METRUM
Jelajah Komunitas

Demam ”Bohemian Rhapsody” Masih Melanda Dunia

PEMUTARAN film biopik musik ”Bohemian Rhapsody” sudah memasuki pekan kedua di berbagai negara di dunia. Alih-alih meredup, magnetnya justru makin terasa kencang. Hit demi hit Queen serta berbagai tayangan ­mengenai ­mereka di kanal Youtube kembali ”diserbu” pencintanya.

Pro dan kontra mengenai film ini membuat semakin banyak orang membicarakannya, lalu memutuskan untuk menontonnya sendiri. Kabar baik­nya, banyak orang yang sudah enggan menonton di bioskop kini kembali meng­injakkan kaki kembali ke sana demi menda­patkan pengalaman menonton yang lebih paripurna.

Pekan ini, tim distribusi mengklaim bahwa film ”Bohemian Rhapsody” secara resmi menjadi film biopik musik kedua de­ngan pendapatan tertinggi di minggu pertama sepanjang masa. Padahal, sebelum ditayangkan, distributor 20th Century Fox memperkirakan film ini hanya mampu mendulang 35 juta dolar AS atau sekitar Rp 523 miliar.

Menurut laporan NME, film yang ber­kisah mengenai sepak terjang band Queen ini mendapat 50 juta dolar AS atau sekitar Rp 747,6 miliar dalam pekan perdananya di box office. Untuk skala internasional, film ini memperoleh 72 juta dolar AS atau lebih dari Rp 1 triliun.

Itu artinya, ”Straight Outta Compton” yang bercerita tentang N.W.A yang terdiri atas Eazy-E, Ice Cube, dan Dr Dre masih memimpin dengan perolehan 60,2 juta dolar AS atau Rp 878 miliar dalam pembukaan pekan perdananya di box office Amerika Seri­kat.

Tanggapan luas terhadap film ini sudah jauh terdengar saat per­usahaan film 20th Century Fox mengumumkan sedang dalam proyek menggarap film yang judulnya diambil dari lagu Queen pa­ling inovatif ini. Setelah sempat terkatung-katung dan diwarnai pertikaian, pengambilan gambar film ”Bohemian Rhapsody” akhirnya rampung pada pertengahan 2018.

Bryan Singer (”The Usual Suspects”, ”X-Men”, ”Superman Returns”, ”Jack the ­Giant Slayer”) sempat mengarahkan sebagian film ini. Namanya juga dicantumkan sebagai salah satu sutradara ”Bohemian Rhapsody” yang belakangan digarap oleh Dexter Fletcher.

Film berdurasi 134 menit ini bercerita mengenai sepak terjang band legendaris Queen dengan sorot utama kepada sang vokalis, Freddie Mercury. Film ini juga menggambarkan kesepian dalam dunia vokalis flamboyan dan energik itu hingga pada preferensi seksual yang membuatnya terjangkit virus HIV dan meninggal du­nia pada 1991.

Penonton juga dimanjakan visual proses kreatif di balik lahirnya hit Queen seperti ”Bohemian Rhapsody” dan ”We Will Rock You”, hingga bagaimana perdebatan mereka untuk menentukan single mana yang akan dijadikan jagoan. Lebih dari itu, film ini layaknya playlist yang memainkan nomor-nomor hit seperti ”Don’t Stop Me Now”, ”The Show Must Go On”, ”Under Pressure”, ”Killer Queen”, ”Love of My Live”, ”Somebody to Love”, ”Another One Bites The Dust”, ”Crazy Little Things Called Love”, dan ”I Want to Break Free”.

Inti film ini berkutat pada kisah Farrokh Bulsara, mahasiswa seni keturunan Persia yang menyukai musik. Suatu malam, ia berkenalan dengan band lokal bernama Smile. Kebetulan, vokalis mereka memutuskan untuk berhenti.

Bersama gitaris Brian May (Gwilym Lee), drummer Roger Taylor (Ben Hardy), dan pemain bas John Deacon (Joseph Mazzello), Farrokh (yang kemudian terkenal sebagai Freddie Mercury) membentuk Queen.

Film ini berawal dan berakhir dengan kemunculan mereka di ajang Live Aid 1985 yang hingga kini ditahbiskan sebagai salah satu konser terbesar yang pernah ada di muka bumi. Lagu ”We Are the Champions” menutup rangkaian adegan sekaligus menjadi tampil­an live penutup yang epik.

Ulasan negatif

Meskipun sukses secara komersial, ­”Bohemian Rhapsody” mendapatkan banyak kritik tajam di kalangan kritikus film dunia. Bahkan, kini terbentuk dua kubu, antara yang menyukai keseluruh­an film ini dan yang kecewa dibuatnya.

Dalam situs pengepul ulasan Rotten Tomatoes, sekitar 40 persen kritikus di Rotten Tomatoes melempar tomat busuk pada ”Bohemian Rhapsody”. Film ini hanya mampu menggapai skor 60 persen dengan nilai rata-rata 6,2 dari 10 poin. Dari 180 ulasan, ada 72 yang menganggapnya jelek.

”Film ’Bohemian Rhapsody’ mampu menjangkau nada tinggi, tetapi sebagai biopik mendalam mengenai band yang dicintai banyak orang, film ini lebih seperti sebuah medley daripada koleksi lagu-lagu terbaik,” tulis Rotten dalam konsensus ­kritiknya.

Namun, secara keseluruhan, 94 responden menyukai film ini dengan rating bintang rata-rata 4,6 dari 5. Film ini juga men­dapat rating A di Cinema Score. Sementara para pengguna IMDB memberi skor rata-rata 8,4 dari 10 poin.

Ulasan negatif lain datang dari laman The Independent yang memberikan dua dari lima bintang. Penulisnya, Clarisse Loughrey, menyebut film ini hanya ­mengandalkan ”karaoke yang penuh gaya, tetapi tak sarat jiwa”.

The Guardian juga mengganjar film ini dengan dua bintang. Ak­ting Rami Malek yang menonjol sebagai Freddie Mercury bahkan dirasakan kurang. Mereka menulis, ”terasa kurang seperti pengembaraan musik perintis, daripada cover band yang benar-benar baik”.

Sementara itu, The Telegraph memberikan tiga bintang. Mereka menulis, film ini ”sangat bersusah payah untuk nada atas, dan samar-samar menggeram untuk nada rendah”.

BBC menulis, film ini terlihat seperti sinetron dan mengikuti paduan nada dari semua biopik rock yang pernah ada sebelumnya. Singkatnya, beberapa musisi berkumpul; mereka merekam album hit terbaik mereka sambil mengenakan ­rambut palsu yang tidak meyakinkan; lalu keberuntungan mereka naik, turun, dan naik lagi.

Dianggap lemah dari sisi penceritaan, banyak juga yang memuji akting Rami Malek yang memerankan Freddie Mercury. ”Malek menampilkan performa luar ­biasa. Sejujurnya, ia adalah alasan satu-­satunya untuk menonton film ini,” tulis ­Jason Guerrasio dari Business Insider.

Menurut Guerrasio, kehidupan rocker yang penuh seks dan obat-obatan terlarang serta orientasi biseksual Freddie sebenarnya kurang cocok ditampilkan dalam ”Bohemian Rhapsody” yang punya rating PG-13 (penonton berusia di bawah 13 tahun harus ditemani orang dewasa).

Biasanya, film biopik bintang rock punya rating R (restricted, penonton bawah 17 tahun harus ditemani orang dewasa). ­Contohnya, ”The Doors” (1991) yang menampilkan Val Kilmer sebagai Jim ­Morrison, vokalis band rock 1970-an, The Doors.

”Performa Malek menutupi kekurangan-kekurangan itu. Penampilannya terasa sangat mengakar; keinginan Freddie untuk menjadi bintang, penderitaan yang dialami, dari kesepian, hubung­an dengan istrinya; semua terasa begitu autentik,” puji ­Guerrasio.(Sumber: Pikiran Rakyat, 11/11/2018)***

komentar

Tinggalkan Balasan