METRUM
Jelajah Komunitas

Nyaneut, Tradisi Minum Teh di Kaki Gunung Cikuray

SAAT mendengar tentang tradisi minum teh, pasti banyak diantara kita akan teringat budaya Jepang. Warga di negara Sakura menyebut tradisi ini dengan ‘Sadou’. Tak hanya di Jepang, ternyata tradisi minum teh juga ada di Nusantara, salah satunya adalah tradisi ‘Nyaneut.’

Nyaneut merupakan salah satu dari ratusan tradisi yang masih dianut dan dilakukan oleh masyarakat Jawa Barat. Tradisi ini sendiri sudah berlangsung selama ratusan tahun di tengah-tengah masyarakat Cigedug, Kabupaten Garut.

Kata nyaneut adalah singkatan dari Nyai Haneut atau Cai Haneut yang artinya air hangat. Selain itu, nyaneut memiliki makna merekatkan silaturahmi antarwarga. Dahulu, biasanya tradisi nyaneut ini dilakukan untuk menyambut tahun baru Islam.

Tradisi nyaneut atau minum teh bersama di Garut ini, dalam catatan sejarah kebudayaan lokal konon sudah dimulai sejak tahun 1728 yang dibawa oleh Wali Songo. Dulu para wali saat mengumpulkan masyarakat dalam menyebarkan agama Islam, selalu ngeteh dulu atau nyaneut terlebih dahulu.

Namun, sumber lain menyebutkan bahwa tradisi ini dimulai saat seorang pejabat kolonial Belanda sekaligus peneliti budaya bernama Karel Frederik Holle membuka lahan Perkebunan teh dan kina waspada (Bellevue) di Cigedug dan Bayongbong di kaki Gunung Cikuray sekitar tahun 1850an. Sejak itulah masyarakat di kaki Gunung Cikuray ini mengenal teh, hingga hadirlah tradisi minum teh bersama, nyaneut, yang jadi kebiasaan masyarakat Garut dan sekitarnya hingga saat ini.

Sama seperti upacara minum teh di Jepang, tradisi nyaneut juga memiliki tata cara dalam meminum teh ala Sunda ini. Air direbus dalam teko diatas tungku tanah liat dengan arang sebagai bahan bakarnya. Lalu, air dipindahkan ke dalam poci tanah liat atau wadah dari bambu  yang ditambahkan teh. Lalu air teh ini akan dituangkan ke dalam cangkir batok kelapa, gelas dari bambu atau seng khas zaman dulu.

Orang yang akan meminum teh harus terlebih dahulu melakukan prosesi minum teh yang diawali dengan memutar gelas teh di telapak tangan sebanyak dua kali, setelah itu aroma teh harus dihirup terlebih dahulu tiga kali kemudian teh baru boleh diminum.

Teh yang digunakan dalam nyaneut adalah teh wejek yang diolah secara tradisional oleh masyarakat Cigedug dan biasanya akan disuguhkan bersama panganan-panganan tradisional seperti kacang rebus, ubi jalar, singkong, dan ganyong.

Tak hanya itu, untuk melestarikan tradisi Nyaneut, masyarakat Cigedug menyelenggarakan Nyaneut Festival yang sudah diadakan sejak tahun 2014. Dari tahun ke tahun, acara ini selalu tambah meriah dan dihadiri oleh masyarakat Cigedug, pengunjung dari daerah lain maupun wisatawan asing.

Dikarenakan, festival ini biasanya digelar di malam hari selepas Isya dan ada pula sajian kuliner maupun kesenian tradisional, pengunjung bahkan bisa mendirikan tenda untuk camping di sekitar tempat acara festival ini. (Mak Vey van Driel)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.