9 Tari Perang, Simbol Keberanian Pemuda Nusantara
HAMPIR semua suku di Nusantara mengenal tradisi perang, memiliki pemuda-pemuda yang gagah berani. Mereka harus melewati banyak ujian melalui berbagai tradisi yang dimiliki masing-masing suku dari Sabang sampai Merauke. Mereka ditempa agar menjadi pemuda tangguh yang mumpuni dalam teknik berperang melawan musuh.
Kini tradisi perang antara suku memang sudah lama ditinggalkan oleh sebagian besar suku di Nusantara. Namun semangatnya masih terus tertanam, terjaga dan dituangkan dalam bentuk tarian yang disajikan pada acara-acara tertentu.
Tak ada lagi pertumpahan darah, tak ada lagi permusuhan, tarian perang justru menjadi ciri khas masing-masing suku sebagai Pemersatu Nusantara, sekaligus jadi pertunjukan seni sebagai daya tarik wisatawan.
Tari Fataele, Nias, Sumatera Utara
Tari ini menggambarkan perjuangan nenek moyang Suku Nias dalam mempertahankan kampung atau desanya dari serangan kampung lain. Tari Fataele tidak bisa dipisahkan dengan tradisi Lompat Batu Nias, karena lahirnya berbarengan dengan tradisi Hombo Batu (lompat batu). Budaya lompat batu adalah salah satu cara yang ditempuh suku Nias dalam mempersiapkan para pemudanya untuk berani berperang.
Tari Perang, Papua Barat
Tari ini termasuk dalam tarian kelompok, bahkan bisa menjadi tarian kolosal yang ditarikan kaum pria. Keberadaan tarian rakyat di Papua ini telah ditemukan ribuan tahun yang lalu. Tak sedikit para sejarawan dan antropologi menyimpulkan bahwa tari perang yang berasal dan dikenal oleh masyarakat Papua Barat merupakan tarian peninggalan masa prasejarah Indonesia.
Tari Tua Reta Lo’u, Maumere, NTT
Tarian ini merupakan tarian tradisional dari Maumere yang menggambarkan teknik perang leluhur orang Maumere dan etnik Sikka Krowe di masa lampau.
Dalam tarian ini, seorang pria dalam balutan busana tradisional bakal meliuk di udara dengan tumpuan bambu setinggi tiga sampai empat meter sambil mengayunkan pedangnya. Sementara beberapa orang yang berada di bawah memegangi bambu yang dijadikan tumpuan agar tetap berdiri tegak.
Tari Ajay, Kalimantan Timur
Tarian ini menggambarkan tentang peperangan, keberanian dan pantang menyerah. Biasa dibawakan oleh para pemuda suku Dayak Kenyah, lengkap dengan perisai dan mandau. Penarinya bahkan berteriak riuh penuh semangat saat membawakan tarian ini. Ajay merupakan kata dari bahasa tradisional setempat, yang artinya teriakan ksatria perang.
Tari Papatai, Kalimantan Timur
Tarian ini menggambarkan keberanian lelaki atau ajai dari suku Dayak Kenyah saat berperang melawan musuh. Dalam masyarakat suku Dayak, tarian ini biasa disebut dengan kancet (tari) papatay. Pada sajian tarian ini tidak hanya disajikan seni perang atau pertarungan dan pekikan para penari, tapi juga ada unsur teatrikal dan gerak tarinya.
Tari Kinyah Uut Danum, Kalimantan Barat
Tarian ini merupakan tarian perang yang menggambarkan keberanian serta teknik bela diri dalam berperang. Sesuai dengan namanya, tarian ini datang dari sub suku Dayak Uut Danum di Kalimantan Barat.
Suku dayak Uut Danum memang dikenal memiliki gerakan serta teknik bela diri yang sangat beresiko, khususnya untuk membunuh musuh. Mandau beracun serta perisai di pakai untuk menyerang serta bertahan dari serangan musuh.
Tari Caci, Flores NTT
Tarian ini berawal dari tradisi masyarakat Manggarai dimana para laki-laki saling bertarung satu lawan satu untuk menguji keberanian dan ketangkasan mereka dalam bertarung.
Kata Caci sendiri berasal dari kata ‘Ca’ berarti Satu dan kata ‘Ci’ yang berarti Uji. Caci berarti uji ketangkasan atau uji tarung satu lawan satu.
Tari Hedung, Flores Timur, NTT
Tari ini merupakan tari perang masyarakat Adonara. Tarian dibawakan oleh penari pria maupun wanita dengan menggunakan pakaian tradisional serta membawa senjata perang.
Tari Hedung adalah ritual masyarakat Adonara dalam mengantar dan menyambut para pahlawan dari medan perang. Kata hedung berarti menang, dapat diartikan bahwa Tari hedung merupakan tarian kemenangan.
Tari Cakalele, Maluku Utara
Tarian perang ini umumnya ditarikan oleh para penari pria. Dahulu tarian ini dilakukan sebagai tarian perang para prajurit sebelum menuju medan perang maupun sepulang dari medan perang.
Selain itu, tarian ini juga sering dijadikan sebagai bagian dari upacara adat masyarakat di sana. Para penari dilengkapi parang (pedang) dan salawaku (tameng) sebagai atribut berperang. (Vey si Sendal Jepit)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.