KETIDAKMAMPUAN dunia untuk menahan runtuhnya tatanan kehidupan global akibat dari pandemi covid-19 berujung pada kompromi kenormalan baru (new normal). Roda kehidupan tetap harus berputar, penduduk bumi harus hidup, tapi pandemi harus meluruh kemudian berlalu.
Periode yang panjang dari pandemi memang tak memungkinkan kita berlama-lama bersembunyi di balik dinding sambil sesekali menengok lewat jendela apakah pelakon teror ini sudah pergi atau sudah membatu.
Pilihan hidup bersama virus sebagaimana dengan flu, hepatitis atau apapun membutuhkan tumbuhnya kebiasaan prilaku hidup sinergi dengan alam atau lingkungan. Bersepeda salah satunya.

Pembahasan perkara new normal untuk bersepeda saat ini memang tengah ramai dibicarakan di kalangan para penggiatnya. Berbagai macam wacana terkait hal tersebut disampaikan oleh banyak pihak dengan harapan para pesepeda dalam melakukan aktivitas bersepedanya menggunakan protokol kesehatan bersepeda.
Dengan adanya kondisi seperti saat ini, sejatinya bersepeda yang seharusnya menjadi “new normal”, menjadi kebiasaan semua orang untuk melakukannya, selain untuk tujuan mencapai kebugaran, menjaga kesehatan, juga dijadikan sebagai sarana moda transportasi.
Mungkin tepatnya disebut dengan istilah “new resurrection” atau bangkit kembali, karena bersepeda untuk mobilitas merupakan kebiasaan masyarakat zaman dulu di negeri ini sebelum masa kendaraan bermotor menggerus dan merajalela.
Banyak negara memberi contoh, bahwa dengan mengubah sistem transportasinya mengutamakan pejalan kaki dan pesepeda mereka bisa tetap menghidupkan ekonomi sambil berjibaku menghadapi pandemi.
Selandia Baru misalnya, mereka bahkan mengambil langkah progresif dengan mendorong kota-kotanya untuk membangun jalur-jalur sepeda baru, meningkatkan yang sudah ada dan memperlebar ruang berjalan kaki dengan membiayai hingga 70% proyek infrastruktur terkait hal tersebut. Filipina pun mengambil langkah kebijakan serupa, menjadi yang pertama di Asia Tenggara, bahkan mungkin Asia.
Bagaimana dengan Indonesia? Sedih rasanya sampai saat ini belum mendengar ada inisiasi serupa dari pemerintah. Di sini lebih ramai oleh kampanye-kampanye dan anjuran-anjuran seperti pelarangan mudik dan sebagainya.
Rumit memang. Sebelum pandemi saja negeri ini kurang serius memperhatikan bahkan mungkin tidak peduli tentang hak pesepeda secara optimal. Apa harus kita sendiri yang membangun jalur-jalur ramah bersepeda dan menggiatkan bersepeda menjadi “new normal” tanpa berpikir repot harus begini atau begitu. Bersepeda itu tetap tinggal dikayuh pedal sambil duduk di atas sadel atau sesekali sambil berdiri.
Bersepeda merupakan alternatif bertransportasi multimanfaat. Menghemat energi fosil yang ujungnya bisa menghemat devisa negara. Memperbaiki kualitas udara yang bisa menyehatkan lingkungan.
Membaurkan masyarakat dari berbagai strata ekonomi, sosial, dan pendidikan melalui kesetaraan bahwa semua tingkatan sama harus mengayuh untuk melaju. Memperkuat daya tahan tubuh sehingga pelakunya bisa menjadi pribari yang lebih sehat dan lebih bugar.

Meskipun tahu banyak manfaatnya tapi tak mudah untuk dilakukan. Kita terlalu terbiasa melihat hal yang sederhana melalui sudut pandang yang rumit.
Apakah ‘New Normal’ yang membutuhkan kebugaran sebagai daya tolak terhadap pandemi bisa menumbuhkan bersepeda sebagai alternatif transportasi, setidaknya untuk jarak pendek? Tidak, bila kita masih berpikir rumit untuk sesuatu yang sederhana. Namun bisa, bila kita sudah bisa melihat hal sederhana dengan sudut pandang yang sederhana juga. Sesederhana untuk melakukannya sampai kemudian terbiasa.
Mari saatnya mulai melakukan “new normal” membiasakan diri bersepeda kemana saja, ke tempat kerja (bike to work), ke kampus (bike to kampus), ke sekolah (bike to school), atau ke berbagai aktivitas kemana saja (bike to kamana wae). Tak hanya diri kita yang terjaga kesehatannya tapi lingkungan dan transportasi menjadi lebih baik, mengurai persoalan polusi dan kemacetan.
Semoga Covid-19 segera berlalu. Tetap sehat dan semangat. Bersepeda memang baik, menjaga diri lebih baik. Salam boseh dan go green! (Cuham, Bersepeda itu Baik)***