METRUM
Jelajah Komunitas

Leupet, Kelezatan Tradisional dari Kabupaten Grobogan

KABUPATEN Grobogan, Jawa Tengah, tak hanya dikenal akan keindahan alam dan kekayaan sejarahnya, tetapi juga beragam kuliner tradisional yang menggugah selera. Salah satunya adalah leupet, makanan khas yang kaya akan cita rasa lokal. Dibuat dari beras ketan yang dibungkus dengan daun pisang, leupet memiliki tekstur kenyal dan rasa gurih yang pas. Biasanya, makanan ini disajikan bersama lauk tradisional seperti opor ayam atau sambal pedas, menjadikannya hidangan yang selalu dinantikan dalam berbagai acara adat maupun keluarga.

Leupet tidak hanya sekadar makanan, tapi juga simbol kebersamaan dan tradisi yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Setiap gigitannya seakan membawa kita kembali pada akar budaya yang hangat dan kaya akan nilai-nilai kebersamaan.

Begitulah makanan tradisional ini dikenal. Makanan ini memiliki beberapa tahapan dalam proses pembuatannya. Mulai dari mengumpulkan air garam dari para petani pengepul, hingga pembuatan bahan baku leupeut.

Cara pembuatannya, beras ketan dibasuh bersih. Setelah ditiriskan, lalu dicampur dengan kelapa parut, dan air garam. Pengemasan lepeut mirip dengan ketupat, yaitu dengan menggunakan daun kelapa dan diikat dengan tali.

Leupet dimasak dengan metode rebus/kukus kurang lebih selama 4 jam. Menggunakan bahan bakar tradisional, yaitu kayu bakar. Api yang dihasilkan juga harus konsisten dan tidak boleh padam. Dengan cara tersebut, leupet yang dihasilkan memiliki rasa yang khas dan lezat.

Leupet juga tidak bisa bertahan lama dan harus segera dikonsumsi. Batas aman yang dianjurkan yaitu 6 jam di dalam suhu ruangan. Rasa yang didapat dari makanan ini mirip dengan ketupat dan ketan yang mendominasi pada lidah.

Neng Hartuti (Foto: Ferdi N).*

Salah seorang yang melestarikan leupet adalah Neng Hartuti yang merupakan nenek rekan saya, yaitu Zidhan Maulana Setiadi. Beliau merupakan pewaris/pembuat makanan ini. Neng Hartuti berasal dari Desa Prosorejo, Kecamatan Tawangharjo, Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah dan membuat leupet sejak tahun 1943. Menurut Neng Hastuti, leupet digambarkan sebagai simbolis untuk sebuah kesalahan (lepat). Neng saat ini merasa khawatir, karena takut tidak ada yang meneruskan pembuatan makanan ini. (Ferdi Nasyid/JT)***

BACA JUGA:  Trademark Market 2022: Serunya Berburu Kuliner Hingga Fesyen di TSM Bandung

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.