Radikalisme Bisa Masuk Lewat Sekolah dan Kampus
MENANGGAPI fenomena radikalisme yang tidak asing lagi di tengah masyarakat, Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jabar berkolaborasi dengan Bandung Lautan Damai (BALAD) 2019 serta Himpunan Mahasiswa Jurusan Studi Agama-Agama (HMJ SAA) mengadakan acara “Gelar Wicara” Indonesia Darurat Radikalisme yang diselenggarakan Selasa (26/11/2019) mulai pukul 18.00 hingga 21.00 WIB di Sekretariat INTI Jabar, Jl. Soekarno-Hatta No. 157 Kota Bandung.
“Kita tidak hanya berkolaborasi dengan UIN, setiap kegiatan apapun kita pasti berkolaborasi dengan pihak manapun. Tujuan INTI adalah menyampaikan informasi-informasi yang memang perlu kita sampaikan, baik itu dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Hari ini kebetulan teman-teman UIN yang banyak terlibat, dan ini sangat positif,” ungkap Ketua Umum INTI Jabar, Tjin Bun Loi.

Acara ini menghadirkan narasumber Asep Arsyad Al-Sadaad (Ketua Umum Pengurus Besar Komunitas Mantan Napi Terorisme dan Gerakan Aktivis Radikalisme), Dr. Gustiana Isya Marjani, Ph.D. (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT) dan Tjin Bun Loi (Ketua Umum INTI Jabar) serta Indah Ayu Pratiwi sebagai moderator.
Dalam gelar wicara ini, membahas proses masuknya pemahaman radikalisme di lingkungan masyarakat. Radikalisme bisa masuk ke golongan mana pun termasuk dalam lingkungan sekolah dan kampus sekali pun. Selain itu, dibahas juga bagaimana proses penanggulangan radikalisme tersebut dilakukan.
INTI Jabar mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk menghindari dan tidak terlibat atau masuk ke dalam ranah pemahaman radikalisme. Karena pemahaman ini menguntungkan pihak teroris, sedangkan bagi masyarakat tidak ada timbal baliknya. Sehingga dalam acara ini mengintruksikan mahasiswa-mahasiswa serta seluruh masyarakat untuk tidak terlibat dalam pemahaman ini.
“Kita sepakat dengan adanya NKRI dan menganggap benar Pancasila. Untuk mahasiswa tetap semangat dan jaga kesehatan, karena dengan begitu ilmu bisa didapat,” kata Asep Arsyad Al-Sadaad.
Acara ini diikuti oleh masyarakat Studi Agama-Agama (SAA) yang terdiri dari ketua jurusan, dosen, HMJ SAA, mahasiswa SAA, INTI Jabar, BALAD 2019, dan juga masyarakat umum.
“Diskusi tentang radikalisme ini menarik, karena narasumbernya sendiri mantan napi terorisme dan diseimbangkan juga oleh narasumber dari BNPT. Sebagai mahasiswa, Saya berharap diskusi seperti dapat berkelanjutan. Terutama bermanfaat bagi mahasiswa UIN agar tidak terpengaruh oleh paham-paham radikalisme yang dapat menimbulkan perpecahan di Indonesia,” pungkas Ketua Bidang Pengembangan Hubungan Antar Umat Beragama (PHAUB) HMJ SAA, Reval Meyhendra. (Safira Arsyadin)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.