METRUM
Jelajah Komunitas

Komunitas Hayu Maca: Mendongeng, Membaca, dan ”Babagi Kabisa”

ANAK-ANAK lebih senang menghabiskan waktu bermain gim di gawai ­canggih? Atau, lebih sering duduk di depan televisi ­berjam-jam untuk menonton film? Dua hal ini sering dikeluhkan orangtua sehingga kerap merasa susah payah ­membuat anak-anaknya senang membaca. Tidak cukup hanya mengeluh dan mengkritik anak-anak, ayo bergerak! Hayu Maca!

Mengeluh, mengkritik, atau bahkan mengecam rendahnya minat baca yang akhirnya berdampak rendahnya literasi, tidaklah cukup. Setiap orang yang punya kege­lisah­an dalam permasalahan itu haruslah bergerak dan mendorong semua pemangku kepentingan supaya minat baca semakin tinggi yang kemudian berdampak pada ­literasi yang baik.

Pemikiran itulah yang melatarbelakangi dimulainya gerakan Ha­yu Maca yang ber­aktivitas di wilayah Kota Cimahi. Ruang terbuka hijau di Taman Kartini Cimahi pun dipilih untuk menjadi tempat lapak baca mingguan sekaligus menjadi ruang bermain dan ruang belajar terbuka bagi siapa saja.

“Hayu Maca awalnya gerakan yang digagas oleh komunitas Cimahi Membaca. Kemudian nama gerakan itu menjadi nama untuk komunitasnya. Anggotanya siapa saja yang peduli pada perkembangan minat baca dan peningkatan keterampilan literasi,” kata Donny Safari, salah seorang pendiri, selain dua rekannya Asri Sudarmi­yanti dan Yukie Agustia Kusmala.

Donny yang juga menjadi Ketua Hayu Maca Foundation menga­takan, gerakan itu bukan hanya ingin mendorong anak-anak me­miliki minat baca yang tinggi. Lebih dari itu, komunitas yang telah menjadi yayasan itu ingin membangun budaya baca di dalam setiap keluarga. Jadi, bukan hanya anak-anak yang didorong membaca, tetapi juga seluruh anggota keluarga ikut serta.

Semua bermula pada September 2016. Kegiatan yang dilaku­kan hanya lapak buku bacaan biasa. Sebulan kemudian, barulah ge­rakan literasi itu didukung dengan kegiatan mendongeng yang ternyata banyak diminati.

Dongeng dipilih karena membaca memang masih belum menjadi pilihan hiburan utama bagi anak-anak. Dongeng dinilai sebagai me­dia yang tepat untuk menarik anak-anak menjadi senang membaca.

“Beberapa pekan kemudian muncullah ide untuk babagi kabisa alias berbagi hobi. Awalnya dongeng untuk menarik anak-anak dan babagi kabisa untuk menarik orangtuanya ke lapak baca kita. Ter­nyata, orangtua enjoy dengan dongeng dan sesi babagi kabisa juga bisa menjadi kegiatan bersama orangtua dan anak,” ujarnya.

Kegiatan dalam gerakan Hayu Maca pun semakin berkembang. Untuk anak-anak prasekolah, diadakan pula kegiatan yang cocok bagi usia mereka yang juga mendukung tumbuhnya kecintaan pada buku serta melatih keterampilannya. Misalnya, meng­gambar, me­warnai, main lego, main puzzle, ular tangga jumbo, dan aktivitas lain yang melatih motorik kasar atau halus.

Sekarang, kegiatan mingguan Hayu Maca di Taman Kartini Ci­mahi dimulai dari mendongeng, babagi kabisa, dan di sela-sela waktunya boleh diisi dengan membaca. Ketersediaan buku semakin banyak. Bukan hanya dari koleksi pribadi para pen­diri dan suka­relawan, tetapi komunitas ini pun menerima banyak sumbangan buku dari pihak luar.

Literacy and Beyond

Ada jargon dalam logo Hayu Maca yang menjadi misi komunitas itu yaitu “Literacy and Beyond”. Kalimat itulah yang menjadi jiwa dari komunitas itu, yaitu bukan hanya membatasi literasi pada membaca buku, tetapi lebih dari itu.

“Literacy and beyond bermakna bahwa lapak Hayu Maca bukan se­k­adar menyediakan lahan pencarian informasi dengan membaca. Akan tetapi, Hayu Maca bisa juga menjadi ajang atau wadah eksistensi diri, eksplorasi kompetensi, dan mengejawantahkan informasi yang telah diterima dari membaca dalam bentuk mendongeng atau berbagi keterampilan,” tutur Donny.

Oleh karena itulah, siapa pun boleh mendongeng atau setidaknya belajar agar bisa mendongeng. Masyarakat boleh berpartisipasi untuk berbagi hobi atau keterampilan yang dikuasainya dan bisa bermanfaat.

Ia mengatakan, kegiatan dongeng dan babagi kabisa di Hayu Ma­ca diharapkan bisa menjadi ajang latihan, menambah jam terbang, atau sekadar uji nyali bagi mereka yang sedang belajar. Masyarakat diajak tidak sekadar menyiapkan bacaan, tetapi hasil bacaannya bisa diaplikasikan dalam bentuk berbagi dongeng atau keterampilan.

Kegiatan mendongeng pun terus berkembang sampai diada­kan juga road show mendongeng ke sekolah atau lembaga lain. Tentu saja, itu dilakukan untuk meningkatkan minat baca, sosialisasi Hayu Maca, dan ­mengajak orangtua, anak, atau guru untuk bisa mendongeng di lapak Hayu Maca. Ia mengatakan, Sekretariat Hayu Maca juga digunakan untuk mengadakan berbagai workshop dengan sistem pembayaran se­iklasnya alias pay as you wish. Setelah ada ­lapak mingguan, mereka pun ingin mem­bangun perpustakaan komunitas yang berisi koleksi buku dan lainnya yang cocok untuk seluruh keluarga.

“Ke depan, kita akan lebih fokus menggaet remaja karena kalangan ini yang masih be­lum banyak kita libatkan. Harapannya, akan banyak sukarelawan remaja yang mau bergabung dan mengelola aktivitas untuk kalangan mereka juga,” ucapnya.

Ketika sarana sudah adan dan orangtua­ juga bergerak dan terlibat dalam ge­rakan membaca, anak-anak pasti semakin tinggi minat bacanya sehingga tercipta generasi yang memiliki literasi baik dan berwawasan luas. (Sumber: Vebertina M, Pikiran Rakyat, 21/10/18)***

komentar

Tinggalkan Balasan