METRUM
Jelajah Komunitas

Kisah Klasik Sepedaku dari Masa ke Masa

SELAMA perjalanan bersepeda sejak tahun 2008, saya memiliki 4 unit sepeda yang saya gunakan. Masing-masing punya riwayat yang unik, mengesankan, hingga mengharu-biru, bahkan diiringi deraian air mata. Keempatnya saya beri nama sesuai karakter atau berdasarkan kisah mendapatkannya.

Si Giwink

Adalah sepeda MTB lama merk Caribou, entah jenis apa, kurang tahu. Saya dapatkan dari tetangga yang jual butuh. Lucu dan harunya saya beli cuma dua ratus ribu rupiah, itu pun saya cicil 4 kali. Meski sudah usang tapi masih layak pakai. Setelah beberapa perbaikan, akhirnya sepeda tersebut di tahun 2008 menjadi tonggak sejarah saya bersepeda kembali saat usia dewasa.

Sejak itu, sepeda ini saya gunakan untuk beraktivitas apa saja, mulai dari berangkat ke tempat kerja, berkomunitas, rekreasi bersama teman-teman mengikuti funbike, keliling kota, CFD, hingga menjajal trek-trek sepeda di seputaran Bandung, seperti Warung Bandrek, Dago Bengkok, Lembang, Bojong Soang dan Kiara Payung.

Kemampuan bersepedaku memang segitu adanya, jalanan nanjak yang tak sanggup saya tempuh lebih sering memilih untuk berhenti dan dilanjut dengan dituntun atau istilah bahasa Sunda, digiwing. Oleh karena itu, sepeda ini saya beri nama “Si Giwink” dan menemani saya beraktivitas selama hampir 3 tahun, dengan menempuh berbagai jalur bersepeda yang seru, penuh keakraban dan kulineran alias “barhak” (barang hakan, singkatan bahasa Sunda).

Semakin lama kondisinya semakin kurang layak meskipun sudah berkali-kali dilakukan perbaikan, dipakai pun apa adanya, sampai akhirnya Si Giwink yang bersejarah tersebut menjadi barang rongsokan pada tahun 2011.

Si Kesi (KC Wemcy)

Tour de pangandaran menggunakan Si Kesi (Foto: Dok. Cuham).*

Sepeda MTB bermerk Wimcycle ini saya dapatkan dari hasil nilai sebuah persahabatan dan persaudaraan pesepeda. Tak disangka, teman-teman komunitas Sapedah Suka Suka (SaSuSu) di belakang saya melakukan urunan untuk membelikan sepeda baru buat saya.

Alasannya, karena mereka merasa miris saat saya menggunaka sepeda Si Giwink yang sudah tidak karuan, sementara saya belum ada kesanggupan untuk membeli lagi sepeda, karena memang kondisi ekonomi saya belum memungkinkan.

Sepeda diberikan secara surprise saat saya menginjak usia ke-40, di bulan Mei 2011. Dengan skenario teman-teman yang membuat saya bingung, tak menduga, dan terharu, sampai menitikkan air mata.

Sejak itu saya menggunakan sepeda MTB Wimcycle tersebut ke berbagai aktivitas apapun ke tempat kerja, CFD, kumpul komunitas, event bersepeda dan lingkungan, jelajah trek seperti Warban, BHD, Punclut, Tamiya, Bojong Koneng, Kiara Payung, Dago Bengkok, Tahura, dan Bojong Soang. Sepeda ini saya namakan Si KC (Kesi) karena Irawati Dian sering memanggilku dengan sebutan KC (Kang Cuham, dibaca KeSi).

Si Kesi sempat mengalami kerusakan saat insiden di Bumi Herbal Dago pada moment Fun Uphill Bio Farma, yang berlangsung pada Minggu, 16 September 2012. Beberapa bulan saya tidak bersepeda untuk memulihkan kondisi luka akibat insiden tersebut.

Si Kesi digunakan kembali pada akhir tahun 2013 setelah dilakukan perbaikan, selain mengganti grup set dan rem hidrolik, juga ada penambahan rak tas panier, sehingga bisa digunakan bersepeda gegembol (membawa banyak barang).

Debut pertama sepeda ini digunakan bike camping ke gunung Puntang di event Jambore Kelompok Pengendara Sepeda (KPS) Unjani, Sabtu-Minggu, 7-8 Desember 2013. Selanjutnya digunakan untuk sepeda harian, rekreasi, bersepeda jarak jauh, dan sebagainya.

Saat pindah ke Purwakarta, sepeda ini sempat saya boyong untuk digunakan bersepeda bersama teman-teman pesepeda Purwakarta yang tergabung dalam komunitas PUMA, dan digunakan saat mengikuti Tour de Pangandaran (TdP) ke-7 tahun 2016.

Tahun 2016, Si Kesi juga sempat digunakan untuk shooting Tip Gowes Mudik program acara Flashbike Trans 7 tahun 2016.

Setelah sekian lama menemani dalam berbagai aktivitas bersepeda, saat kembali ke Bandung pada tahun 2017, akhirnya setelah usai digunakan bersama Ce’es Beurat Ulin Ka Ciletuh, sepeda ini dijual dengan alasan ekonomi. Memang, terasa berat dan sedih, saat mengingat riwayat mendapatkannya, antara persahabatan dan air mata.  

Si Autis

Berpetualang dengan Si Autis (Foto: Bah Rully).*

Di tengah galaunya kondisi Si Kesi yang kurang begitu laik digunakan, seorang teman akrab pesepeda yang awalnya saya kenal melalui facebook dengan akun bernama Anak Autis Itu Sandi, memberikan satu unit sepeda jadul jenis MTB, meski sedikit rusak, tapi masih layak pakai.

Entah apa merknya, tapi framenya begitu besar dan kokoh, bertuliskan Big Cat. Selama sebulan sepeda itu masih nangkring belum digunakan. Dengan sedikit dana, sekitar bulan Juni 2013 saya mulai membenahi sepeda tersebut. Setelah dirasa enakeun, langsung test drive ke Bale Endah sendirian. Kemudian sepeda ini saya beri nama dengan sebutan Si Autis.

Beberapa waktu kemudian, teman-teman SaSuSu kembali memberi surprise jilid II, dengan melakukan skenario sepeda dipinjam terus dikabarkan hilang, padahal diperbaiki mengganti grup set dan rem hidrolik.

Hampir seminggu saya dibuat galau karena peristiwa ini, hingga akhirnya saya tahu bahwa itu adalah akal-akalan teman-teman SaSuSu yang kembali memberikan surprise yang membuat saya speechless dan berlinang air mata. Si Autis kembali terlihat gagah dan menawan, apalagi framenya di-repaint dan ditulis kata: ”Kang Cuham” dengan motif gambar harimau.

Adrenalin pertama yang dilakukan Si Autis adalah saat Gowes Jarak Jauh ke Kabupaten Purwakarta bulan Ramadan tahun 2013 dan Jajal trek Bandung – Gunung Kareumbi Cicalengka. Selanjutnya, sepeda ini digunakan untuk rekreasi bersama teman-teman. Namun, saat akan pindah ke Purwakarta tahun 2015, dengan berat hati Si Autis saya jual ke rekan kerja.

Si Efse (F4)

Biketokamanawae dengan Si Efse (Foto: Dok. Cuham).*

Adalah sepeda jenis street cat bermerek federal yang mulai menemani sejak akhir tahun 2013. Diberi nama tersebut mengadaptasi film drama Taiwan F4, analogi dari 4 huruf F, karena saat itu, ketika saya lagi ada uang (Fulus), merasa senang (Fun), bisa membeli sepeda (Federal), dan melalui jasa seorang teman (Fahmi). 

Setelah sedikit perbaikan, sepeda ini sering digunakan untuk sepeda harian, bersepeda jarak jauh, dan bike camping. Lalu bergabung ke komunitas Federal Bandung Indonesia (FBI) dan mengikuti berbagai kegiatannya. Bahkan, beberapa kali menjadi bagian dari tim pelaksananya.

Pada kegiatan besar FBI bertajuk “FBI tour de Tambora 2 abad”, saya menggunakan Si Efse. Sayangnya usai dari Tambora kondisinya jadi kurang baik, lalu dibawa ke Purwakarta, sesekali hanya digunakan wara-wiri di sana.

Saat kembali ke Bandung tahun 2016, Si Efse pun diperbaiki, uang yang digunakan untuk perbaikannya sebagian merupakan hasil penjualan sepeda Si Kesi.

Sejak tahun 2018, Si Efse merupakan sepeda saya satu-satunya. Meskipun penampilannya sudah kurang indah, hingga hari ini Si Efse saya gunakan untuk aktivitas harian dan moda transportasi kemana saja sendirian, sambil melakukan gerakan ke-bike-an, kampanye #biketokamanawae, karena Bersepeda itu Baik.

Sepeda ini sudah sering berlama-lama parkir dan tersimpan di berbagai tempat, yaitu Rumah Sahabat Bahagia Sukagalih –tempat di mana saya tinggal, di rumah teman di Katapang Kabupaten Bandung, di parkiran sepeda Balaikota Bandung, di Hotel Five Braga, di Masjid Rumah Sakit Hasan Sadikin, di kantor Portal Sepeda, dan juga di parkiran kendaraan Gedung Muhammadiyah Sukajadi. Kisah selengkapnya bisa baca di sini.

Salam boseh dan go green! (Cucu Hambali, Bersepeda itu Baik)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.

%d blogger menyukai ini: