Gempa Hebat di Myanmar: Tim SAR Akhiri Operasi di Hotel Great Wall, Pengusaha Taiwan Soroti Krisis Kebutuhan Dasar
TAIWAN, ROC (METRUM) – Gempa bumi yang kuat mengguncang Myanmar pada Jumat lalu (31/3/2025). Seorang wanita Taiwan yang terjebak di Hotel Great Wall dipastikan telah meninggal dunia. Pada Rabu ini (2/4), Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Taiwan di Myanmar, Luo Zhen-hua (羅振華), mengungkapkan bahwa tim SAR yang terakhir tiba di lokasi telah melakukan pemeriksaan di reruntuhan Hotel Great Wall dan memastikan tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan di sana.
Pada Selasa (1/4), tim SAR memutuskan untuk menghentikan operasi penyelamatan di bangunan tersebut. Luo Zhen-hua menambahkan bahwa di lokasi kejadian tercium bau jenazah yang menyengat dan menjelaskan bahwa daerah tersebut kekurangan pasokan, termasuk masker, kantong jenazah, dan vaksin tetanus. Dengan suhu yang sangat panas, risiko demam berdarah juga meningkat, sehingga mereka sangat membutuhkan bantuan dari luar.
Gempa yang mengguncang Myanmar menyebabkan banyak bangunan runtuh dan mengakibatkan banyak korban jiwa. Sepasang suami istri asal Taiwan dengan marga Lin diketahui berada di dalam Hotel Great Wall saat gempa terjadi. Hotel yang terletak di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, tersebut runtuh. Suami berhasil melarikan diri karena berada dekat pintu, tetapi istrinya terjebak di dalam bangunan yang runtuh. Setelah beberapa hari operasi penyelamatan, istrinya akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Luo Zhen-hua menjelaskan bahwa berdasarkan laporan dari keluarga korban dan seorang warga Tionghoa Myanmar bernama Kuang, sekitar 80% hotel di daerah tersebut telah menjadi bangunan berbahaya yang tidak dapat dihuni, dan hotel-hotel lain juga enggan beroperasi, sementara pasokan listrik masih terputus. Suami yang selamat sementara ini ditempatkan di kuil setempat. Pada Rabu (2/4), tim penyelamat terakhir dengan peralatan canggih telah memeriksa lokasi reruntuhan Hotel Great Wall.
Kuang menyatakan, “Mereka memanjat ke dalam dan tidak menemukan tanda-tanda kehidupan. Mereka harus segera menuju lokasi lain yang masih memiliki kemungkinan korban selamat. Mereka menemukan banyak jenazah di dalam, tetapi tidak dapat diakses. Kami tidak tahan berada di lokasi karena bau jenazah yang sangat menyengat, tetapi kami harus tetap berjaga dari siang hingga malam. Sekarang tim SAR sudah tidak ada, jadi kami sudah kembali.”
Luo Zhen-hua menjelaskan bahwa asosiasi telah menyediakan tenda, makanan, dan bantuan untuk korban serta wisatawan. Namun, suhu yang tinggi dan kondisi jalan yang rusak membuat operasi penyelamatan semakin sulit. Warga setempat juga mengeluhkan kekurangan pasokan seperti vaksin tetanus, kantong jenazah, dan masker. Pengiriman dari Yangon ke lokasi yang berjarak 626 km, yang biasanya memakan waktu sekitar 6 hingga 7 jam, kini membutuhkan waktu sekitar 12 jam karena kondisi jalan yang sangat buruk.
Mengenai ketidakhadiran tim penyelamat Taiwan, Luo Zhen-hua berpendapat bahwa bantuan kemanusiaan seharusnya tidak dibatasi oleh siapa pun. Ia menilai hal ini bukan karena pertimbangan politik, melainkan karena beberapa pejabat pemerintah Myanmar juga menjadi korban gempa, yang mempengaruhi operasional pemerintahan, ditambah lagi dengan lumpuhnya jaringan komunikasi yang menghambat koordinasi. (M1-RTI)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.