METRUM
Jelajah Komunitas

Harga Bahan Pangan Melonjak di Bulan Suci

KENAIKAN harga saat menjelang Ramadan seolah telah menjadi tradisi. Entah kapan bermula, yang pasti pa­ling tidak sejak dua pekan menuju ­bulan suci bagi umat Islam tersebut harga berbagai barang kebutuhan pokok mulai merangkak naik atau dalam istilah para ibu ”ganti harga setiap hari” untuk menunjukkan betapa berfluktuasinya harga komoditas.

Dilansir dari Pikiran Rakyat, Senin, 6 Mei 2019, dicontohkan sebagai berikut, pada Kamis (2/5/2019) malam, harga bawang putih di Pasar Andir sudah mencapai Rp 70.000 per kilogram. Padahal, dua hari sebelumnya saat dilakukan sidak pada Selasa (30/4/2019) ke Pasar Baru oleh tim Satgas Pangan Jabar, harga komoditas tersebut masih di angka Rp 55.000/kg. ­Jika dibandingkan ke waktu yang lebih jauh, harga komoditas ini masih Rp 28.000 per kilogram.

Begitupun dengan cabai merah tanjung, harganya sudah mencapai Rp 44.000/kg, sementara pada sidak lalu masih Rp 40.000/kg. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan cabai lainnya seperti cabai merah TW dan cabai rawit, kedua komoditas itu harganya masih relatif normal, masing-masing Rp 28.000 dan Rp 20.000/kg.

Untuk daging ayam ras masih Rp 35.000/kg, relatif sama dengan harga selama beberapa pekan terakhir. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kondisi pada akhir Maret, harga tersebut sudah naik karena ­sebelumnya masih berkisar Rp 30.000/kg. ”Ayeuna nuju kacau harga-harga teh. Teras majeng,” ucap Jumadi, salah seorang ­pedagang.

Mencoba mengingat-ingat, pria paruh baya itu memperkirakan harga komoditas mulai merangkak naik sejak pekan lalu. Ia mencontohkan harga bawang merah yang normalnya Rp 25.000-Rp 30.000/kg, melonjak menjadi Rp 40.000-Rp 45.000/kg, harga daging ayam ras dari sebelumnya Rp 28.000-Rp 30.000 menjadi Rp 34.000-Rp 35.000/kg.

Begitupun daun bawang yang naik harganya hampir dua kali lipat dari biasanya Rp 8.000/kg menjadi Rp 15.000/kg, kentang dari Rp 8.000/kg menjadi Rp 12.000-Rp 13.000/kg, wortel yang biasanya Rp 6.000/kg menjadi Rp 10.000/kg. ”Tiap mau saum ­(harga) pasti naik,” katanya.

Alasan serupa juga disampaikan Deni dan Dedeh, pedagang di pasar tradisional Pasar Baru yang ditemui Selasa (30/4/2019). ­Mereka kompak mengatakan bahwa kenaikan harga sudah biasa terjadi saat menjelang ­Ramadan.

Meski seolah sudah menjadi kebiasaan, baik Jumadi, Dedeh, maupun Deni berharap pemerintah bisa turun tangan menstabilkan harga. Alasannya, karena lonjakan harga, banyak pembeli yang mengurangi volume pembelian. Misalnya dari biasanya membeli seperempat kilogram cabai merah, menjadi hanya satu ons. Selain itu, modal yang harus mereka keluarkan pun semakin mahal, tetapi untung yang diperoleh terus menipis.
”Kalau bisa ada operasi pasar. Itu teh lumayan membantu. Biasanya harga akan bergerak turun,” kata Jumadi.

Tak hanya pedagang di pasar tradisional, pelaku ritel modern pun mengeluhkan lonjakan harga yang terjadi. Sekjen Asosiasi ­Peritel Indonesia (Aprindo) Jabar Henri Hendarta menuturkan tingginya harga yang dipatok karena harga yang diperoleh peritel juga sudah cukup tinggi. Ia mencontohkan, jika untuk komoditas bawang putih harganya Rp 58.000/kg, maka harga yang diperoleh ­peritel sudah di atas Rp 50.000/kg.

Operasi Pasar Murah

Melihat tren kenaikan harga, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Muhammad Arifin Soedjayana mengatakan, sejak 2012 lalu Pemprov Jabar menggelar ­Operasi Pasar Murah (OPM) yang digelar serentak di 27 kota kabupaten di Jabar.

OPM dilakukan untuk meringankan beban masyarakat, terutama sebagai antisipasi adanya kenaikan harga pasar selama bulan Puasa.

Tahun ini pemprov menganggarkan Rp 20 miliar untuk menyubsidi enam bahan pokok yakni beras, gula pasir, minyak goreng, telur, daging ayam, dan daging sapi yang diperuntukkan bagi 215.000 rumah tangga miskin (RTM) di Jabar yang akan diselenggarakan pada 13 Mei hingga 28 Mei 2019.

Dia menjelaskan, tahun ini jumlah penerima manfaat atau RTM diturunkan karena adanya kenaikan harga di antara bahan pokok yang disubsidi pemerintah. Pada 2018 lalu, Pemprov Jabar menyalurkan subsidi untuk 233.019 RTM. Namun, tahun ini dengan jumlah subsidi yang sama Rp 20 miliar, diper­untukkan bagi 215.000 RTM di Jabar.

Menurut dia, jika sebelumnya minyak goreng disubsidi Rp 5.000, tahun ini Rp 7.500, daging ayam negeri dari Rp 17.000 menjadi Rp 18.5000, telur ayam negeri dari Rp 13.000 menjadi Rp 14.000.

Sementara itu, dari data Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar, jumlah ketersediaan telur untuk Ramadan dan Idulfitri sebanyak 20.100 ton, sedangkan ­kebutuhannya mencapai 53.626 ton. Oleh karena itu, untuk menutupi defisit, pemprov ­bekerja sama dengan beberapa wilayah untuk mendatangkan telur ke Jabar.

Adapun untuk cabai rawit, kekurangannya 5.375 ton karena tingginya permintaan usaha kuliner dan juga dipengaruhi gagal panen karena serangan hama. Sementara itu, untuk cabai merah diprediksi aman selama Rama­dan dan Idulfitri. Untuk daging sapi terdapat 80.500 ekor yang berada di feedloter yang 5.000 di antaranya merupakan sapi indukan.

Kerja sama

Ketua Satgas Pangan Jabar Kobes Samudi mendorong koordinasi antara Bulog dan peritel. Alasannya Bulog memiliki stok sejumlah komoditas yang juga bisa dimanfaatkan untuk dipasok ke peritel.

Diharapkan, dengan adanya sinergi antara Bulog dan peritel maka lonjakan harga ­komoditas di pasaran bisa direm.

”Harapannya, dengan kerja sama ini peritel akan bisa mengambil ke divre sehingga bisa menekan harga bawang merah, yang tadinya di peritel modern mencapai Rp 58.000/kg bisa turun ke paling mahal Rp 40.000/kg, ­sehingga ini bisa membantu pemerintah menstabilkan harga. Harapannya, dengan harga di peritel Rp 40.000 maka di pasar bisa turun lagi, tidak di angka Rp 54.000-Rp 55.000/kg,” ujarnya.

Kepala Perum Bulog Divre Jabar Benhur Ngkaimi menambahkan, pihaknya menyedia­kan komoditas beras, gula, minyak goreng, bawang merah, dan daging kerbau beku. Ia pun menekankan bahwa pihaknya siap ­bekerja sama dengan peritel dan tidak ada batasan volume pembelian.

”Berapa pun kebutuhan pasar akan coba ­kita penuhi. Kita berharap juga ada kerja sama labih bagus dengan dihadirkannya toko ­pangan di setiap pasar tradisional, untuk menjadi referensi harga,” katanya. (Yulistyne Kasumaningrum/”PR”, M1)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.