METRUM
Jelajah Komunitas

Cara Mencegah Banjir ala Suku Baduy

SUKU Baduy di Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten, adalah salah satu komunitas adat di Indonesia yang masih memegang teguh tradisi leluhurnya. Orang Baduy memegang teguh “pikukuh karuhun” yang di dalamnya, termuat berbagai aturan yang secara keseluruhan bertujuan untuk melindungi alam.

Masyarakat Baduy memiliki kepercayaan bahwa alam adalah salah satu titipan Yang Maha Kuasa yang harus dijaga dan dilestarikan. Hal itu sesuai dengan prinsip ajaran maupun filosofis masyarakat Baduy yaitu:

“Gunung teu meunang dilebur, Lebak teu meunang dirusak, Larangan teu meunang dirempak, Buyut teu meunang dirobah, Lojor teu meunang dipotong, Pondok teu meunang disambung. Nu lain kudu dilainkeun, Nu ulah kudu diulahkeun, Nu enya kudu dienyakeun.”

Artinya: Gunung tak boleh dihancurkan, Lembah tak boleh di rusak, Larangan tak boleh dilanggar, Buyut (Leluhur) tak boleh diubah, Panjang tak boleh dipotong, Pendek tak boleh disambung. Yang bukan harus ditolak, Yang jangan harus dilarang dan Yang benar haruslah dibenarkan. 

Proses hidup berdampingan dengan alam ini melahirkan kearifan lokal yang masih dilakukan hingga saat ini, salah satunya adalah dalam mencegah bencana banjir:

Tidak Merusak Sistem Drainase

Ada larangan adat untuk tidak merusak sistem drainase dalam kearifan lokal Suku Baduy. Hal ini cukup beralasan terutama bagi drainase alami seperti sungai atau anak sungai. Penimbunan sungai dapat mengganggu siklus air alami. Perubahan bentuk atau alur sungai terbukti dapat mempercepat limpasan air yang meningkatkan resiko terjadinya banjir.

Tidak Membuat Irigasi

Suku Baduy hanya menerapkan sistem pertanian padi ladang. Ini karena sistem irigasi merupakan larangan dalam komunitas adat tersebut. Beberapa sistem irigasi memang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Irigasi dapat mengurangi jumlah yang air yang diperlukan pada bagian hilir sungai. Ini menyebabkan terjadinya pendangkalan yang akan mengganggu rute pelayaran, habitat ikan, hingga ekosistem laut nantinya. Sementara, irigasi yang bersumber dari air tanah dapat menurunkan permukaan tanah. Hal ini menyebabkan air menggenang sehingga tumbuh-tumbuhan mati.

Tidak Mengubah Bentuk Tanah

Suku Baduy membangun rumah sesuai dengan kondisi permukaan tanah tanpa mengubahnya (meratakan, menggali, dan sebagainya). Jika tanahnya rendah maka tiang rumah dibangun lebih tinggi, begitu juga sebaliknya.  Dengan begitu, air hujan mengalir secara alami. Tindakan ini juga merupakan upaya menjaga struktur tanah agar tidak longsor dan efektif dalam menyerap air. 

Kawasan Larangan dan Perlindungan

Suku Baduy menetapkan wilayah yang tidak boleh dialihfungsikan atau dibangun sama sekali. Wilayah ini khusus menjadi kawasan hutan yang dimaknai sebagai sumber kehidupan. 

Bagi Suku Baduy, hutan merupakan sumber obat-obatan, makanan, minuman, tempat ritual, pelindung, dan tempat kebersamaan. Selain itu, mereka juga sadar akan pentingnya menjaga hutan di sekitar sungai demi keseimbangan siklus air. 

Tidak Menggunakan Bahan Kimia

Suku Baduy tabu menggunakan pupuk, racun, atau bahan kimia lainnya dalam berladang. Untuk mengusir hama, komunitas tersebut menancapkan batang tertentu yang berbau khas yang dapat mengusir tikus tapi bisa mengundang capung yang memakan hama padi.

Mereka juga tidak membuang sampah sembarangan, tidak menggunakan sabun, deterjen dan bahan-bahan kimia lain yang dapat mengotori sungai. (Vey si Sendal Jepit)***  

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.