Novelet Religi “Sang Tokoh”: Laporan Pengemar (15)
Karya Wina Armada Sukardi
PEREMPUAN itu kemana-mana membawa sebuah foto wajahnya berdua bersama dengan wajah Sang Tokoh. Kedua wajah itu tersenyum. “Ini bukti saya dan dia saling kenal baik,” katanya.
Sebelumnya didampingi beberapa advokat, dia telah melaporkan Sang Tokoh ke polisi dengan tuduhan pelecehan seksual dan percobaan perkosaan. Menurut ceritanya, mereka bertemu dan berkenalan di sebuah acara. Foto-fotoan. Setelah itu perkenalan berlanjut. Pada suatu saat mereka pergi makan ke sebuah hotel. Namanya Hotel Pas Ples. Rupanya diam-diam, demikian tuding perempuan ini, Sang Tokoh sudah punya rencana jahat. Dia sudah memesan kamar di hotel itu.
Selesai makan mereka berdua naik ke kamar. Nah, di kamar itulah Sang Tokoh dituding mulai berusaha menggerayangi tubuh perempuan itu, tapi ditolak. Bukannya sadar, Sang Tokoh malah nampak semakin nafsu ingin melakukan hubunan bersebadan. Diceritakan Sang Tokoh mencoba memeluk. Perempuan itu beronta-ronta dan sekuat tenaga mendorong tubuh Sang Tokoh sampai jatuh. Kesempatan itu dimanfaatkan perempuan yang bersangkutan melarikan diri.
“Ini saya punya bukti pembayaran makanan di restoran dan juga pemesanan kamar,” katanya menyakinkan.
Bagaimana dapat memegang bon makanan? Menurut perempuan itu, sewaktu akan membayar makan dan minuman di restoran, Sang Tokoh memintanya untuk mengecek pesanan dan perinciaan harganya. Setelah benar, barulah Sang Tokoh membayar ke kasir, sedangkan bonnya tetap di tangan perempuan itu.
“Bon restoran itu juga ada di saya sebagai bukti.”
Perempuan itu juga punya bukti pemesanan dan pembayaran kamar hotel. “Semuanya jelas atas nama dia. Ini bukti yang gak bisa disangkal lagi!” tandasnya.
Bagaimana dia mendapat bukti pembayaran dan pemesanan? “Ketika saya berlari dari kamar dan menunggu lift, terpikir bagaimana saya nanti bisa membuktikan kasus ini benar-benar terjadi dan bukan karangan belaka? Makanya, sewaktu melarikan diri, saya cepat-cepat mampir di front desk dulu. Saya urus pembayarannya dan minta bukti pemesanannya sekalian!”
Pengakuan dan laporan perempuan ini tentu bikin gaduh. Laporannya jadi makanan empuk banyak media sosial dan media gosip. Namun ini kali publik dari awal sudah terbelah dua. Ada yang memang langsung percaya dengan keterangn perempun tersebut. Makkumlah masalah pelecehan seks sangat peka. Kaum hawa bakal langsung berang dan ramai-ramai mengutuk pelakunya.
Perundungan seksual juga tidak mengenal strata atau lapisan sosial. Dari lapisan sosial manapun dapat terjadi. Begitu pula pelecehan seksual dapat dilakukan oleh siapa saja dengan jabatan apa, tak terkecuali kalangan intelektual yang relegius seperti Sang Tokoh. Apalagi perempuan yang melaporkan ini sampai minta perlindungan ke LPSK atawa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Maklumlah yang dituduh dan dihadapinya sekeliber Sang Tokoh yang tentu saja punya jaringan dan pengaruh luar biasa. LPSK sendiri cepat tanggap menerima permintaan itu. Tak perlu menunggu beberapa hari, dalam ukuran jam sudah menyatakan resmi memberikan perlindungan kepada perempuan melapor.
Sementara itu sebaliknya sebagian kurang mempercayai laporan itu. Berdasarkan bebeberapa kali kasus yang menimpa Sang Tokoh, semuanya tak pernah terbukti. Pada kelompok ini menduga jangan-jangan pelakunya cuma ingin cari perhatian konten, prank atau sekedar untuk mendapat sensasi. Padahal beritanya sendiri hoax atau berita bohong. Wakaupun tetap ada kemungkinan Sang Tokoh melakukannya, tapi sangat kecil. Mereka kurang yakin Sang Tokoh sebejad itu. Terbelah lah masyarakat terutama di media soal sosial. Ramai nian jadinya media sosial. Jagat infotemen tiap jam diramaikan dengan tayangan perkara ini.
Bagaimana tanggapan Sang Tokoh sendiri?
“Semuanya bohong! Semuanya fitnah!” tandas Sang Tokoh. Jangankan melakukan pelecehan, tambah Sang Tokoh, kenal saja tidak. Dan Sang Tokoh tidak main-main. Dia dan advokatnya hari itu juga mendatangi polisi. Pertama melaporkan balik perempuan yang menuduhnya. Bukan pasal pencemaran nama baik saja tetapi juga dengan pasal penipuan dan sebagainya. Kedua, dia minta agar penanganan perkara ini dipercepat. Dia bersedia kapan akan diperiksa. Sang Tokoh merasa serangan ini sudah sangat berbahaya bagu dirinya dan keluarganya, bahkan sudah pidana. Tak ada dasar sama sekali. Tak ada fakta sama sekali.
“Ini persoalan serius. Saya bertekad mencuci nama baik saya,” kata Sang Tokoh.
Polisi pun bertindak cepat. Proses saling lapor “dikebut.” Kedua belah pihak dipanggil dan diperiksa. Pertama-tama dari pihak perempuan. lnilah pengakuan dan keterangan dari perempuan yang melaporkan Sang Tokoh:
Saya mengenal Sang Tokoh bermula dari acara-cara ceramah. Saya merasa nyaman bicara dengan yang bersangkutan. Wawasannya luas, tidak mudah memvonis orang. Walaupun masih muda tetapi sikapnya gentle dan melindungi. Maka saya tertarik dan kami terus berkomunikasi.
Semulanya biasa saja. Lama-lama kami memang semakin era. Saya pikir dia tulus ikhlas. Belakangan saya baru tahu sebenarnya dia munafik. Penuh nafsu. Penampilannya cuma topeng saja. Maka saya melaporkannya.
Kronologis kejadian:
Saya ingat waktu itu tanggal 25 April. Dia menjadi penceramah di hotel Pas Ples bintang empat. Setelah ceramah dia mengundang saya ke restoran yang ada disana. Lalu mengajak kamar yangb sudah dia pesan lebih dahulu. Jadi sudah ada niat buruknya. Kami ke kamar bersama. Saya bukan perempuan murahan. Saya setuju ikut ke kamar karena mungkin lebih santai.
Sesudah dia menaruh barang-barangnya, terjadi peristiwa itu. Mula-mula dia mengusap-usap wajah saya. Memuji kecantikan saya. Beralih mengelus-ngelus lengan saya.
Masih saya biarkan. Tetapi waktu tangannya mau ke dada dan berusaha membuka baju saya, saya mulai melawan. Awalnya masih halus, tetapi melihat dia semakin kasar saya pun dengan keras menolaknya. Eh dia malah tambah kalap, dia mulai memeluk paksa saya, mau cium-cium leher saya. Seketika saya meronta-rota.
Mendorongnya sampai dia jatuh ke tempat tidur.
Saya buka pintu, lari. Di bawah untungnya saya masih ingat untuk memperoleh bukti. Saya ke repsesionis mita dokumentasi pemesanan dan pembayaan. Bukti itu sampai sekarang masih saya simpan dan akan saya kasih ke polisi.
Saya melaporkan kasus ini bukan karena masalah saya saja, tetapi supaya jangan ada korban-korban kelicikan dan kemunafikanya. Makanya saya ingin diproses hukum dan karena dia pesohor dan berkedok agama, kalau mungking dia dihukum seberat-beratnya. Soal pasal dan undangn – undangnya saya tidak faham. Saya serahkan ke polisi dan pengacara saya.”
Setelah memeriksa perempuan yang melaporkan Sang Tokoh, giliran polisi memeriksa Sang Tokoh. Inilah sebagaian prosesnya:
“Saudara kenal dengan perempuan yang melaporkan Saudara?” tanya penyidik.
“Tidak. Tidak sama sekali!” jawab Sang Tokoh.
“Kalau tidak kenal, bagaimana dia dapat berfoto bersama Saudara?”
“Mungkin saja. Biasanya setelah acara resmi ceramah dan sebagainya, banyak yang minta selfi atau foto bersama, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Nah foto tersebut kemungkinan besar foto setelah saya ceramah.”
“Saudara ingat kapan foto tersebut?”
“Saya tidak mengetahui dan tidak ingat sama sekali. Setiap selesai memberi cerama dimana saja, selalu ada yang minta foto semacam itu. Jadi saya tidak ingat sama sekali.”
“Atau mungkin Saudara mengetahui dimana foto tersebut diambil.”
“Sata tidak mengetahuinya. Tidak mengingatnya.”
“Apakah Saudara sering berceramah di hotel-hotel?”
“Betul saya sering berceramah dari hotel ke hotel.”
“Apakah betul pada tanggal 25 April Saudara memberikan ceramah di Hotel Pas Ples?”
Sang Tokoh melihat telepon genggamnya uhtuk memeriksa jadwanya.
“Betul tanggal 25 April saya ceramah di Hotel Pas Ples!”
“Jelaskan bagaimana Saudara sampai ke Hotel Pas Ples.”
“Waktu itu saya dari bandara dijemput langsung oleh panitia lokal dengan mobil menuju hotel. Tapi sebelum sampai hotel, saya diajak makan di restoran yang halal lebih dahulu. Setelah itu barulah saya diantar ke Horel Pas Ples.
“Saudara masih ingat siapa yang mengundang Saudara pada tanggal 25 April itu?”
“Saya masig ingat. Mereka adalah para Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong. Untuk menghormati saya mereka mencari venue ceramah dan hotel saya di Hotel Pas Ples.
Di Hongkong hotel ini di tengah kota. Dan waktu itu kabarnya lagi ada promo. Jadi para TKI di Hongkong masih sanggup membayarnya.”
“Saudara berceramah di Horel Pas Ples?”
“Betul”
“Saudara sempat makan di restoran yang ada disana?”
“Betul. Saya sempat makan di restoran di hotel Pas Ples.”
“Siapa yang memesan makanan Makanan dan minuman disana.”
“Panitia TKI yang ada di Hongkong. Saya tidak mengerti makanan yang ada dalam menu, karena bahasa mandarin. Cuma ada sedikit terjemahannya bahasa Inggris”
Penyidik berhenti sejenak bertanya.”Bentar kami harus konsultasi dulu. Penyidik itu kemudian keluar dari ruangan. Dia berbicara dengan dua orang sesama penyidik lainnya, salah satunya komandannya. Mereka berbicara serius. Sekitar sepuluh menit kemudian penyidik yang tadi bertanya meneruskan meminta keterangan dari Sang Tokoh.
“Tadi Saudara mengatakan menu di restoran Pas Ples itu berbahasa Mandarin?”
“Betul!”
“Tidak ada bahasanya Indonesia sama sekali?”
“Ya tidaklah Pak. Apa urusan restoran di Hongkong memamakai bahasa Indonesia? Ya sama sekali tidak ada terjemahan Indonesianya.”
“Jadi pada tanggal 25 April Saudada ada di Hotel Pas Ples Hongkong.”
“Iya dari tadi saya mengatakan dan berbicara soal acara di Hongkong. Di Hotel di Hongkong.”
“Saudara punya bukti Saudara ke Hongkong dan acara di Hotel Pas Ples Hongkong.”
“Ya. Saya masih punya bording pass. Punya stempel di pasport. Dan nanti saya juga dapat menghadirkan para panitia TKI di Hongkong. Biar saya yang tanggung semua biaya.”
Sang Tokoh minta izin mengambil bukti-bukti tersebut di rumahnya.
Seminggu kemudian datang sembilan orang TKI dari Hongkong untuk menjadi saksi Sang Tokoh bahwa benar datang ke Hongkong. Tadinya Sang Tokoh mau meminta sampai 15 orang, semuanya dia yang tanggung, tapi yang dapat datang cuma sembilan orang. Semuanya menegaskan pada tanggal 25 April Sang Tokoh datang dan sedang berada di Hongkong, baru pulang beberapa hari kemudian.
Setelah semua diteliti dengan seksama dan berkas disatukan dalam satu bendel, polisi menyatakan pemeriksaan selesai. Dua hari kemudian polisi memberikan keterangan resmi:
Laporan perempuan terhadap Sang Tokoh palsu. Fiktif. Antara pelapor dengan Tokoh kita tidak pernah saling mengenal. Pelapor perempuan pernah datang ke acara Sang Tokoh dan kemudian berfoto bersama-sama. Foto itulah yang kemudian diajukan sebagai barang bukti seakan mereka sudah saling kenal.
Perempuan yang melapor telah mempelajari jadwal ceramah Sang Tokoh, termasuk yang di Hongkong, lengkap dengan nama hotelnya yang sama. Berdasarkan data itulah sang perempuan pelapor melaksanakan aksinya. Pada tanggal 25 April dia pesan kamar di Hotel di Jakarta yang nama Hotel Hongkong.
Dia minum di restoran itu. Seakan semua kejadian benar sama dengan jadwal Sang Tokoh. Cuma satu Hongkong dan satu di Jakarta. Semuanya rekayasa sendiri.
Semua pelecehan dan percobaan perkosaan merupakan hasil rekayasa yang tidak ada sama sekali.
Motif sedang didalami, tetapi dari pengakuannya dia merupakan fans berat Sang Tokoh. Kami sedang meminta bantuan keterangan dari psikolog.
Demikian keterangan polisi. Setelah itu polisi menetapkan perempuan yang melaporkan Sang Tokoh sebagai tersangka, serta mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).***
(Bersambung)
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.