Indonesia Punya Pusat Penelitian Teh Terbesar di Asia Tenggara
TANAMAN teh memang menjadi salah satu kekhasan Bumi Priangan sejak 200 tahun lalu, dan perkebunan teh Gambung adalah salah satunya. Kebun teh Gambung di selatan kota Bandung merupakan perkebunan teh pertama di Indonesia dan juga merupakan kawasan perkebunan teh terbesar di Indonesia.
Mungkin masih banyak orang tidak tahu jika di perkebunan teh Gambung ini ada Pusat Penelitian (Puslit) Teh dan Kina (PPTK). Pusat penelitian ini terletak di kaki Gunung Tilu, Gambung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang dihimpit oleh dua perkebunan teh lainnya yaitu Malabar dan Patuha, menjadi pusat penelitian teh terbesar di Asia Tenggara dan menjadi satu-satunya pusat penelitian kina di Dunia.
PPTK menyelenggarakan penelitian tepat guna di bidang teh dan kina dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produksi teh dan kina. Sampai tahun 2015 PPTK didukung oleh 27 orang tenaga peneliti dan dibantu 669 pekerja.
Pusat penelitian ini juga merupakan lembaga Pusat Unggulan IPTEK (PUI) yang menjadi salah satu delegasi Indonesia pada kegiatan Indonesia Innovation Day 2019 (IID 2019) yang akan diselenggarakan di Saarland, Jerman, 26 Juni 2019 mendatang.
Puslit ini didirikan 10 Januari 1973, awalnya memiliki nama Balai Penelitian Teh dan Kina (BPTK). Mandat BPTK adalah melaksanakan kegiatan penelitian komoditi teh dan kina. Sebelum BPTK didirikan, kegiatan penelitian komoditi teh dilakukan oleh Balai Penelitian Perkebunan Bogor, sedangkan untuk komoditi kina dilakukan oleh Pusat Penelitian Budidaya Kina Tjinjiroean di Malabar, Pangalengan, Jawa Barat.
Perkebunan teh Gambung ini merupakan harta karun tak ternilai yang ditinggalkan R.E. Kerkhoven bagi wargaer Jawa Barat maupun bangsa Indonesia. Perkebunan ini memiliki lahan seluas 636,11 hektar, yang mayoritas menjadi perkebunan teh seri Gambung dan sisanya hutan alami. Gambung termasuk daerah penghasil klon teh assamika dan sinensis seri Gambung.
Selama ini, daun teh terbaik khas Gambung diolah menjadi teh hijau, hitam, dan putih, yang disajikan dengan ragam produk bermutu. Berdasarkan data (PPTK) Gambung, Indonesia merupakan eksportir urutan kelima yang mengekspor rata-rata 98.500 ton teh per tahun senilai sekitar 130 juta dollar AS.
Sedangkan, 75 persen teh produksi Indonesia merupakan teh hitam, yang hampir 95 persen di antaranya untuk ekspor. Kualitas teh hitam dari Kabupaten Bandung ini adalah yang terbaik ketiga di dunia setelah Sri Lanka dan India.
Jika kita melihat lagi sejarahnya, Rudolf Eduard (R.E) Kerkhoven adalah sosok berjasa dibalik adanya kebun teh Gambung. R.E Kerkhoven datang ke Gambung sebagai pengusaha muda, pekerja keras namun sederhana. Ia mengubah lahan kebun di Gambung, dari lahan bekas penanaman kopi yang terbengkalai, menjadi lahan teh di bulan November 1873.
Teh jenis assamica mulai masuk ke Indonesia (Jawa) didatangkan dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung. Keberhasilannya mengelola perkebunan teh Gambung, menjadikan R.E. Kerkhoven salah satu preanger planters atau juragan kebun teh terkemuka di daerah Priangan (Jawa Barat, Sunda).
R.E. Kerkhoven dan istri wafat serta dimakamkan di Gambung. Lokasi makam keluarga Kerkhoven berada di belakang perkebunan teh dekat rumah yang dahulunya ditempati oleh R. E. Kerkhoven yang kini telah dibangun gedung PPTK. Makam R.E. Kerkhoven berdampingan dengan makam sang istri Jenny Roosegaarde Bisschop, yang merupakan cicit gubernur jenderal Hindia Belanda dan “pendiri” kota Bandung, Daendels.
Sementara itu, untuk perkebunan kina penanamannya dimulai oleh Franz Wilhelm Junghuhn, seorang naturalis, doktor, botanikus dan geolog berkebangsaan Jerman (lalu Belanda), yang melakukan pembudidayaan kina di Jawa Barat pada tahun 1857.
Junghuhn memindahkan lokasi budidaya tanaman kina dari Cibodas ke lereng Gunung Malabar, Pangalengan, Jawa Barat. Mulai saat itulah budidaya kina mengalami kejayaan.
Saat ini terdapat 11 spesies kina di Indonesia, namun baru dua spesies yang memiliki nilai ekonomi dan keunggulan seperti Cinchona succirubra(tahan terhadap penyakit akar) dan Cinchona Ledgeriana Moens (memiliki kandungan kinin yang tinggi).
Para ahli dan peneliti di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung melakukan penelitian dan penyambungan (grafting) pada jenis Cinchona succirubra dan Cinchona Ledgeriana Moens dengan teknik penyambungan ‘mikrografting’ untuk memperbanyak tanaman kina. (Vey si Sendal Jepit)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.