Asal Usul Sebutan Bandung Kota Kembang
BANDUNG adalah fashion dan keindahan. Maka tidak heran jika orang Belanda menyebut Bandung sebagai Parijs of Java dan “Kota Kembang”.
Ini seperti Paris karena Bandung dulu menawarkan jendela mode kepada elit kincir angin. Selain itu, latar belakang sejarah Bandung sebagai perkebunan kopi dan teh menyajikan keindahan yang halus dibarengi dengan udara pegunungan yang sejuk.
Sebuah cerita analog, sesuai dengan julukan Bandung “Kota Kembang”. Berbagai tumbuhan berbunga tumbuh subur di tanah Pasundan dan menghiasi jalan-jalan kota.
Namun, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipastikan kebenarannya, karena ternyata ada anggapan kedua yang melatar belakangi Bandung disebut sebagai “Kota Kembang”.
Uraian penulis sejarah Haryoto Kunto dalam bukunya yang berjudul “Wajah Bandoeng Tempo Doeloe” menjelaskan bahwa nama Kota Kembang tidak berasal dari makna lahiriah dan mutlak bunga itu. Namun berasal dari kata ‘Kembang Dayang’ yang berarti perempuan tunasusila.
Cerita bermula pada tahun 1896, pada masa Asisten Residen Priangan Pieter Sijthoff, Bandung dipercaya menjadi tuan rumah acara besar, Kongres Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula yang berkedudukan di Surabaya.
Sudarsono Katam memperkenalkan dalam buku ‘Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah’ bahwa kota Bandung dipilih sebagai tempat karena dibukanya jalur kereta api dari Batavia ke Bandung dan Surabaya pada tahun 1884.
Namun, keadaan Bandung saat itu seperti desa kecil yang penuh dengan perkebunan. Fakta ini membuat Pieter bingung apakah dia bisa melayani para hadirin dengan memuaskan.
Kemudian William Schenk, pemilik perkebunan kina di kawasan Bandung Selatan, memiliki ide dan menyarankan agar Pieter membawa perempuan cantik berparas Indo Belanda dari perkebunan kina di Pasirmalang.
Saat itu, paras Mojang Bandung dikenal dengan wajah Indo-Belanda yang cantik alami. Bukan tanpa alasan wanita Bandung berwajah Indo-Belanda, karena antara tahun 1830 dan 1870 pemerintah Belanda memberlakukan sistem tanam paksa di Nusantara.
Sistem tersebut menetapkan bahwa warga negara Belanda yang bekerja di Bandung tidak diperbolehkan membawa serta istri dan anggota keluarganya. Tak bisa dipungkiri, hidup sendiri tanpa istri membuat banyak pria Belanda menjalin hubungan dengan gadis pribumi tanpa status pernikahan. Maka tidak heran jika belasan tahun kemudian banyak remaja Bandung baik laki-laki maupun perempuan berparas Indonesia dan Belanda.
Sehingga kehadiran dan pelayanan Mojang Bandung saat itu mendapat respon positif dari para peserta sehingga turut mensukseskan acara tersebut.
Sejak saat itu, Belanda menjuluki Bandung De Bloem Der Indische Bergstede, yang berarti “Bunga Dari Pegunungan Hindia Belanda”. Julukan inilah yang melatar belakangi nama “Kota Kembang”. (Muhammad Lutfi Hasan/JT)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.