METRUM
Jelajah Komunitas

iPhone 16 Kantongi Sertifikat TKDN, tapi Belum Bisa Beredar di Indonesia

Setelah melewati negosiasi yang alot, akhirnya iPhone 16 mengantongi sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Namun, masih banyak langkah yang harus diambil untuk menjualnya di Indonesia.

JAKARTA – Kementerian Perindustrian telah menerbitkan sertifikat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagi beberapa produk Apple.

Juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerbitkan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk 20 produk Apple. Dari jumlah tersebut, 11 sertifikat diberikan untuk produk ponsel dan sembilan lainnya untuk komputer tablet. Sertifikat ini ditandatangani oleh Kepala Pusat Pengembangan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kemenperin.

“Penerbitan sertifikat TKDN untuk 20 produk Apple telah dilakukan setelah perusahaan tersebut dikenai sanksi akibat wanprestasi pada periode 2020-2023. Kini, Apple kembali mematuhi regulasi TKDN HKT sesuai Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 29 Tahun 2017,” ujar Febri dalam siaran pers pada Jumat (7/3/2025) di Jakarta, sebagaimana dikutip dari VOA.

Febri menjelaskan bahwa dalam proposal 2025-2028, Apple memilih skema investasi ketiga, yang mencakup komitmen pembangunan pusat riset dan inovasi di Indonesia senilai $160 juta atau sekitar Rp2,6 triliun. Fasilitas ini akan menjadi pusat riset kedua Apple di luar Amerika Serikat dan yang pertama di Asia.

Meski telah mengantongi sertifikat TKDN, 20 produk Apple, termasuk seri iPhone 16—iPhone 16e, iPhone 16 Pro Max, iPhone 16 Pro, iPhone 16 Plus, dan iPhone 16—belum bisa dipasarkan di Indonesia. Apple masih harus mendapatkan sertifikat pos dan telekomunikasi (postel) dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yang merupakan syarat untuk memperoleh Tanda Pendaftaran Produk (TPP) Impor dari Kemenperin. TPP Impor ini nantinya digunakan untuk mendapatkan IMEI dan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan.

BACA JUGA:  Dreamachine, Menonton Seni dengan Mata Tertutup

“Setelah memperoleh sertifikat TKDN, Apple dapat mengajukan sertifikat postel untuk seluruh produk mereka di Komdigi. Setelah mendapatkan sertifikat TKDN dan postel, mereka berhak mengajukan TPP Impor, yang menjadi syarat untuk mendapatkan IMEI dari CEIR dan PI dari Kemendag,” jelas Febri.

Sementara itu, ekonom Indef, Tauhid Ahmad, menilai bahwa skema investasi yang dipilih Apple bukanlah hal baru. Menurutnya, meskipun skema ini kembali digunakan, pemerintah perlu memperluas cakupan investasi Apple agar memberikan dampak lebih besar bagi Indonesia.

“Fasilitas yang dibangun Apple harus terkoneksi dengan industri dalam negeri. Selama ini, pusat pelatihan yang mereka bangun masih terpisah dari ekosistem industri lokal,” ujar Tauhid.

Ia menekankan bahwa Apple perlu memastikan hasil pelatihannya dapat terserap oleh industri lokal, sehingga dapat mempercepat transfer teknologi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam negeri.

“Kalau tidak ada koneksi dengan industri lokal, kita tetap harus mendatangkan tenaga ahli dari luar, yang tentunya jauh lebih mahal,” tambahnya.

Lebih lanjut, Tauhid menilai bahwa pemerintah bersikap tegas terhadap Apple dengan memastikan pemenuhan kandungan TKDN pada setiap produknya sebelum bisa dipasarkan di Indonesia.

Apple Store di The Grove, Los Angeles, California, tempat iPhone 16, Apple Watch, dan AirPods terbaru dipamerkan setelah dirilis pada 20 September 2024. (Foto: AFP)
Apple Store di The Grove, Los Angeles, California, tempat iPhone 16, Apple Watch, dan AirPods terbaru dipamerkan setelah dirilis pada 20 September 2024. (Foto: AFP via VOA).*

Menurutnya, dalam menghadapi perusahaan global sekelas Apple, Indonesia tidak bisa mengharapkan Apple akan langsung membangun pabrik komponen ponsel atau komputer seperti yang dilakukan di Vietnam. Komitmen membangun pabrik AirTag di Batam merupakan langkah awal yang positif. Namun, sekali lagi ia menekankan, banyak yang harus diperbaiki oleh Indonesia agar kelak Apple mau berkomitmen membangun pabrik besar di Tanah Air.

BACA JUGA:  Rahza, Duo Indie Pop asal Malang Rilis Single Debut "Finding My Way"

“Misalnya, industri yang lain kan benar-benar bangun manufaktur karena mereka tahu kita tuh bangun manufaktur sebagai market, karena penduduk kita besar, misalnya automotif. Itu mau diberlakukan ke Apple juga, dan tampaknya kurang berhasil karena sebenarnya Apple itu pasar global. Sehingga tawarannya adalah, menurut saya, ada pilihan lain,” kata Tauhid.

“Kita tidak perlu manufaktur besar, tapi pemasok-pemasok beberapa komponen yang ada di Apple itu bisa dibangun di sini, dimulai dari AirTag dan yang lain bisa banyak. Jadi mulai dari yang kecil-kecil, jangan bermimpi langsung manufaktur semua dirakit di sini. Itu agak berat,” jelasnya lagi.

Tauhid menuturkan, ada beberapa pertimbangan mengapa Apple lebih cenderung membangun pabriknya di Vietnam. Beberapa di antaranya, kepastian hukum di Tanah Air, seperti regulasi dan insentif yang masih cenderung berubah-ubah dan sengketa lahan, serta kurangnya SDM unggul dalam bidang teknologi tinggi.

Selain itu, kata Tauhid, ada satu hal yang tidak dimiliki oleh Indonesia, tetapi dipunyai oleh Vietnam, yaitu rantai pasok.

“Rantai pasok untuk Apple di Vietnam itu juga disediakan oleh China, Jepang, Korea maupun Amerika sendiri. Jadi secara geografis lebih murah bangun di Vietnam. Paling dekat di global kan di Batam, tetap masih relatif lebih mahal,” kata Tauhid.

“Produk Apple kan tidak dibangun di satu pabrik, tapi komponennya juga berasal dari pabrik di berbagai negara. Jadi kalau mau pindah, ya kita harus sesuatu yang bisa bikin cost-nya lebih murah. Rantai pasok dari komponen pendukung ini yang kita tidak siap,” pungkasnya. (M1-VOA/gi/ka)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.