SUDAH lebih dari setahun pandemi covid-19 masih menghantui dunia, seperti tak ada tanda-tanda akan sirna. Pada akhir Juni 2021, terjadi gelombang penyebaran kedua menimpa berbagai daerah di Indonesia. Kabarnya virus corona makin ganas dengan berkembangnya varian-varian baru yang lebih cepat dalam penyebarannya, bahkan yang sudah di vaksin pun tetap terpapar.

Selama tiga minggu terakhir, time line di media sosial hampir setiap hari muncul rentetan berita orang-orang yang terpapar dan meninggal dunia, dari berbagai kalangan dan usia. Banyak di antaranya para pegiat pesepeda.
Hal ini tentu saja membuat publik pesepeda kaget, prihatin dan bersedih. Padahal sejak Juli 2020 hingga Mei 2021 lalu, saat masa new normal atau adaptasi kebiasaan baru (ABK) para pesepeda sudah sedikit leluasa bisa bersepeda kembali, berbagai event sepeda digelar meski dengan keterbatasan dan selalu menerapkan protokol kesehatan.
Saat ini kondisinya memang sedikit mencekam, seluruh rumah sakit dan rumah isolasai mandiri dipenuhi pasien-pasien Covid-19, tempat-tempat tersebut cukup kewalahan karena tak ada ruangan lagi yang tersedia. Pemerintah kembali menerapkan pembatasan sosial yang kali ini bernama Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di pulau Jawa-Bali mulai 3 hingga 20 Juli 2021.
Gowes Mandiri
Terjadinya lonjakan kasus yang terpapar positif dan banyak yang meninggal akhir-akhir ini ditanggapi beragam oleh para pegiat sepeda. Banyak yang merasa khawatir, tapi tak sedikit yang merasa biasa saja. Terkadang menjadi hal pro kontra di media sosial sesuai pikiran dan argumennya masing-masing.

Terlepas dari semua itu, sebagian pesepeda lebih memilih untuk berupaya dengan tidak keluar rumah (stay at home, work from home) atau kembali bersepeda sendirian menghindari bersepeda bersama dan berkerumun sesuai anjuran teman-teman pesepeda lainnya terutama yang berprofesi sebagai petugas kesehatan.
Bandung Raya termasuk wilayah yang terdampak kondisi tersebut, menjadi salah satu wilayah zona merah. Beberapa pegiat sepeda pun melakukan gowes mandiri (goman) ke berbagai lokasi. Ada yang menyusuri kota, pedesaan dan trek-trek sepeda yang relatif sepi, seperti yang dilakukan oleh seorang pegiat sepeda lipat dari komunitas pesepeda Lauxer yang akrab disapa kang Benard. Ia melakukan goman lumayan jauh menyusuri Warung Gowes Solokan Jeruk dan Tanjakan Monteng Majalaya di Kabupaten Bandung.
Sementara itu, Muhammad Subur Drajat melakukan goman menyusuri Puncak Bintang dan sekitarnya pada akhir pekan lalu. Rute yang dilaluinya cukup menantang sepanjang 27,4 kilometer dimulai dari Jatihandap – Cicaheum – Pasir Impun – Batu Templek – Omah Putih – Jatihandap – Sasak Batu – Cileuweung – Cipaheut – Cibanteng – Merak Dampit – Puncak Bintang – Cisayur – Caringin Tilu – Padasuka – Sasak Batu – Komplek Unisba Jatihandap.
“Gowes mandiri yang saya lakukan ini sebagai upaya menghindari kerumunan, menghindari virus corona, ikhtiar untuk imun dengan rute udara yang segar,” papar ketua Komunitas Sepeda Unisba (KSU) tersebut saat dihubungi lewat telepon genggamnya.

Lain lagi dengan anggota Paguyuban Sepeda Baheula Bandung (PSBB). Menurut ketuanya Romli Wahab, setelah diimbau untuk tidak bersepeda ramai-ramai dan kumpul-kumpul seperti biasa di akhir pekan, beberapa anggotanya melakukan goman menyebar ke berbagai daerah seperti ke Ciwidey dan Sumedang.
Gowes mandiri memang sebuah alternatif untuk menghindari kerumunan, setidaknya kita masih bisa bersepeda dengan tetap waspada dan menerapkan protokol kesehatan. Bersepeda memang hakikatnya baik, tapi menjaga diri lebih baik. Jika kondisi kita memang baik tidak masalah bersepeda, tapi jika tidak jangan memaksakan diri, lebih baik diam di rumah melakukan aktivitas positif lainnya.
Salam sehat, semangat, dan selalu waspada. Janga lupa selalu bersepeda dengan tertib, bijak, dan beretika. Salam boseh dan go green! (Cuham, Bersepeda itu Baik)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.