ITB Gelar Studium Generale, Bio Farma Tekankan Kolaborasi Multidisiplin dalam Industri Farmasi
KOTA BANDUNG (METRUM) – Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menyelenggarakan Studium Generale pada Rabu (5/3/2025) di Aula Barat, Kampus Ganesha. Acara ini mengangkat tema “Inovasi Multidisiplin dalam Industri Farmasi, Menjawab Tantangan Kesehatan Nasional dan Global.”
Dalam kesempatan ini, Wakil Direktur Utama Bio Farma, Soleh Ayubi, Ph.D., menyoroti pentingnya kerja sama lintas disiplin dalam menghadapi berbagai tantangan kesehatan, baik di tingkat nasional maupun global.
Soleh Ayubi memperkenalkan Bio Farma sebagai perusahaan BUMN di sektor farmasi dan kesehatan yang kini berperan sebagai holding dengan 16 anak dan cucu perusahaan. Salah satu inovasi unggulan yang dikembangkan adalah produksi serum anti-bisa ular untuk mengatasi tingginya angka kematian akibat gigitan ular di Indonesia, yang mencapai sekitar 5.000 kasus per tahun.
Lebih dari itu, Bio Farma memiliki visi untuk membangun end-to-end healthcare ecosystem, yang mencakup seluruh rantai pasok layanan kesehatan dari hulu ke hilir. Di tingkat global, Bio Farma telah mengekspor produknya ke 153 negara dan berkontribusi pada program vaksinasi yang telah memberikan manfaat bagi lebih dari 700 juta anak di seluruh dunia.
“Bio Farma terus berupaya mencapai standar global WHO serta menjalin kerja sama dengan UNICEF, GAVI, dan Islamic Development Bank untuk memperluas akses vaksin ke negara-negara berkembang. Selain distribusi, kami juga aktif dalam riset dan inovasi farmasi, mendorong kolaborasi antara industri, akademisi, dan pemerintah guna mewujudkan ekosistem layanan kesehatan yang berkelanjutan,” ujar Soleh Ayubi.
Ia menekankan bahwa tantangan besar di industri farmasi tidak bisa diselesaikan secara individu, melainkan membutuhkan sinergi lintas disiplin dan negara. Salah satu contohnya adalah upaya global dalam pengembangan dan distribusi vaksin, termasuk vaksin polio yang masih dibutuhkan di berbagai belahan dunia, termasuk Amerika Serikat.
Melalui kemitraan dengan UNICEF dan Bill & Melinda Gates Foundation, Bio Farma telah mendistribusikan 300 juta dosis vaksin polio suntik, dengan total produksi mencapai 1 miliar dosis. “Untuk vaksin polio oral, Bio Farma menguasai sekitar 80-90% pangsa pasar global. Kami juga berperan dalam produksi vaksin COVID-19 melalui kolaborasi dengan berbagai mitra internasional,” tambahnya.
Selain itu, Soleh Ayubi menyoroti pentingnya kemampuan dalam mendefinisikan masalah dengan tepat agar solusi yang dihasilkan efektif dan tepat sasaran. Bio Farma menerapkan prinsip ini dengan pendekatan berbasis data serta kolaborasi multidisiplin dalam mengembangkan inovasi di industri farmasi.
Kolaborasi lintas disiplin juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi produksi. Bio Farma terus melakukan transformasi digital dengan menerapkan teknologi mutakhir, seperti machine learning, untuk mengoptimalkan proses manufaktur. Digitalisasi melalui Q100+ dalam aspek kualitas dan kontrol produksi bahkan berpotensi menghemat hingga Rp94 miliar, sekaligus meningkatkan efisiensi proses produksi.
“Inovasi berbasis multidisiplin ini membuktikan bahwa sinergi antara teknologi dan industri farmasi dapat menjadi solusi dalam menghadapi tantangan kesehatan, baik di tingkat nasional maupun global,” tutupnya. (M1)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.