METRUM
Jelajah Komunitas

Mengenal Gulat Benjang, Kesenian Khas Sunda Asli Bandung

SUKU Sunda dikenal dengan masyarakatnya yang memiliki tingkat sopan santun yang tinggi, Suku Sunda merupakan suku yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Suku sunda memiliki berbagai kebudayaan daerah, seperti wayang golek, calung, tari jaipong, kuda lumping, dan Sisingaan.

Selain kebudayaan yang disebutkan di atas, Suku Sunda juga memiliki sebuah kebudayaan yang jarang didengar oleh masyarakat Indonesia. Kebudayaan itu dinamakan benjang. Benjang merupakan salah satu kesenian tradisional Kota Bandung yang berasal dari Kecamatan Ujungberung dan Cibiru. Pada dasarnya, benjang dibagi menjadi dua yaitu benjang gulat dan juga benjang helaran. Jika, benjang helaran merupakan tradisi arak-arakan yang di dalamnya ada sisingaan dan jaipongan. sedangkan gulat benjang merupakan sebuah olahraga tradisional seperti gulat pada umumnya.

Gulat sendiri merupakan, sebuah olahraga fisik pertarungan antara dua orang. Kedua petarung tersebut, harus saling menjatuhkan atau mengontrol lawan mereka. Olahraga gulat diduga sudah ada sejak 15.000 tahun yang lalu melalui jejak gambar di sebuah gua di Prancis. Teknik-teknik yang terdapat di dalam gulat yaitu joint lock, clinch fighting, leverage, dan grappling hold. Keempat teknik tersebut merupakan dasar dari teknik gulat yang harus dikuasai oleh seorang pegulat.

Kembali kepada pembahasan gulat benjang, kesenian benjang lahir saat tradisi petani setelah panen. Mereka saling adu banting dan ketangkasan di atas jerami. Ketika masa penjanjahan Belanda, bela diri benjang ini sempat dilarang. Akhirnya beladiri ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan berkedok kesenian dan olahraga lewat jalur agama melalui pesantren.

Gulat benjang, merupakan salah satu perpaduan antara seni dan beladiri. Kesenian ini tumbuh dari pesantren dan menjadi sebuah permainan. Seperti dodogongan (permainan saling mendorong menggunakan kayu penumbuk padi), seredan (permainan saling mendesak tanpa alat hingga salah satu pemain keluar dari lapangan), dan mumundingan (gerakan saling mendorong menggunakan kepala).

Permainan tersebut terus berkembang dan banyak dimainkan anak laki-laki. Dari permainan ini, benjang lahir. Dalam perjalanannya, benjang mengalami banyak modifikasi. Benjang tak semata permainan dan beladiri

Yang membedakan gulat benjang dengan gulat adalah gulat benjang diadakan di luar ruangan seperti lapangan, berbeda dengan gulat yang dilakukan di dalam ruangan. Selain tempat yang diadakannya berbeda, gulat benjang memiliki tradisi yang harus dijaga. Selama pertandingan, benjang harus diiringi alat musik Sunda, seperti terebang, terompet, gendang, bedug, kecrek, dan tambur. Pebenjang wajib melakukan gerakan pembuka, seperti menari (ibing) yang dibagi dalam tiga tahap, yaitu golempang (ajang perkenalan), puyuh ngungkuk (simbol mencari lawan), dan beurum panon (mengatakan siap bertarung). Gulat benjang akan dimenangkan oleh petarung yang berhasil menjatuhkan lawannya terlebih dahulu.

Setelah dilarang oleh pemerintah kolonial, gulat benjang harus kembali dilarang oleh pemerintahaan orde baru. Alasan dilarang oleh pemerintahan dikarenakan gulat benjang dinilai sebagai sumber tawuran di Kecamatan Ujungberung pada 1970-an. Apalagi, tawuran sampai melibatkan warga dan anggota TNI. Larangan ini membuat benjang gulat vakum tampil di depan publik Ujungberung. Hampir dua dekade lebih, benjang gulat absen dipertunjukkan di Alun-Alun Ujungberung. Hingga akhirnya, Orde Baru tumbang dan menyisakan harapan buat pegiat benjang.

Gulat benjang dapat dimainkan kembali pada tahun 2000, tepatnya di Alun-alun Ujungberung. Karena gulat benjang tidak dilakukan setiap saat, maka gulat benjang dinilai hanyalah sebuah tradisi bukan olahraga prestasi. Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat potensi gulat benjang sangat besar untuk menghasilkan prestasi pada olahraga gulat. (Muhammad Fadli Sinatrya/JT)***

komentar

Tinggalkan pesan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.