Di Jawa Barat, 2,43 Juta Pengangguran Didominasi Lulusan SMK
BANDUNG – Jumlah tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jawa Barat hingga Agustus 2021 mencapai 9,82% dari total jumlah angkatan kerja di Jabar yang mencapai 24,74 juta atau 2,43 juta orang pengangguran. Dari jumlah TPT tersebut, berdasarkan latar belakang pendidikan, lulusan SMK mendominasi jumlah pengangguran di Jabar, yakni mencapai 16,71%.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, data mengenai SMK sebagai penyumbang TPT tertinggi di Jabar itu perlu ditelusuri. Hal itu terlebih untuk menganalisis jurusan atau keahlian lulusan SMK yang banyak menjadi pengangguran.
Hal itu dikemukakannya dalam Forum Perangkat Daerah Bidang Ketenaga kerjaan dan Ketransmigrasian Provinsi Jawa Barat tahun 2022 secara daring, Rabu (9/2/2022). Ia berharap, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pendidikan bekerja sama untuk menganalisis, sebetulnya apa yang harus dikoreksi dari tingginya angka TPT lulusan SMK.
Saat ini, kata Setiawan, terdapat lima kabupaten dengan jumlah SMK yang banyak, yaitu Bogor, Bekasi, Cianjur, Garut, dan Sukabumi. Lima kabupaten tersebut bisa dijadikan awal langkah untuk bergerak lebih detail lagi.
Penyerapan
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, Rachmat Taufik Garsadi mengatakan, konfigurasi ketenagakerjaan ini menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya penyerapan tenaga kerja pada sektor Industri. Penyerapan tenaga kerjadi sektor industri masih 19,37% (terbesar kedua setelah sektor perdagagan). Padahal, industri merupakan leading sector di Jawa Barat.
Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 15,70%. Padahal, pertanian saat ini bukan lagi kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) Jawa Barat.
”Sulitnya transformasi penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri disinyalir karena masih terbatasnya keahlian yang dimiliki pada mayoritas tenaga kerja di Jawa Barat,” katanya.
Bagaimana tenaga kerja berpendidikan rendah tersebut mampu menghadapi proses transformasi ekonomi, kata dia, tentu diperlukan kebijakan untuk mempercepat peningkatan skill SDM agar dinamika sektor ekonomi mampu diimbangi dengan penyediaan kualitas dan kuantitas tenaga kerja.
Wakil Ketua Komisi V, Abdul Hadi Wijaya mengatakan, untuk menyelesaikan masalah tingginya pengangguran dari SMK ini memang harus ada kolaborasi antara Dinas Tenaga Kerja, pemimpin SMK, dan industri.
”Saya lihat, pihak industri ini sudah mulai ada semacam gerakan untuk memudahkan anak-anak SMK bisa belajar (magang),” ujarnya.
Ia mengakui, link and match SMK dan industri sangat mudah diucapkan, tetapi sangat sulit direalisasikan.
Terlebih, saat ini, jumlah SMK swasta lebih banyak.
”Hanya beberapa ratus swasta ini yang elite atau ber kecukupan, tapi sebagian besar swasta alit (yang kecil) tidak punya ruang yang cukup yang praktiknya juga (tertinggal). Sekarang masih ada yang ngulik karburator. Sementara pabrik-pabrik kita yang ada di Karawang sudah dengan produksi kendaraan dengan sistem injeksi. Udah enggak nyambung lagi,” ucapnya.
Oleh karena itu, perlu ada insentif pada industri yang memberikan kesempatan pada SMK untuk banyak belajar, melalui kolaborasi Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, dan industri/perusahaan. (M1)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.