METRUM
Jelajah Komunitas

IVLP 2020: Partisipasi Anak Muda dalam Politik di Era Digital

DEMOKRASI pada suatu negara tentu akan sehat dan berkualitas apabila terdapat partisipasi dari masyarakatnya. Terlebih partisipasi dari anak muda yang pada dasarnya merupakan calon pemimpin bangsa. Partisipasinya memang sangat diharapkan serta dinantikan. Generasi muda perlu memandang bahwa mereka kelompok kompeten dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan.

Untuk Metronom, (Re)aksi Remaja mencoba mencari tahu dan menggali lebih dalam bagaimana sih partisipasi anak muda, khususnya remaja dalam politik. Oleh karena itu, (Re)aksi Remaja berbincang dengan Koordinator Regional Sekolah Damai Indonesia Bandung atau Sekodi Bandung, Kang Fanny Syariful Alam (44 tahun) pada Selasa, 27 Oktober 2020 di Metrum Radio. Nonoman Metrum penasaran banget kan? Berikut wawancaranya.

Kang Fanny saat berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Washington D.C., Amerika Serikat (Dok. Fanny).*

Kami dapat kabar kalau Kang Fanny mengikuti program IVLP. Bisa dijelaskan IVLP itu apa sih? Bagaimana Kang Fanny bisa lolos di program tersebut?

IVLP singkatannya adalah International Visitor Leadership Program, program pertukaran unggulan yang dimiliki oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat atau US Dept. of State. Sifatnya pertukaran bagi negara negara yang sudah memiliki kerjasama diplomatik dengan Amerika Serikat untuk berkunjung dan tinggal selama 3 minggu di AS dan negara-negara bagiannya. Tujuannya adalah mengundang para pemimpin dari berbagai sektor baik pemerintahan maupun komunitas untuk saling berbagi pengalaman secara pekerjaan atau budaya maupun sosial politik, agama, hingga isu isu penting lainnya sesuai dengan program yang ditentukan di Amerika.

Setiap tahunnya 5.000 pemimpin dari berbagai negara berkunjung rutin ke AS dengan topik-topik yang sudah ditentukan. Nah, jujur tidak ada aplikasi terbuka untuk program ini. Program ini merupakan program kelas utama untuk pertukaran para pemimpin dari berbagai negara, sehingga proses seleksinya dilakukan oleh kedutaan negara masing-masing negara melalui nominasi yang diajukan dari pihak-pihak tertentu.

Saya kebetulan dinominasikan oleh Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia lewat bagian Public Affairs Section yang melihat kerja saya dan teman-teman di Bandung yang berkaitan dengan pemberdayaan teman-teman muda secara politik untuk mencapai perdamaian lintas agama dan lintas isu.

Topik yang diusung ketika saya dinominasikan adalah Youth Political Engagement in the Digital Age, yaitu keterlibatan teman teman muda secara politik dalam usia digital. Artinya, bagaimana saya dan teman-teman di Sekolah Damai Indonesia melibatkan kegiatan pemberdayaan politik untuk teman-teman muda Bandung melalui serangkaian diskusi rutin untuk mencapai solusi atas permasalahan-permasalahan sosial yang ada berbasis hak asasi manusia.

Kegiatan saya selama tiga minggu di AS itu padat. Mulai dari jam 9 pagi hingga sore, kadang malam. Kegiatannya lebih kepada bertemu praktisi dalam bidang politik, para aparat lembaga pemerintahan yang berhubungan dengan politik dan pemilu, bertemu para pemimpin komunitas muda yang bersinggungan dengan pemilu, pemimpin federasi buruh hingga komunitas anak-anak SMA yang berhubungan dengan pendidikan politik untuk teman-teman muda dan teman-teman legislatif muda di parlemen.

Bersama New Horizons Soup kitchen, bekerja untuk melayani tunawisma sore hari (Dok. Fanny).*

Wah menarik sekali topiknya. Kang, untuk pengenalan apa itu partisipasi anak muda dalam politik? Dan bagaimana antusias mereka dalam bidang politik? Kan biasanya anak muda zaman sekarang kurang suka nih untuk berpolitik, meski ada juga anak muda yang ingin sekali tahu bagaimana sih berpolitik itu…

Nah, pengenalan partisipasi anak-anak muda dalam politik, bagi saya penting diperkenalkan karena satu hal dasar: anak-anak muda akan menjadi pemimpin (apa pun) di masa depan. Tanpa turun ke bidang politik secara formal sebenarnya kita semua sedang melakukan proses politik. Bekerja di berbagai sektor pun kita berpolitik karena kita ingin mencapai sesuatu. Nah, di Sekodi Bandung kita memperkenalkan politik itu dengan cara paling mudah yaitu membaca kritis. Kami melakukan proses itu membahas isu politik dengan ringan dan santai serta berpendapat apapun yang ada di pikiran mereka. Setelah itu secara perlahan kami mengarahkan pentingnya politik bagi teman-teman muda karena mereka yang nanti akan bersuara tentang isu-isu yang mereka kuasai.

Kalau di Amerika, politik diperkenalkan dalam mata pelajaran civics atau kewarganegaraan. Menariknya lagi ada kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan mata pelajaran ini, di mana mereka berpikir kritis lalu berproses berdiskusi lalu meneliti peraturan peraturan negara bagian hingga nasional termasuk mengkaji siapa saja pembuatnya. Bahkan, dewan legislatif di sana memiliki program legislatif untuk anak muda di mana mereka bisa berpartisipasi sejak usia SMA dan dilibatkan dalam proses sidang hingga pembuatan kebijakan. Yang terakhir saya sebut terjadi di negara bagian New Hampshire dan Nevada.

Bersama Youth Legislative Members and the Supervisor of Reno, Nevada (Dok. Fanny).*

Di Indonesia sendiri, DPR kita pernah punya program Legislatif Muda tapi saya tidak tahu apakah kegiatan ini masih berjalan atau tidak. Targetnya anak remaja setingkat SMA.

Menurut Akang, pelajaran dan harapan yang didapat untuk anak muda saat ini?

Pelajaran yang bisa didapat adalah ketika anak muda bisa dengan kritis dan lantang serta jujur menyuarakan kegelisahan mereka dalam masalah masalah sosial yang muncul, lalu bagaimana mereka menemukan dan membentuk media untuk itu dan bagaimana membangkitkan kesadaran akan masalah masalah sosial serta menyelesaikannya dalam wadah politik. Harapannya adalah semoga para anggota dewan dan orang orang yang memiliki posisi kuat secara politik dapat serius mendengarkan suara anak muda serta menjembatani suara mereka melalui saluran politik secara formal.

Di akhir perbincangan, Kang Fanny berharap anak muda tetap bisa peduli terhadap lingkungan sekitar, keluarga, teman, hingga lingkungan luar sehingga bisa menyuarakan hal hal yang dianggap perlu untuk sama sama bekerja menyelesaikannya. “Politik bisa jadi salah satu cara untuk teman-teman muda berkarya di sana,” ujar Fanny, yang sehari-harinya bekerja di konsultan audit dan pengajar bahasa inggris itu. (Aqilla Oktaviani dan Rhaka Katresna)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.