METRUM
Jelajah Komunitas

Lepas Stres Akibat Pandemi dengan ‘Journaling’

WASHINGTON DC – Ketidakpastian di tengah pandemi virus corona menyebabkan banyak orang merasa stres. Para psikolog merekomendasikan berbagai mekanisme untuk mengatasinya, termasuk menulis journal atau journaling.

“Aku paham bahwa letting go is a process…“

Inilah sebait tulisan Ardi Purnamaningtyas dalam jurnalnya. Dia mulai menulis jurnal sejak mengikuti pelatihan ‘journaling therapy’ beberapa bulan lalu, seperti dilansir dari VOA.

“…tetap saja ketika ada kejadian menyenangkan yang terjadi, tidak mudah untuk bisa let go…”

Ardi Purnamaningtyas, rutin menulis jurnal atau journaling untuk lebih mengenali diri sendiri. (foto: courtesy)
Ardi Purnamaningtyas, rutin menulis jurnal atau journaling untuk lebih mengenali diri sendiri (foto: courtesy).*

Ada banyak alasan yang mendorong perempuan 39 tahun di Jakarta ini untuk menuangkan isi hati dan pikirannya di jurnal. Mulai dari upaya penyembuhan untuk mengatasi trauma masa lalu, sampai melepas stres di tengah pandemi virus corona.

“Karena pandemi COVID menimbulkan banyak ketidakpastian, ada rasa khawatir, takut, bahkan mungkin marah. Ketiga emosi itu kuat banget ke aku. Cemas, takut, marah dengan keadaan,” ujarnya.

Seperti banyak orang, Ardi merasa cemas dengan virus corona dan khawatir tertular. Dia sempat memendam rasa marah dengan orang-orang yang tak disiplin menggunakan masker di ruang publik. Pekerja lepas di sebuah kantor pengacara ini juga takut kehilangan pekerjaan di tengah perekonomian yang memburuk.

Para psikolog mengatakan perasaan semacam itu wajar muncul di tengah pandemi virus corona yang penuh ketidakpastian.

“Be kind to yourself, don’t beat yourself up…”

Psikolog Pita Wardani yang berbasis di Bethesda, negara bagian Maryland, mengatakan, menulis jurnal seperti yang dilakukan Ardi, bisa membantu meringankan beban mental.

“Misalnya kita tahu ‘hari ini rasanya berat banget dan biasanya bisa sabar tapi hari ini berat banget.’ Itu bisa ditulis di jurnal. Nanti kita bisa lihat lagi misalnya dalam tiga hari pas kita lihat ke belakang, ‘oh kayanya sudah membaik,’ jadi bisa lihat kan, ada perkembangan kah? Atau ‘belum membaik dan rasanya perlu ngomong sama orang tentang ini.”

Self-awareness atau kesadaran diri semacam ini penting untuk mencegah diri ke arah negatif, tambah Pita.

Setelah melakukan journaling selama beberapa bulan belakangan, Ardi mengatakan dia merasakan banyak hal positif, terutama jadi lebih mengenali diri sendiri.

“Kaya kemarin saya baru sadar bahwa saya segitu ngga sukanya sama tulisan sendiri. Lalu ada muncul kemarahan, emosi ingin robek-robek kertas. Setelah selesai nulis saya coba renungkan, kenapa seperti ini ya? Hal-hal kaya gitu yang mungkin perlu digali lagi,” ujar Ardi.

Bagi perempuan yang gemar yoga ini, journaling bisa menjadi semacam meditasi tidak formal dimana dia bisa fokus menulis dan fokus pada diri sendiri.

Journaling berbeda dari menulis diari yang biasanya berisi kegiatan sehari-hari. Journaling dipicu dengan ‘prompt’ atau dorongan menulis.

Misalnya; “Apa yang paling disukai dari diri sendiri?,” “Tulislah surat cinta untuk diri sendiri!,” atau “Kapan terakhir kali Anda menangis dan apa pelajaran yang dipetik?”

Meski terdengar sederhana, journaling membutuhkan ketekunan, supaya kita bisa merasakan manfaatnya. (M1-VOA/vm/jm)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.