METRUM
Jelajah Komunitas

Kenangan Bersepeda Semasa Kecil

SEBELUM hobi bersepeda kembali dilakoni saat usia dewasa tahun 2008, sejak kecil memang saya suka bersepeda, tepatnya dimulai saat duduk di bangku kelas III Sekolah Dasar (SD). Saat itu, saya menggunakan sepeda milik kakak yang dipakai secara bergantian.

Entah apa merknya, yang jelas meskipun bukan sepeda baru dan bagus tapi layak digunakan. Saya selalu bersepeda bersama tema-teman yang rumahnya berdekatan menyusuri jalanan pemukiman atau gang. Biasanya dilakukan usai pulang sekolah, hari libur, dan ngabuburit di Bulan Ramadan.

Sesekali keluar komplek pemukiman, seperti ke Rukun Warga (RW) sebelah atau ke jalan besar terdekat pemukiman, yaitu Jalan Cihampelas.

Beberapa kali sempat merasakan berbagai pengalaman, petualangan, dan suka duka. Misalnya, saat dikejar anjing, teman yang keserempet mobil karena terburu-buru kabur dari kejaran kakak-kakak yang adiknya sempat dijahili kami sampai nangis, dan masih banyak lagi.

Pengalaman yang paling berkesan, pada suatu hari diajak oleh teman tetangga yang usianya lebih tua bersepeda ke area Gedung Sate atau Lapangan Gasibu Kota Bandung, yang saat itu menurut saya dan teman lainnya terasa cukup jauh dari tempat tinggal.

Dengan diiringi cuaca pagi yang cerah, tanpa berpikir akan tersesat atau terjadi hal yang tidak diinginkan, kami berempat melaju menuju tempat tujuan mengikuti teman senior yang sudah sering bersepeda dan hapal area tersebut.

Padahal, saat itu saya dan lainnya tidak membawa bekal apa pun, baik uang maupun makanan. Kami polos begitu saja dengan ceria mengayuh sepeda sambil bercanda, tertawa-tawa, dan tanpa beban apa-apa. Untuk makan dan minum, kami hanya mengandalkan pemberian teman senior tersebut, meski berbagi sedikit ewang.

Kami bersepeda di area seputar Taman Gasibu dan Gedung Sate yang saat itu masih relatif sepi, rimbun dan redup karena taman tersebut masih dipenuhi pohon-pohon pelindung yang rindang. Sampai sore kami berada di sana, lalu menjelang petang kami pulang dan tiba di rumah sebelum hari gelap dengan membawa sejuta kesenangan.

Bersepeda di Halaman Sekolah

Saat duduk di bangku SD, saya lebih sering bersepeda bersama teman sekelas di halaman sekolah, tapi sering juga bersepeda ke tempat yang agak jauh, seperti di halaman rumah teman, jalan-jalan besar di wilayah perbatasan antarkelurahan dan taman-taman kota seperti Taman Ganesha di depan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ilustrasi pesepeda cilik (Foto: Dok. pribadi).*

Banyak kesan lebih dan nuansa persahabatan menyenangkan yang diperoleh saat bersepeda bersama mereka, terutama saat ngabuburit.  

Ada sebuah cerita menarik berbau monkey love story saat bersepeda di halaman sekolah.

Sewaktu kelas 4 SD, saya sudah ada ketertarikan terhadap lawan jenis. Saat itu yang saya taksir diam-diam adalah kakak kelas 5 berinisial DL, seorang siswi cantik yang sering tampil di Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai peserta acara kompetisi menyanyi tingkat anak-anak.

Saat kelas 6 ujian, otomatis kelas di bawahnya diliburkan dari kegiatan belajar di sekolah. Nah, tentu saja kesempatan tersebut tidak disia-siakan sebagian besar murid untuk bermain atau bersepeda. Meski tak sedikit murid menggunakannya untuk belajar, berwisata atau membantu orang tua.

Suatu hari, saya bersama dua sahabat yang juga teman sekelas, sebut saja namanya Cecep dan David bermain sepeda di seputaran halaman sekolah. Kami begitu ceria dan bahagia bisa mengisi liburan dengan bersepeda bersama.

Pucuk dicinta ulam tiba, siswi yang saya taksir tersebut saat itu main juga ke sekolah bersama dua orang sahabatnya, keduanya sama-sama perempuan. Trio cewek ceriwis ini, dengan sedikit malu menghampiri kami dan meminjam sepeda.

Sontak membuat kami kaget dan saling pandang sambil tersenyum ke-geer-an. Tanpa ragu saya langsung menyerahkan sepeda kepadanya, tentu saja dia merasa senang. Sambil berucap terimakasih dengan diselipi senyuman manis, dia pun bergegas melaju.

Sementara kedua sahabatnya pun mendapat pinjeman sepeda milik dua teman saya tersebut, lalu mereka mengayuh mengikuti DL. Kami saling kejar-kejaran, mereka memakai sepeda, kami hanya berlari-lari mengikuti di belakangnya sambil tertawa-tawa. Hati saya sumringah dan berbunga-bunga karena dia nampak bahagia.

Usai lama bermain bersepeda, saat istirahat saya bergegas mengambil sepeda, diikuti kedua sahabatku, lalu beranjak keluar sekolah untuk kabur, gara-gara para gadis itu memaksa minta ditraktir jajan sambil menarik-narik baju. Karena tak punya uang, kami langsung tancap pedal meninggalkan mereka yang berteriak, “huyuh…huyuh…pelit…pelit!”

Insiden di Cimahi

Memasuki masa SMP, SMA, dan dunia kerja, dunia bermain sepedaku terhenti, selain tak punya sepeda, saat itu saya merasa aktivitas bersepeda tidak begitu menarik perhatian, lebih asyik di dunia sekolah dan kerja.

Meski demikian, saat masih kerja di sebuah restoran cepat saji yang terkenal di era 90-an sekira tahun 1993, saya pernah sekali bersepeda bersama beberapa rekan kerja dari Alun-alun Bandung menuju Alun-alun Kota Cimahi. Sepeda yang saya pakai punya kakak yang selalu rajin bersepeda sejak dulu.

Tiba di alun-alun perjalanan dilanjut ke Padalarang, namun di tengah perjalanan, tepatnya di wilayah Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat terjadi insiden terjatuhnya rekan kerja yang saat itu menjabat supervisor dan kini beliau sudah almarhum. Kejadian dipicu akibat ban belakang beliau bersenggolan dengan ban depan saya, membuat ia kehilangan keseimbangan, lalu terguling di jalan yang agak menurun.

Saya berhenti meminggirkan sepeda, lalu bersama rekan lainnya bergegas menghampiri beliau yang tengah duduk lemas di pinggir jalan. Alhamdulillah, tidak ada luka yang serius, hanya lecet-lecet di tangan dan kakinya. Sepedanya pun relatif masih aman tidak ada kerusakan yang berarti.

Perjalanan ke Padalarang akhirnya tidak dilanjutkan dan berbalik arah kembali ke Alun-alun Cimahi untuk beristirahat di rumah dinas rekan yang mengalami kecelakaan tersebut.

Sejak saat itu, saya tak pernah lagi bersepeda. Namun, 15 tahun kemudian, saat usia menginjak ke-37 tahun, saya mulai bersepeda kembali hingga sekarang melalui berbagai perjalanan, pengalaman, petualangan, dan dinamikanya.

Salam sehat, semangat, dan selalu berdo’a serta waspada. Yuk kita bersepeda dengan tertib, bijak, dan beretika. Salam Boseh dan Go green! (Cucu Hambali, Bersepeda itu Baik)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.