Kitakyushu, Menanggung Polusi dan Pencemaran Akibat Revolusi Industri (Bagian-3)
Oleh Indriyani Rachman*
KOTA Kitakyushu di Jepang terkenal dengan pembenahan lingkungannya. Padahal kota ini pernah memiliki sejarah buruk terkait dengan lingkungan akibat kegiatan industri.

Namun, berkat kerja keras, dalam jangka waktu 30 tahun, kota ini menjadi eco-town, kota yang ramah lingkungan dengan konsep pengelolaan lingkungan yang sangat baik ditinjau dari berbagai aspek.
Sejak terjadinya revolusi industri yang ditandai dengan berdirinya pabrik baja Yahata di distrik Tobata, Kota Kitakyushu menjadi kota yang sangat bermasalah dalam hal lingkungan hidup.
Pada tahun 1960an, kota ini disebut sebagai kota “7 warna” karena selalu memiliki awan yang berwarna akibat polusi udara. Pada saat itu pula, Kitakyushu memiliki sungai yang berwarna ungu tanpa ikan dan tumbuhan yang dapat hidup di dalamnya.
Berbagai macam penyakit, terutama sesak nafas dan gatal-gatal pada kulit akibat polusi, saat itu menyerang anak anak dan menjadi wabah yang merajalela.
Tahun 1950 sampai dengan 1970an merupakan masa pertumbuhan ekonomi yang pesat di Kitakyushu. Ditandai lahirnya industri berat seperti manufaktur besi.
Namun, perkembangan pesat di bidang industri ini menimbulkan dampak lingkungan yang parah. Pencemaran yang sangat serius ini, didorong oleh perkembangan persaingan yang intensif di industri besi di pasar internasional. Karena seperti diketahui, Kota Kitakyushu memiliki pabrik Yahata sebagai salah-satu penghasil baja di Jepang.(*Penulis tinggal di Kitakyushi-shi, Fukuoka, Jepang).***