METRUM
Jelajah Komunitas

Kampanye Toleransi Yes, Inklusi Sosial Yes: Menjadikan Toleransi dan Inklusi Sosial Kebiasaan Dalam Kehidupan Sehari-hari dan Pemerintahan

SETIAP tanggal 16 November diperingati sebagai hari Toleransi Internasional, yang menjadi tonggak pelaksanaan deklarasi prinsip toleransi oleh negara-negara anggota dari UNESCO yang dideklarasikan sejak tanggal 16 November 1995. Toleransi yang diusung dalam deklarasi ini adalah penghormatan dan penghargaan terhadap kekayaan keragaman budaya dunia, bentuk ekspresi dan cara kita menjadi manusia. Toleransi menjadi hal yang melekat dengan Indonesia mengingat negara ini terdiri atas ragam kebudayaan, agama/kepercayaan, suku, etnisitas, preferensi politik, sosial, ekonomi, dan lainnya.

Sementara itu, Indonesia juga mencanangkan tahun Inklusi 2030, sejalan dengan pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau sering disebut Sustainable Development Goals (SDGs), sesuai dengan komitmen Indonesia yang menitikberatkan salah satu tujuan (SDGs) terkait prinsip tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam proses dan hasil pembangunan. Penekanannya adalah komitmen Negara untuk melibatkan seluruh lapisan Masyarakat termasuk kaum difabel dalam proses pembangunan dan hasilnya menyiratkan signifikansi mereka dalam implementasi inklusi.

Pelibatan masyarakat difabel dalam proses pembangunan sebagai bentuk pelaksanaan salah satu tujuan SDGs untuk menciptakan inklusi di berbagai bidang merupakan hal yang perlu diapresiasi. Terutama, ketika hal ini sudah dibakukan dalam kebijakan publik, maka Negara beserta aparat serta institusi negara di tingkat daerah sudah seharusnya melaksanakan kebijakan untuk mengakomodir kepentingan dan kebutuhan masyarakat difabel, yang dapat diimplementasikan dalam pembangunan fasilitas yang memadai, pelibatan mereka dalam proses pembangunan, pekerjaan, dan berimbas kepada dukungan masyarakat kedepannya.

Sementara itu, beragamnya masyarakat Indonesia juga memerlukan inklusi sosial yang akan melibatkan partisipasi masyarakat dalam konteks pembangunan dan pengambilan keputusan publik, yang juga akan berdampak kepada kehidupan masyarakat secara luas. Konflik terkait agama/kepercayaan, lalu pembatasan kelompok masyarakat tertentu dalam dimensi politik dan kedudukan dalam perwakilan rakyat, serta bentuk pembatasan lainnya merupakan pertanda belum berjalannya inklusi sosial, sehingga mengganggu toleransi itu sendiri pada akhirnya.

Kampanye Toleransi Yes, Inklusi Sosial Yes

Kelompok muda sering dilihat penting, terutama jika kita meninjau demografi. Pemerintah Indonesia selalu menekankan pentingnya kelompok muda dalam produktivitas penggerak ekonomi. Namun, kelompok muda juga dapat menjadi barometer pentingnya mengangkat hubungan toleransi dan inklusi sosial dengan ide-ide mereka yang menguggah dan segar.

Melihat isu toleransi antaragama, antarkelompok masyarakat yang akhirnya membatasi kelompok masyarakat yang dianggap marjinal atau berbeda, maka, kami, teman-teman muda dari Sekolah Damai Regional Bandung (SEKODI Bandung) berinisiatif mengadakan acara bertajuk “Street Campaign: Tolerance Yes, Social Inclusion Yes” yang akan diadakan pada Minggu, 3 Desember 2023, berlokasi di sekitar area Car Free Day (CFD) Dago, mulai pukul 07.00 – 10.00 WIB.

Acara bakal dimeriahkan penampilan khusus dari Wanggi, seorang seniman yang menyuarakan perjuangan dan pergulatan budaya melalui pantomim. Kampanye ini akan mendekatkan teman-teman muda dalam menceritakan pengalaman mereka terkait toleransi dan inklusi sosial karena keberagaman yang kita miliki sebagai entitas warga negara.

Salah seorang penanggung jawab acara, Choirunisa Wanda, yang juga mahasiswi UIN Sunan Gunung Jati Bandung, mengatakan bahwa banyaknya kelompok minoritas yang mengalami diskriminasi, penguncilan, dan dipandang sebelah mata, serta kurangnya literasi karena banyak masyarakat menyerap informasi tanpa memeriksanya kembali. Hal ini berimbas pula pada ketidakpahaman terhadap prinsip-prinsip toleransi dan inklusi.

Sementara itu, Nadya Andriani, salah satu inisiator acara ini, memandang bahwa hubungan antara toleransi dan inklusi sosial dapat membangun kedamaian dan persatuan, memastikan tidak adanya diskriminasi terhadap kelompok minoritas manapun, peningkatan kesadaran akan keberagaman, mengurangi konflik sosial dan ketegangan. Inklusi sosial juga memastikan seluruh kepentingan masyarakat dapat disuarakan secara lantang karena adanya keterlibatan bersama.

Keterlibatan teman-teman muda sebagai bonus demografi seharusnya dapat diterjemahkan lebih dari sekedar penggerak ekonomi, namun juga sebagai aktor kunci pengambil keputusan penting untuk kebijakan publik.

Koordinator regional SEKODI Bandung, Fanny Syariful Alam, beserta wakil penyelenggara acara, Yohannes Chris, menggarisbawahi sinergi teman-teman muda di politik dan pemerintahan seharusnya dapat membuka gerbang inklusi sosial untuk bekerja sama dengan aktor di pemerintahan dan membantu mendorong kelompok masyarakat marginal menjadi lebih diperhatikan dan dapat diajak bekerja sama dalam pengambilan keputusan. Ini yang akan menampilkan tata kelola pemerintahan yang inklusif sehingga penghormatan dan toleransi di semua unsur pemerintahan akan menjadi panutan bagi masyarakat.

SEKODI Bandung hadir sebagai bagian dari komunitas pendidikan perdamaian alternatif untuk pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pengetahuan teman-teman muda yang ingin mengangkat pentingnya aksi nyata untuk dapat bergerak lebih jauh dari sekedar bertoleransi, namun juga dapat menerima perbedaan dan keberagaman di sekitar sehingga dapat bekerja sama.

Hal Ini juga memperlihatkan keberagaman dalam komunitas yang dapat kembali menumbuhkan penghormatan dan toleransi dengan pelibatan inklusi sosial di dalamnya.

Salam Damai! (Fanny S. Alam, Koordinator Regional Sekolah Damai Indonesia/SEKODI Bandung)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.