METRUM
Jelajah Komunitas

Festival Kebudayaan Suraan Kampung Adat Pasir, Ingatkan Pesan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

KABUPATEN GARUT (METRUM) – Memperingati tahun baru 1957 Saka Sunda, Festival Kebudayaan Suraan diadakan oleh Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan di Kampung Adat Pasir, Désa Cintakarya, Kecamatan Samarang, Kabupatén Garut.

Festival dibuka pukul 08.37 WIB oleh pemandu acara. Musik pengiring terdengar di depan Bale Atikan. Host melanjutkan, “Sim kuring nyanggakeun kawilujengan. Bagja lahir sinareng batin. Acara hiji Sura 1957 Saka Sunda. Seja dikawitan.” Diikuti suara gong.

Rangkaian kegiatan terdiri dari menyanyikan lagu Indonesia Raya, mendengarkan Rajah, Doa lintas iman, Pertunjukan Angklung Buncis, sambutan, dan ritual Ampih Paré.

Terdapat berbagai perwakilan agama yang memimpin doa lintas iman. Rama Anom mewakili masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, serta doa-doa dari agama Katolik, Islam, Kristen, Hindu dan Budha.

Sambutan diberikan dari berbagai tokoh masyarakat yang hadir, di antaranya pupuhu adat Pasir, Pak Endan. Ia mengatakan, semoga di tahun yang baru ini, niatan kesatuan dan persatuan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pancasila bisa terwujud.

Rama Anom atau Pangeran Gumirat Barna Alam menjelaskan bahwa Suraan adalah wujud melaksanakan cara dan ciri manusia serta cara dan ciri bangsanya. Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan tetap berpegang teguh untuk melestarikan dan merawat tradisi leluhur. “Urang tetep panceg ngahijikeun persatuan. Panceg kana ngajaga persatuan dan kesatuan,” ujar Rama Anom.

Rama Anom atau Pangeran Gumirat Barna Alam (Foto: Rhaka K).*

Sementara Camat Samarang, Hj. Neneng Martiana, S.IP., M.Si menyebutkan bahwa Suraan belum termasuk dalam warisan budaya tak benda serta Desa Cintakarya belum ditentukan sebagai desa moderasi beragama. Oleh karena itu, ia mohon bimbingan dari semua tokoh agama supaya tumbuh toleransi antar umat beragama.”

Kampung Adat Pasir dikenal dengan Batik Pasiran motif Leuit. Batik Pasiran diapresiasi oleh komunitas bangsa Eropa. Kebanggaan Garut dan Kebanggaan Jawa Barat. Mendukung dalam ketahanan pangan nasional.

Di akhir acara, Ratna dari Balai Pelestarian Kebudayaan menjelaskan, Batik Pasiran belum termasuk Warisan Budaya Tak Benda. Oleh karena itu, perlu diusulkan oleh pemerintah Kabupaten. “Jika akan diangkat. Semua potensi dan praktik baik, juga pewarisan. Tradisi jika tidak ada pewarisan maka akan mati, sedih kita. Terus diwariskan dari generasi ke generasi,” jelas Ratna.

Ritual adat Ampih Paré dilaksanakan mulai pukul 10.26 WIB. Ini merupakan ritual adat yang memperingati ketahanan pangan. Peserta yang hadir dipersilakan mengambil baki yang berisi padi dan menyimpan padi di lumbung atau leuit. (Rhaka Katresna)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.