100 Hari Pertama: Komitmen Nyata untuk Perubahan Bertahap
KOTA BANDUNG (METRUM) – Wakil Wali Kota Bandung, Erwin mengatakan meski istilah “100 hari kerja” tidak secara resmi diatur dalam regulasi pemerintahan, namun hal ini sebagai momentum penting untuk menunjukkan arah dan keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sejak hari pertama menjabat.
“100 hari pertama bukan soal menuntaskan segalanya, melainkan menjadi titik awal – bukti bahwa kami siap bekerja dengan visi yang terarah,” ujar Erwin saat talkshow bersama Radio Sonata pada Jumat, 9 Mei 2025.
Ia menekankan bahwa keberadaan mereka bukan sekadar seremoni, melainkan hadir untuk bekerja nyata dan membawa perubahan positif.
Erwin menjelaskan bahwa meski waktu yang tersedia tergolong singkat, sejumlah program konkrit tetap bisa dijalankan, meskipun berskala kecil.
Menurutnya, yang terpenting bukanlah besar-kecilnya proyek, melainkan dampak langsung yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Program-program awal itu mencerminkan arah kebijakan selama lima tahun ke depan.
“Bagi kami, 100 hari kerja adalah langkah awal untuk membangun kepercayaan publik. Bukan sekadar janji, tapi bukti komitmen sejak hari pertama. Ini bukan garis akhir, melainkan awal perjalanan menuju Bandung yang lebih baik,” lanjutnya.
Ia mencontohkan program-program seperti penataan Seke Babakan Ledeng, mural di Jalan Lodaya, dan pengembangan Pasar Sisi Walungan (Pasiwal), sebagai langkah awal yang bersifat strategis meskipun berskala kecil.
Program-program tersebut tidak dipilih secara acak, melainkan sebagai bentuk intervensi yang diharapkan mampu menggerakkan dinamika kota secara luas.
“Membangun kota membutuhkan proses. Proyek besar memerlukan perencanaan matang dan waktu yang tidak singkat. Maka dari itu, kami memulainya dengan langkah kecil yang bisa segera dilaksanakan namun punya arah strategis yang jelas,” ujarnya.
Melalui inisiatif ini, pemerintah berupaya menyentuh berbagai dimensi kehidupan warga, mulai dari penataan ruang, pelestarian budaya, hingga penguatan ekonomi lokal. Ia berharap perubahan-perubahan kecil ini akan menciptakan resonansi positif yang lebih luas dalam jangka panjang.
“Perubahan tidak harus dimulai dari hal besar. Justru lewat inisiatif kecil yang menyentuh langsung kehidupan warga, kita bisa membangun fondasi sosial yang kokoh. Prinsip kami jelas: mulai dari yang kecil namun berdampak, lalu berkembang secara terstruktur dan menyeluruh,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, Didi Ruswandi, menambahkan bahwa reboisasi menjadi langkah utama dalam mengelola air hujan sejak dari wilayah hulu.
Untuk jangka menengah dan panjang, pemerintah telah menyiapkan infrastruktur tambahan seperti kolam retensi sebagai solusi pengendalian air.
“Reboisasi menjadi prioritas, khususnya di wilayah kabupaten. Namun sebagai solusi transisi, kami juga membangun tampungan air besar seperti kolam retensi,” jelas Didi.
Ia mengakui bahwa proses ini memerlukan waktu dan sinergi banyak pihak. Meski tidak mudah, pihaknya tetap optimis langkah ini akan memberikan dampak positif ke depannya.
“Ini memang bukan proses singkat, tetapi kami percaya dengan kolaborasi yang kuat, tata kelola air akan semakin baik,” pungkasnya. (M1)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.