METRUM
Jelajah Komunitas

Bioskop Majestic, Hanya untuk kaum Elite Eropa

Bermula dari Concordia Bioscoop, Hingga De Majestic di Tahun 2017

KONON, semakin mewah gedung bioskop maka semakin tinggi juga kelas sosial pengunjungnya. Ini melekat pada bioskop Majestic yang mulanya bernama Concordia Bioscoop. Bioskop ini menjadi bagian dari Societeit Concordia dan pengelolaannya di bawah Elita Concern milik “Raja Bioskop” FA Busse.

Di kawasan Braga, gedung ini nampak cukup mencolok. Sebabnya, bentuk bundar silinder bagian depan menyerupai kaleng biskuit. Bioskop pun dikenal dengan sebutan blikken trammel. Ciri khas lainnya ada pada hiasan kepala Batara Kala di dinding depan bagian atas bangunan. Di bagian dalam, bioskop ini dilengkapi balkon dengan meja dan kursi yang diatur seperti di restoran.

Bioskop Majestic didirikan dengan tujuan untuk mengiringi tumbuhnya kawasan Braga sebagai pusat aktivitas belanja bagi kaum elite Eropa pada pertengahan era 1920-an. Kala itu, pusat belanja yang tidak dilengkapi dengan pusat hiburan dirasa kurang lengkap. Apalagi bioskop memang merupakan tempat hiburan yang paling populer di kalangan orang Belanda.

Kawasan Braga tempat berdirinya bioskop Majestic sendiri memang dikenal sebagai kawasan elite yang ditempati para meneer Belanda yang bergerak di bidang usaha perkebunan.

Ramai dan hidupnya ranah hiburan perfilman kala itu sudah terasa bahkan sebelum memasuki gedung bioskop. Di muka gedung biasanya sudah banyak pemusik dan pedagang yang menjajakan dagangannya kepada para pengunjung. Adapun pemusik yang dimaksud adalah semacam grup musik yang mengiringi jalannya film. Para pemusik itu masuk ke bioskop dengan membawa beraneka ragam alat-alat musik seperti biola, gitar, cello, dan tambur.

Kelompok pemusik yang berbentuk orkes mini itu disediakan oleh pihak bioskop. Di samping pemusik dan pedagang, ada pula orang yang bertidak sebagai komentator untuk memandu penonton mencerna cerita selama film ditayangkan.

Keterbatasan teknologi yang tersedia membuat kenikmatan yang dirasakan penonton juga tidak seperti saat ini. Pada zaman dahulu, bioskop Majestic hanya memiliki proyektor yang mampu memutar satu reel film sepanjang 300 meter dan berdurasi 15 menit. Dengan demikian, jika film yang diputar durasinya satu jam maka perlu ada jeda tiga kali untuk mengganti reel. Selama jeda penggantian reel berlangsung. Penonton akan disuguhi iklan sejenak. Iklan yang ada pun bukan berupa video atau gambar bergerak, melainkan dalam bentuk gambar mati.

Semakin banyaknya film-film Indonesia turut berimbas pada popularitas bioskop Majestic yang semakin meningkat pada dekade 1970-an. Namun kejayaan itu berlangsung tidak terlalu lama. Satu dekade kemudian atau pada era 1980-an, bioskop ini mulai meredup pamornya.

Menjamurnya cineplex atau bioskop modern menjadi pemicu redupnya pamor bioskop Majestic. Dari segi film yang ditawarkan kepada penonton pun, bioskop Majestic tidak bisa bersaing. Bahkan kemudian bioskop Majestic hanya mampu menayangkan film-film panas yang sekaligus menandai tumbangnya riwayat bioskop ini.

Setelah sempat terbengkalai, Gedung bioskop Majestic direvitalisasi pada tahun 2002 dan mengalami perubahan fungsi menjadi Asia Africa Cultural Centre. Namun penggunaan gedung AACC dihentikan menyusul kasus meninggalnya 11 penonton dalam Tragedi AACC 2008.

Aktivitas di gedung tersebut praktis menjadi mati suri setelah insiden tersebut. Setelahnya, gedung pernah dijadikan kantor meski hanya sementara karena dianggap tidak sesuai penggunaannya. Revitalisasi pun kembali dilakukan yang kali ini membuat gedung berfungsi sebagai kafe dengan nama Cafe Majestic di bawah pengelolaan Dinas Budaya dan Pariwisata kota Bandung.

Beranjak ke pertengahan tahun 2013, gedung bekas bioskop Majestic resmi berubah lagi menjadi tempat karaoke dengan nama New Majestic. Bagian dalam gedung ikut dirombak untuk memberikan servis kepada para pelanggan karaoke.

Pengelolaannya gedung kemudian diambil oleh PD Jasa dan Kepariwisataan pada 2017, aktivitas di gedung ini hidup lagi dengan nama baru, De Majestic. Dengan mengusung konsep gedung pertunjukan, bangunan ini banyak dipakai untuk pagelaran kesenian Sunda hingga sempat digadang-gadang menjadi broadway-nya kota Bandung.

Selain itu, De Majestic juga terbuka untuk dipakai kegiatan lain seperti lokakarya hingga acara pernikahan. (Muhammad Lutfi Hasan/JT)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.