METRUM
Jelajah Komunitas

Angklung Buhun, Pusaka Identitas Suku Baduy

ANGKLUNG Buhun adalah alat musik angklung tradisional urang Kanekes atau suku Baduy, yang tinggal di Gunung Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten Selatan. Bagi masyarakat Baduy, kesenian angklung buhun ini merupakan salah satu kesenian yang dianggap sakral dan memiliki nilai khusus di dalamnya.

Angklung Buhun dalam bahasa Indonesia berarti “angklung kuno” karena alat musik angklung ini sudah ada dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu. Bisa dibilang angklung buhun dipercaya sudah ada sejak terbentuknya masyarakat Baduy sekitar abad ke 16, sehingga bagi mereka kesenian ini memiliki makna yang sangat penting dan menjadi salah satu pusaka dalam mempertahankan eksistensi masyarakat Baduy. 

Kesenian angklung buhun atau sering juga disebut angklung baduy ini hanya dimainkan pada acara tertentu atau dimainkan hanya setahun sekali saja, yaitu pada saat upacara ngaseuk. Upacara ngaseuk ini merupakan salah satu bagian dari upacara adat atau ritual saat penanaman padi.

Meski demikian, angklung masih bisa ditampilkan di luar ritus tanam padi namun tetap mempunyai aturan, yaitu hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi.

Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua alat musik ini tidak boleh dimainkan, dan hanya boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Ritual menutup angklung dilaksanakan dengan sebuah acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.

Saat menyajikan angklung buhun, biasanya terdapat 9 buah angklung dan 3 buah bedug kecil memanjang yang dimainkan. Angklung tersebut adalah angklung indung, ringkung, gimping, dondong, enklok, indung leutik, trolok, reol 1, dan reol 2. Sedangkan untuk bedug terdiri dari bedug, telingtung, dan ketug. Jenis-jenis instrumen tersebut tentu memiliki fungsi dan makna simbol tertentu di dalamnya.

Angkung buhun hanya boleh dimainkan oleh kaum laki-laki urang Kanekes yang merupakan para seniman terpilih. Untuk jumlahnya di sesuaikan dengan jumlah alat musik Angklung Buhun itu sendiri.

Tak hanya itu, yang berhak membuat angklung buhun juga hanyalah orang Kajeroan (Tangtu, Baduy Jero atau warga Baduy dalam). Kajeroan terdiri dari tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini juga tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual tertentu yang harus dilalui.(Mak Vey van Driel)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.