METRUM
Jelajah Komunitas

Shift, Sebuah Gerakan Pemuda Hijrah

CERAH telah meredup berganti malam. Ia menunggu sajadah yang dibentang lantaran Maghrib sudah datang. Lantunah dakwah, konstruksi individu menjadi ukhuwah tauhid nan egaliter.

Ya, di balik etalase kota yang menjajakan hingar-bingar itu, berdiri sepetak masjid berpilar putih di seputar Viaduct Kota Bandung. Masjid Al-Lathiif namanya. Tempat berkumpulnya mantan-mantan begajulan yang katanya sedang menuju jalan taubat. Dan, mereka menamakan diri sebagai Shift Pemuda Hijrah.

Komunitas Shift hadir sebagai pembeda lantaran memberikan kajian dakwah kreatif “rasa cihuy” ala anak muda melalui pendekatan yang tidak konservatif. Metode dakwah tersebut sebenarnya mengingatkan pada tulisan essai karya Martin Suryajaya berjudul ‘Marxisme dan Propaganda’.

Ketika direfleksikan dalam konten Islam, maka pendekatan Martin kira-kira akan tertulis seperti ini: Abaikan semua kosakata tentang Islam, namun masuk ke dalam kosakata subjek untuk dapat ikuti penalarannya. Setelah itu rekonstruksi metodenya.

Projek Shift lahir karena ingin membangkitkan kecintaan anak muda terhadap Islam. Oleh karena itu, Shift menggunakan bahasa kaumnya yaitu bahasa anak muda dalam berdakwah.

Menurut Ustad Hanan Attaki, Shift layaknya cinta pada pandangan pertama yang lebih melihat kecantikan fisik dari pada isi dalam hati. Tak jadi masalah ketika jamaah merapat ke Shift karena kecantikan fisik semata. Tapi setelah masuk dan kenal lebih dekat maka akan mudah untuk mencintai Allah. Karena cantik itu rapuh.

Jika agama adalah sebuah produk fesyen, maka anak muda melihatnya sebagai sesuatu yang ketinggalan jaman. Terlebih, citra radikalisme yang melekat semakin menciptakan phobia terhadap Islam. Sehingga tajuk dalam setiap agenda kajian Shift juga menyadur kalimat populer yang lekat dalam kehidupan anak muda seperti: ‘Dusta Pembawa Sengsara’, ‘Ladies Day’, ‘The Real Miss Universe’, ‘Defend Your Faith’, ‘Math of God’ dan lain sebagainya. 

Di zaman kiwari, pandangan anak muda terhadap Islam terbagi menjadi tiga bagian. Ada yang pro, ada yang memilih untuk netral, pun ada yang mati-matian untuk bersikap kontra. Oleh karena itu, Shift hadir guna merangkul dua bagian terakhir.

Hijrah adalah jalan kemuliaan tempuhan para Nabi. Tak hanya Rasulullah Muhammad SAW, Nabi Musa dan Ibrahim pun pernah diperintah untuk berhijrah sebagaimana disebutkan dalam Al Quran.

Beranjak dua tahun sejak Maret 2015, Shift hadirkan keriuhan denyut Islam dalam suasana Al Lathiif. Jajaran syaf yang dalam beberapa tahun tidak melebihi dua baris, mendadak sesak tidak tertampung dipenuhi interupsi pemuda hijrah. Bahkan, ketika Shift berpindah tempat ke masjid yang lebih luas seperti masjid trans studio, jamaah Shift masih juga ada yang tidak tertampung. Terkadang waktu salat berjamah pun dibuat jadi dua kali.

Jamaah Shift rata-rata diisi pemuda kisaran usia 18 hingga 32 tahun. Lebih jauh, ketika kajian rutin di malam Minggu, Shift mampu mengajak ratusan jamaah merapat ke masjid. Tentu menjadi hal biasa jika terjadi di malam Senin, tapi ini malam Minggu, waktu ketika anak muda hura-hura menghabiskan liburnya. Jamaah yang hadir, 98 persen adalah anak muda.

Jamaah Shift didominasi oleh mantan-mantan begajulan yang hijrah menuju jalan taubat. Jangan aneh kalau pemandangan yang nampak dalam malam kajian Shift tak seperti pengajian pada umumnya. Beberapa pemuda gaul dan kerap disebut baragajul tampak di antara jamaah yang hadir. Di antaranya, terlihat simbol skateboarder Indonesia, seperti Pevi Permana Putra. Lalu, Kiki Ahmad yang pernah menjadi salah satu pentolan geng motor Brigez, dan sejumlah personil kelompok musik bawah tanah yang pernah melewati kelamnya hidup.

Kajian ilmu Komunitas Shift di Masjid Trans Studio Bandung. (Dok.Shift)*

Motivasi mereka merapat ke masjid pun beragam. Beberapa di antara mereka ada yang sedang berada di puncak kenakalan, kesuksesan, atau bahkan justru masalah. Hal itu membuat mereka galau terhadap apa lagi yang harus dilakukan.

Kemudian, lewat bahasa kekinian, Shift mengemas dakwah menjadi sebuah ajakan yang ramah anak muda. Pesan-pesan itu kemudian disampaikan secara viral melalui media daring.

Ibarat materi sekolah, Shift adalah pembelajaran di taman kanak-kanak. Lewat bahasa Ustad Hannan Attaki yang catchy, kajian dibahas secara kekinian. “Kajian lebih banyak mengangkat nilai dari pada simbol karena melihat kondisi umum. Sehingga Islam dapat masuk dalam realita yang berlaku,” ujar Ustad Hannan Attaki.

Berbagai kajian dapat diikuti para pemuda di Komunitas Shift, seperti kajian ilmu khusus ladies setiap dua minggu sekali di Sabtu pagi, berisi mengenai ilmu kajian semua yang bersangkutan dengan wanita, acara ngabuburit bareng komunitas-komunitas anak muda yang diadakan setiap ramadan dan kajian ilmu rasa nongkrong bareng Ustad Hanan Attaki (Anissya Nuryasintha).***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.