Dangiang Sabalad Pangandaran
DARAH muda cenderung berdesir kencang. Penuh energi dan emosional. Berbeda hal dengan sikap orang tua yang sejatinya lebih tenang. Tidak bergedebur-debur layaknya anak muda. Lebih bijak memandang segala persoalan.
Kondisi yang berbeda itu acapkali meruncing dan bertolak belakang. Pertentangan antara generasi muda dan tua jarang bertemu di satu titik. Kalangan muda memandang banyak hal dengan agresif. Mengabaikan norma yang sudah lama dibangun para leluhur. Main hajar.
Mereka berdalih menjalani hidup musti diwarnai inovasi. Pembaharuan. Nilai-nilai lama dianggap tidak relevan lagi dengan kekinian. Ketinggalan zaman. Kuno. Udik. Konservatif.
Sikap kalangan muda yang radikal itu tidak jarang menyentuh marwah kalangan tua. Berbuah ketersinggungan. Menjadi pertikaian antara nilai lama dan baru yang tidak berkesudahan. Sehingga antara generasi muda dan generasi tua menjadi berjarak.
Namun kecenderungan itu tidak berlaku bagi sekelompok anak muda di kampung Cikubang Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Mereka mencoba berdamai dengan nilai-nilai lama. Agressif sekaligus assertif. Mengedepankan gerakan pembaharuan namun memegang teguh akar budaya lokal. Tradisi okay, modern pun okay.
Komunitas Belajar Sabalad Pangandaran layak menjadi model gerakan modern anak muda yang berdamai dengan nilai-nilai tradisi. Mereka tidak memaksa kalangan tua untuk memahami keinginan kalangan muda.
Paham anak muda tidak perlu dipaksakan kepada generasi tua. Tetapi anak-anak muda harus memahami nilai-nilai lama yang sudah ditumbuhkan para pendahulu. Biarkan para orang tua memandang kehidupan dengan caranya.
Anak muda paham nilai-nilai lama, itu harus. Sedangkan para orang tua paham nilai-nilai baru — sebaiknya — juga harus. Namun tak usah dengan paksa. Biarkan mengalir saja.
Kalangan tua tidak mesti diajari istilah-istilah rumit yang seringkali diungkapkan kalangan muda. Atau pemikiran-pemikiran yang deras mengalir dari Barat.
Betapa bijak bila anak-anak muda justru dengan sukarela menuai nilai-nilai lama yang sudah menjadi norma secara turun-temurun. Caranya dengan Nayuh Dangiang. Mengendapkan daya tarik nilai-nilai tradisi dengan sepenuh hati. Nayuh artinya meneroka. Dangiang adalah energi yang menyedot perhatian, semacam aura.
Dengan cara Nayuh Dangiang, paham baru dan lama bisa berdamai. Memperkuat kedirian budaya lokal di tengah-tengah peradaban dunia. Sikap itu dikedepankan sekelompok pemuda yang berhimpun dalam Komunitas Sabalad Pangandaran, pada ulang tahun ketiga. Dirgahayu Sabalad! Mencari ilmu seluas-luasnya, mencari teman sebanyak-banyaknya.(M2)***