengidentifikasikan autisme sejak dini, setidaknya sebelum anak masuk TK.

Yang perlu dipahami oleh semua orang adalah cara berpikir dan cara seorang penyandang autisme memandang dunia luar berbeda, dan berbeda bukan berarti salah. Begitu banyak berusaha untuk memaksa penyandang autisme untuk bersikap “nornal”. Namun inilah yang normal bagi mereka untuk sekarang dan selamanya. Oleh karena itu, mungkin saja kitalah yang justru harus memperbaiki diri sendiri dan bersikap lebih akomodatif dan mendukung terhadap sesama. (Matthias Ekaputra W/JT) ***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.