METRUM
Jelajah Komunitas

Setengah Juta Kehamilan Ketika Covid-19, Layanan KB Bersiap

BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memproyeksikan bakal ada ada 350-500 ribu kehamilan di Indonesia selama wabah Covid-19. Layanan keluarga berencana (KB) pun diminta tetap beroperasi selama kelaziman baru (new normal).

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, wabah Covid-19 telah menghambat pelayanan KB di masyarakat. Banyak warga yang ragu-ragu untuk datang ke fasilitas kesehatan (faskes).

“Kemudian ada juga faskes-faskes yang tidak buka. Atau buka tapi mengurangi jam tugas dan kerjanya. Atau buka tapi mengurangi jumlah pasiennya,” ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (9/6/2020) siang, dilansir dari VOA.

BKKBN mencatat, peserta aktif program KB mengalami penurunan selama wabah. Pada Maret 2020 tercatat 36 juta peserta aktif, turun ke 26 juta peserta pada April 2020. Dari selisih 10 juta itu, Hasto menyatakan ada 25 persen orang yang merupakan Pasangan Usia Subur (PUS).

Padahal, tambah Hasto, jika putus kontrasepsi satu bulan saja, dapat meningkatkan persentase kemungkinan hamil 10-20 persen bergantung alat KB yang dipakai. “Kalau yang hamil itu 15-20 persen kan ini pertambahan kehamilan bisa 370-500 ribu. Kalau saya kemarin hitung itu 420 ribu,” ujar pejabat yang juga dokter ini.

Untuk mengurangi beban kepada pelayanan KB, Hasto mendorong para pasangan yang baru menikah, untuk menunda kehamilan sekitar 3 bulan. Hal ini supaya tidak mengalami kehamilan selama pandemi.

“Saya takut kalau ada kehamilan. ada perdarahan karena abortus, 5 persen dari kehamilan bisa abortus. Ini juga pelayanan belum tentu bisa aman. Karena sekarang masa pandemi kesibukannya luar biasa, baik klinik dan rumah sakit,” tambahnya.

KB Cegah Kematian Ibu

Pelayanan KB di masa kelaziman baru (new normal) vital karena mencegah kematian ibu, menurut Lembaga Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Population Funds/UNFPA) Indonesia.

Studi menunjukkan jika putus kontrasepsi satu bulan saja, dapat meningkatkan persentase kemungkinan hamil 10-20% bergantung alat KB yang dipakai. (Sumber: BKKBN)
Studi menunjukkan jika putus kontrasepsi satu bulan saja, dapat meningkatkan persentase kemungkinan hamil 10-20% bergantung alat KB yang dipakai (Sumber: BKKBN).*

Asisten perwakilan UNFPA Indonesia Dr. dr. Melania Hidayat mengatakan KB berkontribusi mencegah kematian ibu sampai 30 persen.

“Jika pada situasi pandemi ini akses terhadap KB jadi terbatas, maka kontribusi yang dicegah oleh KB (hilang), risikonya semakin meningkat,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Berdasarkan studi UNFPA, tambah Melania, saat ini ada sekitar 80 ribu kematian ibu per tahun. Angka ini berlaku untuk total 14 negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Angka ini diperkirakan melonjak dengan keterbatasan akses layanan saat Covid-19.

“Dengan adanya pandemi ini, skenario terbaik menunjukkan estimasi kematian 103.000. Kalau skenario terburuk bahkan bisa jadi 2 kali lipat risikonya. Dari 80 ribuan jadi 173 ribu. Dua kali lipat lebih malah,” ungkapnya.

Bidan Hadapi Tantangan di Lapangan

Namun membuka layanan KB selama new normal menemui tantangan di lapangan.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Dr. Emi Nurjasmi, mengakui pandemi Covid-19 mempersulit pelayanan di lapangan. Tercatat 974 tempat praktik mandiri bidan (PMB), yang jadi ujung tombak pelayanan KB di berbagai daerah, telah tutup selama wabah.

Di samping itu, kurangnya kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan membuat para bidan berisiko terpapar penyakit.

“Kesadaran pasien yang datang tidak semua pakai masker. Rasa khawatir bidan tadi terhadap pasien-pasiennya, apakah orang ini sudah terpapar atau belum, jujur atau tidak? Ini juga jadi kendala bagi bidan,” terangnya.

Karena lemahnya kesadaran masyarakat itu, dia mencatat 218 telah tertular Covid-19. Bahkan ada dua orang yang dipastikan meninggal dunia, salah satunya kemarin malam.

“Jadi saya mohon doanya untuk teman kita yang tadi malam meninggal karena Covid, bersama suaminya seorang perawat. ini sangat menyedihkan,” ujarnya.

Beberapa layanan KB, ujarnya, mulai melakukan inovasi untuk mengurangi risiko penularan. Salah satunya dengan menggelar konsultasi secara online.

Namun, mengingat risiko yang dihadapi bidan tetap besar, dia mendorong pemerintah menyalurkan lebih banyak alat pelindung diri (APD). Dia pun mendesak pemerintah memprioritaskan alat tes cepat bagi petugas kesehatan, seperti yang dilakukan beberapa pemerintah daerah.

“Bidan-bidan praktik juga dilakukan rapid test supaya kita tahu aman dan tidak jadi carrier untuk pasien-pasiennya,” tutupnya. (M1-VOA/rt/em)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.