METRUM
Jelajah Komunitas

Wayang, Mahakarya dalam Seni Bertutur

WAYANG merupakan seni yang dihasilkan dari ekspresi budaya Bangsa Indonesia. Dibuat melalui proses yang benar-benar rumit dan selama berabad-abad telah dipentaskan di berbagai daerah di pulau Jawa, Bali bahkan di Sumatera maupun Kalimantan. Pada tahun 2003 lalu, UNESCO mengakui wayang dan mencatatnya sebagai mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Asal Usul Wayang

Wayang, merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang paling tua. Wayang yang berasal dari kata bayang, mulai ada pada zaman purbakala sebagai upacara memanggil arwah dengan memasang lampu minyak kelapa dan menayangkan bayangan pada dinding atau kain putih yang dibentangkan.

Namun ada beberapa pendapat mengenai asal usul wayang ini. Ada yang mengatakan bahwa wayang berasal dari kebudayaan India yang sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu.

Pendapat lain mengatakan bahwa wayang merupakan hasil kebudayaan asli masyarakat Jawa tanpa ada pengaruh budaya lain. Disebutkan pula oleh beberapa sumber bahwa wayang berasal dari relief candi karena candi memuat cerita wayang, seperti candi Prambanan. Bukti keberadaan wayang dalam perjalanan sejarah di Indonesia tercatat dalam berbagai prasasti, seperti prasasti Tembaga (840 M), prasasti Ugrasena (896 M), dan prasasti Balitung (907 M).

Jenis & Perkembangan Wayang

Pertunjukan wayang (wayang kulit) sudah ada sejak zaman pemerintahan Prabu Airlangga (976-1012 M), Raja Kahuripan, Jawa Timur. Kemudian seni wayang berkembang sesuai dengan budaya setempat. Alat peraga dan cara pertunjukannya juga ikut berkembang. Maka jenis-jenis wayang juga menjadi beragam.

Sebenarnya jenis wayang di Indonesia dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 1. Berdasarkan ceritanya. 2. Berdasarkan cara pementasannya. 3. Berdasarkan bahan pembuatannya. Namun rata-rata masyarakat kita hanya mengenal sebutan wayang kulit, wayang golek dan wayang wong (wayang yang diperankan oleh manusia).

Diawal perkembangannya, pementasan lakon-lakon wayang yang diciptakan bertemakan sastra epos Ramayana dan Mahabharata, kemudian sejak abad pertengahan diciptakan pula lakon-lakon bertemakan agama Islam. Namun akibat perkembangan zaman tentunya membawa perubahan kebudayaan dan peradaban juga, sehingga wayang yang merupakan seni adhi luhung ini makin ditinggalkan. Tidak heran, beberapa jenis wayang punah dan tak bisa lagi ditonton masyarakat.

Hingga saat ini sekitar 75 jenis wayang telah punah. Hanya sekitar 25 jenis wayang saja yang kini masih bertahan dengan jumlah komunitas dan penonton yang bisa dibilang masih cukup banyak.

Fungsi Wayang

Wayang adalah sebagai penggambaran alam pikiran manusia yang dualistik atau akan selalu ada dua hal: baik dan buruk, ada pihak atau kelompok yang saling bertentangan, lahir dan batin, serta halus dan kasar.

Seperti dalam sejarah seni Sunda, kata wayang sudah ada sejak abad V dan disebutkan bahwa Wayang adalah : “Ngawayangkeun Awak Salira” (Wayang adalah cerminan kehidupan manusia).

Selain itu, wayang juga menjadi sarana pengendalian sosial yaitu melalui kritik sosial yang disampaikan lewat humor. Fungsi lainnya adalah menanamkan rasa solidaritas sosial (rasa peduli, saling membantu, kerjasama, disiplin), termasuk juga sebagai sarana dakwah, hiburan, maupun pendidikan.

Kandungan Nilai Dalam Wayang

1. Wayang Bersifat “Momot Kamot”. Wayang merupakan media pertunjukan yang dapat memuat segala aspek kehidupan manusia (momot kamot). Pemikiran manusia, baik terkait dengan agama/keyakinan, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum maupun pertahanan keamanan dapat termuat di dalam sebuah cerita atau pertunjukan wayang.

2. Wayang Mengandung Tatanan, Tuntunan, dan Tontonan. Di dalam wayang dikandung tatanan, yaitu suatu norma atau konvensi yang mengandung etika (filsafat moral). Dijadikan tuntunan karena dalam lakon yang disajikan memiliki nilai-nilai luhur etika dan budi pekerti. Sedangkan tontonan, wayang bisa menjadi media hiburan yang menarik.

3. Wayang Merupakan Teater Total. Pertunjukan wayang dapat dipandang sebagai pertunjukan teater total, artinya menyajikan aspek-aspek seni secara total (seni drama, seni musik, seni gerak tari, seni sastra, seni vokal, dan seni rupa).

Wayang Yang Hampir Punah

Jenis yang sudah jarang dipertunjukan atau hampir punah diantaranya adalah: 1. Wayang suket (Bojonegoro, Tulungagung, Kediri, dan Blitar), 2. Wayang krucil atau klithik (Jawa Timur & Jawa tengah), 3. Wayang gedog (Kediri), 4. Wayang papak/Cepak (Cirebon), 5. Wayang menak (Kudus), 6. Wayang gandrung (Kediri), 7. Wayang beber (Pacitan & Gunungkidul), 8. Wayang kulit dari Palembang, 9. Wayang cupak dan gambuh dari Bali.

Termasuk juga beberapa wayang wong yang sudah jarang dipentaskan, karena tidak adanya regenerasi, seperti: wayang wong topeng Cirebon dan Indramayu, wayang wong Sunda, wayang wong Semarang, wayang wong topeng Malangan (Jawa Timur), Wayang Jemblung dari Banyumas, maupun Wayang Gung (wayang orang) dari Banjar, Kalimantan Selatan.

Wayang yang Masih Eksis

Jenis wayang yang masih banyak peminatnya adalah wayang kulit purwa Jawa dengan berbagai gaya, baik Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timuran, Banyumasan, maupun wayang Cirebonan, Indramayuan, Betawi dan wayang Parwa dari Bali Begitu juga dengan wayang golek Sunda, wayang Bali, dan wayang Sasak Lombok masih banyak penggemarnya dan masih sering melakukan pertunjukan. (Vey si Sendal Jepit)***  

Sumber:

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.