Mengenal Angklung Buncis dan Ampih Paré di Festival Kebudayaan Suraan Kampung Adat Pasir Kabupatén Garut
PADA Minggu, 6 Agustus 2023, pertunjukan Angklung Buncis ramai disaksikan oleh masyarakat di Kampung Adat Pasir, Désa Cintakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Pertunjukan itu adalah bagian dari perhelatan Festival Kebudayaan Suraan. Memperingati tahun baru 1957 Saka Sunda, Kalénder yang digunakan oleh Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan.
Masyarakat adat Kampung Pasir masih teguh memegang ajaran turun-temurun. Di antaranya adalah cara-ciri manusia dan cara-ciri bangsa. Pada intinya, kedua nilai itu mengajarkan manusia untuk saling menghargai dan menghormati.
Cara-ciri manusia meliputi sikap welas asih atau sikap saling mengasihi antar manusia tanpa membeda-bedakan; tata krama atau saling menghargai dan menghormati antarmanusia; undak usuk atau sikap sopan santun kepada sesama manusia; budi daya-budi basa, yakni menjaga perilaku dan ucapan; wiwaha yuda naraga, yaitu selalu mempertimbangkan dulu sebelum sebuah tindakan dilakukan.
Sementara cara-ciri bangsa berkaitan kekhasan masing-masing bangsa. Di dalamnya meliputi rupa (bentuk atau wajah), basa (bahasa), adat (kebiasaan), aksara, dan budaya. Kedua dimensi di atas diupayakan sebaik-baiknya sehingga kehidupan bersama dapat selaras dan harmonis.
Angklung buncis termasuk di antaranya reog, angklung, calung, karawitan, kecapi, serta kawih. Ragam produk aksesoris berbahan baku Kayu Jati yang bermakna agar mereka kelak bisa menjadi insan yang berkualitas.
Menampilkan empat grup yang dilengkapi 16 dogdog maupun piranti musik sejenis gendang. Disertai 48 alat musik angklung, yang didatangkan dari Kabupaten Kuningan sebagai bentuk interaksi persaudaraan dengan masyarakat adat di Kuningan yang solid.
Selain Angklung buncis, masyarakat yang hadir di Festival Kebudayaan Suraan menyaksikan upacara Ampih Paré. Upacara Ampih Pare adalah upacara menyimpan hasil panen padi dari sawah/ladang ke tempat penyimpanan padi (pare) yang disebut leuit. Pada pelaksanaannya para petani dengan memakai pakaian adat yang khas, memikul hasil panennya menggunakan alat pikul yang disebut “rengkong”. Selama perjalanan alat pikul tersebut menimbulkan bunyi yang unik, upacara ampih pare merupakan suatu prosesi pertunjukan kesenian yang khas.
Ampih Paré memiliki makna ketahanan pangan. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Energi Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kabupaten Garut Ridwan Effendi mengatakan, “Ampih Paré merupakan kebanggaan Garut dan kebanggaan Jawa Barat. Mendukung dalam ketahanan pangan nasional.” (Rhaka Katresna)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.