METRUM
Jelajah Komunitas

TrustBuilding Camp Bandung, Inisiatif Anak Muda untuk Perdamaian dan Kemanusiaan

INITITATIVES of Changes Indonesia, bekerja sama dengan Sekolah Damai Indonesia (SEKODI-Bandung) dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB) menggelar TrustBuilding Camp Bandung pada 29 – 31 Juli 2022 lalu di Aula Seruni, Wisma Pendawa Ciumbeluit Bandung.

Kegiatan bertajuk “Merangkai Cerita Baru: Heal the Past and Hope for the Future” ini melibatkan 50 anak muda terdiri dari beragam suku dan budaya – untuk kali ini berfokus kepada kelompok Agama Kristen, Islam, serta teman-teman dari Papua.

Ketua Panitia Trust Building Camp, Miftahul Huda memaparkan bahwa konflik sosial yang terjadi di Bandung serta daerah-daerah lainnya di Indonesia cenderung memuncak seiring dengan banyaknya potensi diskriminasi serta peminggiran terhadap kelompok-kelompok yang dianggap marjinal oleh lingkungan sekitar.

“Terutama bagi kelompok marjinal beragama, banyak potensi diskriminasi dan pembedaan yang dialami mereka, mulai dari penutupan rumah ibadah, pelarangan kegiatan beragama, serta tindak diskriminasi lainnya. Di samping itu, kelompok-kelompok tersebut juga mengalami diskriminasi yang muncul karena keadaan di daerah yang tidak mendukung keberadaan mereka,” ujar Miftahul.

TrustBuilding Camp bertema “Merangkai Cerita Baru: Heal the Past and Hope for the Future” ini melibatkan 50 anak muda terdiri dari beragam suku dan budaya berlangsung pada 29 – 31 Juli 2022 lalu di Aula Seruni, Wisma Pendawa Ciumbeluit Bandung (Foto: Dok. Panitia).*

Melihat fenomena tersebut, Initiatives of Change Indonesia pun melihat bahwa sudah seharusnya potensi konflik sosial yang muncul dari perbedaan dan keberagaman dapat diatasi dan dikurangi. Banyak yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, apalagi jika melibatkan kelompok anak muda. Ditambah lagi, posisi anak muda menjadi sentral dalam membantu mengatasi konflik dan diskriminasi yang dialami oleh kelompok agama yang dianggap marjinal.

BACA JUGA:  Kampanye Toleransi Yes, Inklusi Sosial Yes: Menjadikan Toleransi dan Inklusi Sosial Kebiasaan Dalam Kehidupan Sehari-hari dan Pemerintahan

Miftahul menambahkan, bahwa posisi sentral mereka juga terkait dengan peran mereka dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SGDs) yang menggarisbawahi pentingnya peran pemuda dalam usaha-usaha baik untuk mendukung pembangunan.

Miftahul menjelaskan, Trust Building hadir sebagai suatu program serta gerakan anak muda dari Initiatives of Change Indonesia untuk terciptanya ruang aman untuk berdialog, menemukan kekuatan untuk pemulihan atas luka batin serta dampak dari narasi kekerasan dan kebencian untuk bersama – sama memperkuat nilai kemanusiaan, keragaman dan perdamaian.

“Kerja sama strategis bersama Sekolah Damai Indonesia (SEKODI) Bandung beserta Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB) merupakan inisiatif untuk sama-sama memetakan permasalahan intoleransi dan diskriminasi yang dialami kelompok marjinal beragama serta meluas kepada isu lainnya, seperti keberagaman gender. Kerja sama ini juga hendak menghadirkan bentuk narasi lain yang berpihak kepada nilai-nilai kemanusiaan tanpa terkecuali. Selama ini narasi yang ada dalam masyarakat lebih bersifat memunculkan perbedaan dan meruncingkannya, serta berpotensi menimbulkan konflik,” jelasnya.

Adapun program ini akan berjalan di kota Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar, dan Jayapura. Sebelum acara ini berlangsung secara luring dari tanggal 29-31 Juli 2022, para peserta telah terlibat sebelumnya dari bulan Juni dan akan berakhir hingga Agustus 2022. Mereka telah tergabung dalam program online workshop untuk saling berdialog dan mendesain proyek.

Sementara, dalam camp program, mereka akan langsung bertemu muka untuk berdialog, berefleksi, bermain, serta serangkaian kegiatan lainnya. Semuanya bertujuan sebagai strategi pemulihan lika dan trauma dari konflik yang dialaminya, terkait dengan hubungan lintas agama dan lain-lainnya.

“Program ini dapat dibilang unik karena setiap peserta memiliki kekhususan dalam relasinya berada dalam konflik dan mengatasinya, serta mereka sendiri merupakan bagian dari kelompok yang dianggap marjinal dalam lingkup sosial,” ungkap Miftahul.

BACA JUGA:  Cerita Sedih Keisya Levronka di Single Terbaru "Tak Ingin Usai"

Lebih jauh, kegiatan ini juga membongkar juga setiap privilese yang dimiliki masing-masing peserta dan membandingkannya dengan konstruksi sosial yang dibentuk masyarakat dalam hal agama, kesejahteraan, tubuh, dan lain-lainnya. (Fanny S. Alam)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.