METRUM
Jelajah Komunitas

Hari Diabetes Dunia: Jaga Generasi Muda dari Bahaya Gula

DIABETES berdampak ganda bagi sektor kesehatan di Indonesia. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) naik dan angka kematian akibat diabetes terus meningkat. Di sisi lain, ada semakin banyak penderita diabetes datang, dari kelompok umur 15-40 tahun.

Diabetes secara global telah masuk sebagai lima besar penyebab kematian di dunia. Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Kementerian Kesehatan, Esti Widiastuti, mengatakan kondisi di Indonesia tidak jauh berbeda.

Ia menekankan bahwa diabetes mengubah pola penyakit yang terjadi di dunia, dalam satu dekade terakhir. Konsumsi gula, minyak dan garam yang berlebih, lanjut dia, menjadi salah satu penyebab utama kasus diabetes di Indonesia.

“Satu dari lima orang Indonesia sudah masuk ke dalam golongan pre-diabetes, belum sampai ke diabetes, tapi gula darah sudah di atas normal,” ujarnya saat temu media secara daring, terkait Hari Diabetes Sedunia 2023, Senin (6/11/2023), seperti dilansir dari VOA.

Hari Diabetes Sedunia diperingati pada 14 November setiap tahunnya.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013, menyebutkan batas konsumsi gula per hari adalah 10 persen dari total energi 200 kilo kalori (kkal). Jumlah tersebut setara dengan empat sendok makan gula atau 50 gram per orang dalam sehari.

Data tahun 2019, diabetes masuk di urutan keempat penyebab kematian di Indonesia, dengan 6,2 persen. Stroke berada di urutan pertama dengan 19,4 persen, diikuti jantung 14,4 persen, dan kanker 13,5 persen.

Dipicu Faktor Lingkungan

Cuaca panas ekstrem dalam beberapa waktu terakhir, mendorong konsumsi minuman dingin, seperti es teh manis dan minuman kemasan berpemanis. Fenomena ini direspon Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang meminta masyarakat lebih bijak dalam memilih asupan yang aman bagi tubuh.

BPOM mengimbau masyarakat tidak terlalu sering mengonsumsinya es teh manis dan minuman berpemanis kemasan.

“Konsumsi gula melebihi anjuran dapat berisiko menyebabkan obesitas dan diabetes tipe 2,” terang BPOM dalam pernyataannya, beberapa waktu lalu.

Pakar kesehatan anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Profesor Aman Pulungan juga menyoroti minuman dan makanan kemasan dengan pengawet yang sering dikonsumsi anak. Aman menegaskan, kadar gula dalam minuman atau makanan kemasan itu tidak pas untuk anak. Namun, ironisnya jenis jajanan semacam itu banyak tersedia di kantin-kantin sekolah. Jika tidak, makanan atau minuman manis justru disiapkan orang tua untuk bekal sekolah anaknya. Padahal, 30 hingga 50 persen kehidupan anak berada di sekolah.

“Apalagi kalau full day, dan tidak ada snack sehat di sekolah, sulit untuk mendapatkan makanan sehat. Sementara di negara lain, buah-buahan ada di sekolah,” ujarnya.

Aman menyoroti prevalensi munculnya diabetes pada anak. Dia mendukung penerapan cukai pada minuman manis, sebagai salah satu langkah agar masyarakat, terutama anak-anak, tidak kecanduan.

“Diabetes pada anak, banyak disebabkan oleh kandungan gula yang berlebih dalam makanan atau minuman berpemanis. Industri sekarang ini harus jujur, dalam arti memastikan kandungan gula. Walaupun jus yang katanya tanpa gula, ternyata ini juga ada kandungannya,” tegas Aman.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof Dr dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD mengungkapkan adanya peningkatan dan pergeseran pasien diabetes, yang kini menyasar generasi di bawah umur 40 tahun.

“Kalau dulu pengidap diabetes berumur di atas 50 tahun, kini sudah bergeser mulai di bawah usia 40 tahun. Ada 5 persen yang saya tangani itu. Sebelumnya sangat jarang,” ujar Ketut.

Pergeseran pola usia pengidap diabetes ini, imbuh Ketut, perlu langkah diantisipasi sejak usia dini. Ketut khawatir, pola konsumsi gula berlebih memicu diabetes tipe 2 sejak usia muda.

Pengobatan diabetes dan penyakit turunannya tergolong relatif mahal. Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik Kemenkes, Esti Widiastuti mencatat, peningkatan pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia diakibatkan diabetes dan sejumlah penyakit turunannya.

“Pada 2021, biaya JKN tertinggi disebabkan oleh gangguan jantung dengan Rp8,7 triliun, kanker Rp3,5 triliun, stroke Rp2,2 triliun, dan gagal ginjal Rp 1,8 triliun,” tandas Esti. (M1-VOA/ys/ns/em)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.