Hasil Survei: Kerusuhan Suporter Masih Jadi Masalah Utama Sepak Bola Indonesia
LEMBAGA Survei Indonesia (LSI) memaparkan temuan terbaru dari surveinya bahwa persoalan kerusuhan suporter masih menjadi masalah utama sepak bola nasional.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil temuan terbaru terkait persoalan yang masih sering terjadi di sepak bola nasional. Dalam survei itu menunjukkan kerusuhan suporter masih menjadi permasalahan utama sepak bola Tanah Air.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, mengatakan sebanyak 74 persen responden menyebut kerusuhan suporter menjadi permasalahan utama di sepak bola Indonesia.
“Pertama kerusuhan suporter. Kerusuhan suporter menjadi perhatian yang sangat besar 74 persen mengatakan ini adalah masalah yang dipercaya masih menjadi concern,” katanya, Rabu (4/10).
Selanjutnya, hal yang kerap menjadi masalah di sepak bola adalah tentang kesejahteraan pemain, mafia bola, dan judi bola.
“Soal kesejahteraan pemain itu juga masih dianggap menjadi masalah. Mafia sepak bola dan pengaturan skor menjadi concern masyarakat. Terakhir adalah jaringan judi bola juga menjadi perhatian masyarakat,” ungkap Djayadi.
Dalam survei itu 36,3 persen responden menilai penyebab suporter melakukan tindakan anarkis karena adanya provokasi antar penggemar tim sepak bola di Indonesia. Selanjutnya, 17 persen responden menilai penyebab kerusuhan karena penonton sepak bola tidak tahu aturan. Kemudian, menurut 12 persen responden kepemimpinan wasit juga menjadi penyebab suporter melakukan tindakan anarkis.
“Pertama karena suporter saling memprovokasi. Kedua karena penonton tidak tahu aturan. Ketiga karena kepemimpinan wasit. Soal kepemimpinan wasit agak beda, masyarakat umum hanya 12 persen yang menyalahkan wasit. Sementara kalau penggemar tim sepak bola itu 20 persen menganggap wasit yang sering menimbulkan kerusuhan suporter,” jelas Djayadi.
Djayadi menambahkan adanya indikasi pengaturan skor turut menjadi penyebab kerusuhan di sepak bola.“Lalu, hal lain terkait faktor ekonomi dan masalah keluarga dari para perusuh” ucapnya.
Survei itu juga mengungkapkan 34 persen responden menilai sikap tegas dari federasi PSSI dalam menanggapi tindakan anarkis dari suporter sudah memadai.
”Cuma kebanyakan responden umum maupun penggemar tim sepak bola itu (menilai) tindakan PSSI belum memadai dalam hal ketegasan untuk tindakan anarkis dari suporter,” ujar Djayadi.
Survei tersebut dilakukan pada 18-20 September 2023 terhadap 1.206 responden melalui wawancara telepon dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan toleransi kesalahan 2,9 persen.
Pengamat: Kerusuhan Antar-Suporter Berpotensi Jadi Bom Waktu
Menanggapi hasil survei itu, pengamat sepak bola Akmal Marhali menilai kerusuhan antar suporter berpotensi menjadi bom waktu untuk menjatuhkan sepak bola Indonesia.
“Masalah tawuran suporter, keributan suporter, dan rivalitas tanpa batas sampai mengorbankan nyawa itu berpotensi sewaktu-waktu meledak yang bisa mengganggu kinerja PSSI,” katanya.
Menurut Akmal meskipun permasalahan di sepak bola Indonesia mulai dari kerusuhan suporter hingga mafia bola belum bermunculan dengan intensitas tinggi. Namun hal-hal itu harus tetap menjadi perhatian PSSI.
“Tapi harus diwaspadai misalnya soal ricuh suporter ini ada beberapa daerah terjadi. Kemudian, soal pemberantasan mafia bola ini menjadi concern. Ini proses yang harus dibenahi bersama jangan sampai sepak bola kita juaranya sudah diketahui sebelum kompetisi berakhir,” ucapnya.
Urgensi Edukasi pada Masyarakat
Salah satu suporter dari PSMS Medan, Saut F Naibaho alias Pak Baho, mengatakan kerusuhan suporter sepak bola di Indonesia juga kerap dipicu akibat ketidakpuasan terhadap tim yang didukung. Hal itu bisa diperparah apabila kepemimpinan wasit merugikan salah satu tim.
“Kenapa bisa rusuh? Karena tidak puas entah itu disebabkan permainan tim yang didukung. Kerusuhan juga bisa karena kepemimpinan wasit yang berat sebelah. Pemicu-pemicu kerusuhan ini bisa dikatakan karena faktor non teknis,” ujarnya.
Menurut Pak Baho kerusuhan suporter akan tetap menjadi permasalahan di sepak bola dan sulit untuk dicegah. Namun hal itu tetap bisa diminimalisir dengan memberikan edukasi kepada kelompok-kelompok suporter sepak bola mengingat sederet kerugian yang ditimbulkan apabila kerusuhan terjadi.
“Kalau mau tidak ada kerusuhan ya dihentikan sepak bola,” tandasnya. (M1-VOA/aa/em)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.