Wayang Suluh, Media Perjuangan Penyebar Semangat Kebangsaan
MUNGKIN bagi anak muda zaman now, nama wayang suluh terdengar asing ditelinga, bahkan mungkin tidak banyak lagi orang yang mengetahui tentang jenis wayang kulit yang satu ini.
Dahulu, pada zaman revolusi, alat penyebar informasi di Indonesia masih minim. Wayang kemudian menjadi salah satu media penyebaran informasi untuk masyarakat Indonesia karena masih ada keterbatasan masyarakat dalam membaca, memiliki, dan berlangganan surat kabar.
Oleh sebab itu, dibuatlah Wayang Suluh yang awalnya diberi nama Wayang Merdeka, oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Penerangan RI. Wayang ini dibuat oleh R.M Sutarto Harjowahono yang berasal dari Surakarta. Wayang ini digagas menjadi salah satu bentuk perjuangan tanpa senjata dan dianggap sangat penting pada masa itu.
Pagelaran wayang suluh pertama kali diselenggarakan pada tanggal 10 maret 1947 dalam rangka perjuangan kemerdekaan Indonesia yang bertempat di Gedung Balai Rakyat Madiun, Jawa Timur. Acara ini dihadiri oleh wakil-wakil dari partai, badan jawatan, salah satunya adalah hadir pula pejabat dari Kementerian Penerangan Yogyakarta.
Dalam pagelaran tersebut diadakan sayembara pemberian nama jenis wayang baru itu, hasilnya bernama wayang suluh seperti sekarang, yang sebelumnya diberi nama wayang merdeka. Wayang suluh berarti wayang penerangan, kata suluh dalam bahasa Jawa artinya obor, dalam makna lain berarti alat penerangan di tempat yang gelap.
Beberapa lembaga kemudian melakukan sosialisasi dan mengenalkan wayang suluh pada masyarakat. Pada 1 April 1947, Dewan Pimpinan Pemuda (DPP) di seluruh Jawa dan Madura mengadakan konferensi. Dalam konferensi itu, sebanyak 52 set wayang suluh dibagikan kepada wakil DPP.
Melalui wayang tersebut, anggota DPP di daerah masing-masing diajak untuk ikut menjadikan wayang suluh sebagai seni hiburan atau seni pertunjukan yang sekaligus sebagai media menyebarkan semangat kebangsaan dan wawasan nasionalisme Indonesia.
Kala itu pertunjukan wayang suluh dianggap mampu memberikan informasi untuk menambah wawasan serta pengetahuan kepada masyarakat Indonesia dalam upaya membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat Indonesia pasca kemerdekaan.
Sejak awal perkembangannya, lakon-lakon wayang suluh bukan berasal dari cerita wayang purwa, tetapi sengaja dibuat dari sempalan-sempalan kejadian revolusi. Misalnya, proklamasi 17 Agustus 1945, Sumpah Pemuda, Perang Surabaya 10 November, Naskah Perjanjian Linggar Jati, Perjanjian Renville, Sang Merah Putih dan lain sebagainya.
Maka tokoh-tokoh dalam cerita maupun bentuk wayang suluh adalah Bung Tomo, Bung karno, Bung Hatta, Sutan Syarhrir, DR Mustopo, Ki Mangunsarkoro, Haji Agus salim, Dr. Sam Ratulangi, dan ada pula yang menggambarkan tokoh–tokoh Belanda, Jepang, tentara Gurka dan tentara Pelajar Indonesia, semua dilukiskan persis menurut keadaan sebenarnya. (Vey si Sendal Jepit)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.