METRUM
Jelajah Komunitas

18 Negara Bagian AS Larang atau Batasi Pelajaran “Critical Race Theory”

TEORI Ras Kritik dikembangkan untuk membantu memahami mengapa ketidaksetaraan masih tetap ada, meskipun Amerika telah mengesahkan undang-undang untuk menciptakan kesetaraan.

Pengajaran sejarah ras Amerika memecah belah para pemilih ketika pemerintah negara bagian dan hakim federal mempertimbangkan apa yang dikenal sebagai teori ras kritisa atau critical race theory.

Dilansir dari VOA, Profesor Ralph Richard Bank, pakar hukum di Universitas Stanford, mengatakan Amerika sedang mengalami perdebatan yang sangat terbuka tentang bagaimana mendiskusikan ras.

“Ini tidak saja soal percakapan tentang bagaimana kita bicara tentang insiden rasis di masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana masa lalu membentuk ketidaksetaraan di masa sekarang,” papar Richard.

“Namun, yang membuat topik ini menjadi sangat menarik,” tambahnya, ”adalah bahwa ini merupakan perdebatan yang telah sampai ke anak-anak kita dan ruang kelas mereka.”

Banks mengatakan salah satu penyebabnya adalah ketidaksepakatan mengenai pendekatan terhadap subjek yang dikenal sebagai teori ras kritis atau critical race theory.

Kelompok liberal umumnya melihatnya teori ini sebagai cara untuk memahami bagaimana rasisme Amerika membentuk kebijakan publik. Sementara kelompok konservatif melihatnya sebagai wacana yang memecah belah untuk mempermalukan orang kulit putih Amerika atas kekejaman di masa lalu, sambil memecah belah kelompok-kelompok ras di negara ini.

“Saya tidak punya masalah dengan pengajaran sejarah,” kata Cody Clark, seorang pemilih Partai Republik di Kota Denton.

“Namun, saya tidak suka guru yang mengatakan kepada anak-anak kita bahwa sebagian dari mereka memiliki hak istimewa dan sebagian lagi tertindas. Saya pikir hal itu hanya mewariskan perpecahan kepada generasi berikutnya,” ujarnya.

Kebijakan Pengajaran Critical Race Theory

Jeff Landry, Gubernur Louisiana dari Partai Republik, tahun ini menandatangani perintah eksekutif yang melarang pengajaran teori ras kritis di sekolah-sekolah negeri. Pelarangan itu menjadikan negara bagian Pelican ini sebagai negara bagian ke-18 yang membatasi atau melarang mata pelajaran tersebut.

Sejumlah guru di sekolah negeri dan pengacara hak-hak sipil menanggapi larangan tersebut. Pengacara hak-hak sipil di Little Rock berargumen di hadapan hakim federal bahwa undang-undang Arkansas yang melarang teori ras kritis di sekolah-sekolah melanggar Konstitusi Amerika.

Guru sekolah negeri di Louisiana, Lauren Jewett, menyebut larangan tersebut sebagai hal yang salah kaprah.

“Saya pikir ini, dalam satu tarikan napas, hal ini menggelikan dan sekaligus menghina,” kata Jewett kepada VOA.

“Guru-guru sekolah dasar tidak mengajarkan teori ras yang kritis. Itu tidak ada dalam standar negara bagian atau kurikulum kami dan, sejujurnya, kami bahkan tidak punya cukup waktu untuk makan siang atau memenuhi semua kebutuhan siswa kami, apalagi membuat materi baru,” ujarnya,

Apa itu “Critical Race Theory?”

Meskipun Jewett mengatakan bahwa undang-undang yang melarang teori ras kritis di sekolah-sekolah umum adalah sebuah aksi politik, dia menggarisbawahi pentingnya memiliki catatan sejarah Amerika yang akurat.

“Negara kita memiliki banyak kebenaran yang tidak nyaman dan penuh kekerasan, seperti perbudakan, penjajahan, segregasi, dan penahanan massal,” katanya.

“Penting bagi para siswa untuk memahami mengapa hal-hal yang terjadi, dan bagaimana sejarah mencatat hal itu. Saya rasa ini bukanlah teori ras kritis,” imbuhnya.

Untuk memahami apa itu teori ras kritis, profesor Hukum Stanford, Banks, mengatakan perlu kembali ke keputusan penting Mahkamah Agung Amerika pada 1954, yaitu Brown v. Board of Education.

“Keputusan itu menyatakan bahwa pemisahan ras di sekolah-sekolah negeri kita tidak konstitusional,” katanya kepada VOA.

”Namun, lebih dari satu dekade kemudian, para pemimpin hak-hak sipil menyadari bahwa tidak ada yang berubah. Siswa kulit hitam masih bersekolah di sekolah-sekolah yang berbeda dengan kualitas yang lebih rendah dibanding teman-teman mereka yang berkulit putih.”

Banks mengatakan teori ras kritis dikembangkan untuk membantu memahami mengapa ketidaksetaraan masih tetap ada, meskipun Amerika telah mengesahkan undang-undang untuk menciptakan kesetaraan.

Seorang pria mengacungkan poster yang berisi protes terhadan Teori Ras Kritis dalam demo di luar Dewan Sekolah Distrik Washoe County di Reno, Nevada, 25 Mei 2021. (Foto: Andy Barron/Reno Gazette-Journal via AP, File)
Seorang pria mengacungkan poster yang berisi protes terhadap Teori Ras Kritis dalam demo di luar Dewan Sekolah Distrik Washoe County di Reno, Nevada, 25 Mei 2021. (Foto: Andy Barron/Reno Gazette-Journal via AP, File).*

Pengacara hak-hak sipil, termasuk Derrick Bell, yang pemikirannya sangat penting dalam pengembangan teori ras kritis, menyimpulkan bahwa bias rasial melekat pada institusi hukum dan sosial masyarakat Barat, karena ras dengan kekuatan politik paling besar memiliki alasan kuat untuk melindungi kekuatan itu dengan mengorbankan ras lain.

“Critical race theory” yang dikembangkan dengan baik di kalangan sarjana hukum pada 1970-an, sebagian besar kini tidak diketahui oleh publik.

“Teori ras kritis sangat tidak jelas, bahkan tidak diajarkan di sebagian besar sekolah hukum,” kata Banks.

“Teori ini tidak digunakan dalam hukum perusahaan atau bahkan hukum hak-hak sipil, tetapi lebih sebagai kerangka kerja atau pendekatan yang mungkin digunakan oleh beberapa akademisi untuk memahami isu-isu berbasis ras. Namun, semua berubah setelah kasus pembunuhan George Floyd.”

Banks mengatakan teori ras kritis menjadi terkenal sebagai target reaksi Partai Republik terhadap gerakan Black Lives Matter yang muncul akibat kematian George Floyd pada 2020 di tangan seorang polisi kulit putih di Minnesota.

Teori ras kritis “merupakan target yang baik karena teori ini mewujudkan tiga hal yang cenderung membuat banyak orang Amerika cemas.

Pertama, kata Banks, bersikap kritis terhadap negara ini tidak dianggap sebagai bagian dari ‘semangat Amerika’. Kedua, adanya aliran anti-intelektual yang membuat teori-teori tersebut tampak menjijikkan. Ketiga, masyarakat Amerika tidak merasa nyaman membicarakan masa lalu mereka yang rasis, dan seakan-akan belum terselesaikan, papar Banks.

Jajak pendapat yang dilakukan Pusat Penelitian Pendidikan Kulit Hitam di Universitas Columbia 2023 mendapati bahwa 85 persen responden setuju siswa sekolah umum harus belajar tentang sejarah rasisme dan perbudakan di Amerika Serikat dan dampaknya terhadap peristiwa-peristiwa hari ini.

Konsensus tersebut menguap ketika menyangkut peran pemerintah dalam memperbaiki kesalahan di masa lalu. (M1-VOA/em/jm)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.