SENI adalah alat komunikasi massa, karena dalam setiap pertunjukan seni berisi pesan-pesan tertentu, nilai-nilai positif maupun informasi yang bisa disampaikan pada masyarakat. Seperti juga Wayang yang termasuk media tradisional bisa menjadi sebuah media komunikasi yang universal.
Media Penyampai Pesan
Pementasan wayang tak hanya sekedar sebuah seni hiburan yang dianggap kuno, namun wayang sebenarnya adalah sebuah media penyampai pesan sekaligus media pembelajaran tradisional yang telah berkembang luas sejak berabad-abad lalu.
Sejak awal keberadaannya, wayang bertujuan sebagai media interaksi sekaligus agen penyalur pengetahuan kepada masyarakat luas tanpa membedakan ras, suku, etnis maupun agama. Interaksi antar masyarakat melalui pertunjukan wayang bukanlah sekedar interaksi biasa dan juga bukan pertemuan yang tanpa makna.
Dengan caranya sendiri, Wayang mampu menghadirkan interaksi masyarakat yang bisa saling bertutur sapa dengan santun, membentuk forum-forum diskusi dan berupaya untuk menjadikan kehidupan mereka lebih baik dan bermutu.
Mengajarkan Nilai-Nilai Universal
Pertunjukkan wayang mengandung nilai-nilai positif yang dapat dipetik sebagai nilai-nilai moral maupun spiritual yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dimanapun mereka berada. Watak dari tokoh-tokoh wayang adalah contoh moral yang konkret dan bersifat kompleks. Seperti dalam sejarah seni Sunda telah disebutkan “Ngawangkeun Awak Salira” dimana Wayang adalah cerminan kehidupan manusia di alam nyata.
Moral dalam tokoh-tokoh wayang memberi kita pengertian tentang tanggungjawab dan keanekaragaman kehidupan manusia, dimana manusia saat menjalani kehidupannya harus memilih antara kebaikan atau keburukan.
Contoh moral dan spiritual ini tidak hanya dipakai dalam masyarakat Indonesia saja tetapi berlaku juga bagi masyarakat dunia secara universal.
Media Dakwah
Dalam perjalanan sejarah Islam di Indonesia, para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah berperan besar dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara melalui media wayang.
Bahkan, para wali di tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian: Pertama wayang kulit di Jawa Timur, kedua wayang wong atau wayang orang di Jawa Tengah, dan ketiga wayang golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu “Mana yang Isi (wayang wong) dan Mana yang Kulit (wayang kulit) dan mana yang harus dicari (wayang golek)”.
Bisa diartikan bahwa pementasan Wayang, apapun jenisnya, bisa menjadi media dakwah dan pembelajaran bagi penyebaran agama Islam maupun agama lainnya. Salah satu jenis wayang yang dijadikan media dakwah Islam adalah Wayang Kulit Sadat atau Sadad.
Media Penyebaran Ajaran Agama
Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan dengan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan wayang ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu di Nusantara. Pasalnya pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata yang identik dengan agama Hindu.
Hingga kini di Bali bisa ditemui Wayang Kulit Cupak, Wayang Kulit Calonarang dan Wayang Kulit Gambuh (wayang yang sudah langka) Tak hanya agama Hindu, di tahun 1960, Temotheus Mardji Subrata menciptakan Wayang Wahyu.
Wayang wahyu diciptakan untuk penyebaran agama Katolik. Kisah cerita yang diambil berdasarkan atas Kitab perjanjian lama yang menceriterakan kisah-kisah zaman para Nabi yang berkaitan dengan Kitab Injil, dan dilanjutkan dengan cerita-cerita dalam Perjanjian Baru yang mempunyai fungsi untuk pendidikan umat Katolik.
Media Kampanye
Wayang yang sarat dengan nilai-nilai luhur bisa juga dijadikan media kampanye atau penyuluhan tentang cinta lingkungan, kesehatan, pesan antikorupsi, bahaya narkoba hingga kampanye bagi kepentingan pemilu.
Saat pemilu di tahun 1955 hingga 1971, cerita wayang digunakan sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat oleh para juru kampanye sekaligus untuk menegaskan identitas serta moralitas partai yang mengikuti pemilu kala itu.
Pada tahun 1920, berkembang “Wayang Suluh” dengan cerita sempalan-sempalan kejadian revolusi. Lalu di tahun 1950 digubah oleh departemen penerangan; wayang ini berfungsi sebagai media penyuluhan atau penerangan pemerintah.
Termasuk juga memasyarakatkan nilai-nilai Pancasila melalui Wayang Pancasila, dimana tahun 1995 lalu, lahir lakon wayang yang berjudul “Semar mBabar Jatidiri” (Wayang Kulit-Jawa) atau “Sang Hyang Wiragajati” (Wayang Golek-Sunda). Ini merupakan wujud dari sebuah kepentingan ideologi-politik yang tertuang di dalam wayang.
Media Pembelajaran
Di zaman yang serba digital seperti saat ini, media tradisional masih tetap bisa digunakan sebagai media pembelajaran karena memiliki kandungan pesan-pesan moral yang bisa disampaikan pada masyarakat mulai dari usia dini hingga orang dewasa.
Wayang merupakan media tradisional yang dapat memfasilitasi masyarakat dimanapun mereka berada, dengan menawarkan serta menginformasikan beragam nilai alternatif baik-buruk atau pantas tidaknya suatu pilihan dalam hidup.
Wayang juga akan mendorong masyarakat menuju tatanan yang lebih baik melalui pesan-pesan moral dan spiritual yang disampaikan.
Pargelaran wayang tidak hanya sebuah manifestasi atau pengejawantahan dunia, tetapi juga merupakan cerminan dari kehidupan dunia yang konkrit.
Media Pemersatu Bangsa
Wayang merupakan salah satu unsur jati diri bangsa Indonesia dan mampu membangkitkan rasa solidaritas menuju persatuan. Wayang mempunyai peran besar dalam kehidupan dan pembangunan budaya khususnya guna membentuk karakter bangsa.
Seperti yang diungkapkan Sri Sultan Hamengkubuwono X, ada empat nilai yang tersirat dalam hakekat wayang yaitu:
1. Wayang bernapaskan keluasan pandangan yang mengedepankan dialog dalam perbedaan.
2. Wayang bernapaskan toleransi terhadap pluralitas untuk menerima perbedaan maupun komunitas lain.
3. Wayang mengandung kadar kemanusiaan yang dapat memperlihatkan kenyataan bahwa dalam kelas sosial ada orang baik dan orang buruk.
4. Wayang bukan sederetan ajaran teoritis melainkan wayang berbicara lewat contoh konkrit.
“Wayang adalah wahana untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi lebih bermutu.” Ketika sajian Seni dapat berfungsi dengan baik, berkomunikasi dengan tepat, terciptanya interaksi sosial yang sehat, maka bisa menghindarkan konflik sosial yang tak diinginkan. Hingga dapat mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa. (Vey si Sendal Jepit)***
Sumber:
- https://www.kemdikbud.go.id
- http://www.bacaanmadani.com/
- https://www.kemlu.go.id/noumea/id
- https://tentangfilsafatblog.wordpress.com
- http://suryaekawijaya.blogspot.co.id
- http://www.nu.or.id
- https://www.scribd.com
- http://www.academia.edu/
- http://royalindonesiatvonline.blogspot.co.id/
- http://www.kemenpar.go.id
- https://gudeg.net/
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.