Mampukah Mengulang Sejarah?
Rencana Reaktivasi Jalur Kereta Api di Jawa Barat

SURAT kabar De Preanger Bode edisi 12 Februari 1921, memberitakan bahwa Staats Spoorwegen (SS/perusahaan kereta api negara Hindia Belanda) membuka dua jalur kereta api sekaligus, yakni Bandung-Soreang dan Rancaekek-Tanjungsari. Kedua jalur kereta api itu disebut sebagai jalur trem sebab, secara dominan, posisi jalur rel lintasan sejajar dengan jalur aspal di jalur rata.
Sembilan tahun setelah itu, jalur kereta api Garut-Cikajang dibuka. Koran berbahasa Belanda Bataviaasch Nieuwsblad pada 5 Agustus 1930 yang arsipnya tersimpan di Koninklijke Bibliotheek Belanda mewartakannya. Pembukaannya digelar pada 4 Agustus 1930.
Dari sejumlah arsip itu tergambar bahwa pembukaan jalur kereta baru dilakukan secara meriah. Para pejabat tinggi hadir. Hiburan dan aneka kesenian disajikan setelah acara doa bersama yang dipimpin oleh penghulu setempat. Semua bersuka ria menyambut harapan baru.
Sejarah akan berulang. Seabad setelah itu, pada 2021, kemeriahan serupa akan terjadi. Rangkaian acara yang digelar juga tak akan jauh berbeda. Jalur yang akan diresmikan juga sama. Pun demikian dengan harapan-harapannya.
Rencana pengaktifan kembali (reaktivasi) jalur-jalur kereta api yang telah lama mati kembali mengemuka. Terdapat empat jalur yang akan diaktifkan, yaitu Bandung-Ciwidey, Rancaekek-Tanjungsari, Cibatu-Garut-Cikajang, dan Banjar-Pangandaran-Cijulang. Total panjang jalur itu mencapai 178,8 kilometer dan dibutuhkan biaya sedikitnya Rp 7,9 triliun. PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan pemerintah menargetkan, empat jalur itu dapat digunakan pada tahun 2022.
Rencana itu bukanlah hal baru. Beberapa kali, rencana serupa bergulir dalam satu dasawarsa terakhir. Sayangnya, rencana-rencana itu menguap seiring dengan pergantian pemimpin di tingkat pusat ataupun daerah.
PT KAI melalui direkturnya, Edi Sukmoro, mengaku telah membicarakan rencana ini dengan Gubernur Jawa Barat Mochamad Ridwan Kamil. Reaktivasi jalur kereta api dipandang menguntungkan bagi masyarakat karena ada kemudahan transportasi. Perekonomian daerah yang dilayani kereta api dapat tumbuh.
Pembukaan jalur kereta yang dilakukan seabad lalu pun memiliki tujuan yang sama persis dengan yang terjadi saat ini. Selain mengangkut orang, kereta dapat mengangkut sumber daya alam secara lebih efektif dan efisien.
Data potensi dari Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat tahun ini mencatat, di kawasan Pangandaran, masih terdapat 25.000 hektare tanaman kelapa sawit. Kawasan ini masih menjadi sentra produksi kelapa Jawa Barat, dengan usaha olahannya dalam bentuk gula kelapa. Jika jalur kereta api Banjar-Pangandaran-Cijulang dibuka, semua potensi ini akan tergali secara optimal tanpa terkendala kemacetan lalu lintas.
Garut didahulukan
Berdasarkan rencana, jalur Cibatu-Garut-Cikajang menjadi jalur pertama dari empat jalur kereta api di Jawa Barat yang akan direaktivasi. Dana mencapai Rp 350 miliar-Rp 400 miliar telah disiapkan untuk mendukung langkah yang diyakini akan mampu meningkatkan geliat perekonomian dan aksesibilitas masyarakat di Jabar tersebut.
Manajer Humas PT KAI Daop 2 Bandung Joni Martinus menuturkan, tahap pertama, pihaknya telah mendapatkan penugasan untuk segera melakukan proses reaktivasi di jalur Cibatu-Cikajang sesi I, yakni Cibatu-Garut, sepanjang 19,3 kilometer.
Berdasarkan hasil peninjauan lapangan yang dilakukan belum lama ini, tercatat sedikitnya 1.500 bangunan yang berdiri di jalur yang sudah tak aktif sejak 1983 tersebut. Mulai Desember 2018, akan mulai dilakukan penertiban dan diharapkan rampung tahun depan.
”Jalur ini dipilih karena dari sisi pengerjaan dinilai lebih mudah, seperti jejak rel yang masih ada dan jalurnya tidak begitu panjang dibandingkan dengan jalur lainnya. Selain itu, tidak sepenuhnya jalur telah dipenuhi bangunan sehingga sangat mungkin dikerjakan,” ujarnya.
Disinggung mengenai kemajuan proses dari tiga jalur lainnya, Joni tidak berkomentar lebih banyak. Ia mengaku, hampir semua sumber daya yang ada saat ini tengah difokuskan untuk mendukung kelancaran proses reaktivasi jalur Cibatu-Cikajang sesi I tersebut.
Pernyataan Joni Martinus ini agak tak sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Gubernur Ridwan Kamil, beberapa saat setelah pelantikan. Ridwan justru hanya mengungkapkan rencana reaktivasi jalur KA Bandung-Ciwidey, bukan jalur lainnya, termasuk Garut.
Tuntutan warga
Maju mundurnya rencana reaktivasi jalur kereta di Jawa Barat ini tak terlepas dari tingginya potensi konflik dengan masyarakat yang kini tinggal di sepanjang jalur kereta api yang telah lama mati. Beberapa kejadian konflik antara warga dan aparat saat lahan itu akan kembali dikuasai negara menjadi catatan kelam sulitnya penanganan sosial dalam kasus ini.
”Silakan saja kalau mau dibangun. Tetapi, tolong perhatikan kami. Saya tinggal dan membangun rumah di sini tahun 1998 karena ini lahan garapan saya. Kalau pemerintah mau mengaktifkan kembali jalur ini, harus solid dengan warga,” ujar Yanto Irianto (54), warga Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Kamis (27/9/2018).
Sejumlah warga yang ditemui di empat jalur kereta yang akan diaktifkan juga berpendapat serupa. Warga sadar, mereka menempati lahan PT KAI, tetapi berharap pemerintah memperhatikan nasib mereka saat direlokasi.
Solusi pemprov
Ridwan Kamil paham betul bahwa reaktivasi empat jalur kereta itu bernilai strategis dengan sejumlah proyek infrastruktur yang kini berjalan dan yang direncanakan. Selain membawa banyak manfaat bagi warga, juga akan menggeliatkan perekonomian di banyak tempat.
Potensi konflik sosial juga ada di depan mata. ”Isu permukiman pasti ada. Itu yang kami sosialisasikan sejak pekan lalu dengan pemahaman hukum yang seadil-adilnya. Saya tidak mau jadi pemimpin yang populis. Tetapi, memang, semua harus dikomunikasikan,” ujarnya.
Terkait dengan masalah hukum, beberapa hari sebelumnya, ia juga menyatakan bahwa Pemprov Jawa Barat menyatakan siap mendukung kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam upaya melakukan sertifikasi tanah masyarakat yang saat ini baru mencapai 56% dari 1,2 juta bidang tanah di Jabar. Hal itu didorong guna melancarkan rencana pembangunan agar sampai tidak terhambat karena persoalan tanah.
”Program pengembangan empat jalur kereta api itu pasti bermuara pada lahan-lahan yang tidak berlandasan hukum, tetapi dihuni,” tuturnya, Selasa (25/9/2018). Bila hak atas tanah tidak terlegalisasi dengan baik, kata dia, percepatan pembangunan akan melambat hingga 50%. ”Karena waktunya habis bukan untuk membangun, melainkan habis untuk memetakan ini haknya siapa.”
Ridwan berharap, dengan kerja sama antara Kantor BPN dan Pemprov Jabar, semua lahan di Jabar dapat memiliki kekuatan hukum yang jelas sehingga pembangunan pun dapat lebih cepat.
Harus mewujud
Guru Besar Kelompok Keahlian Transportasi ITB Ofyar Z Tamin menyebut program reaktivasi beberapa jalur kereta api di Jawa Barat, khususnya Bandung-Ciwidey, merupakan sebuah kebutuhan yang harus diupayakan sekuat tenaga.
Permasalahan berat di lapangan, terutama terkait dengan pengosongan lahan dari permukiman warga, semestinya tidak membuat pemerintah menangguhkan lagi rencana tersebut.
Dijelaskan Ofyar, reaktivasi jalur kereta api Bandung-Ciwidey bakal memberikan sumbangan penting bagi perbaikan layanan transportasi publik di kawasan Bandung Raya. Syaratnya, pemerintah serius menyiapkan keterhubungan layanan ini dengan beragam moda lainnya, terutama Trans Metro Bandung (TMB) dan angkutan kota.
”Reaktivasi jalur kereta ini akan menambah layanan angkutan publik yang memang sangat dibutuhkan warga Bandung Raya. Namun, tanpa konektivtas dengan moda angkutan lain, dampaknya bakal kurang signifikan. Ini pekerjaan rumah besar kita,” katanya.
Ia menilai, salah satu masalah berat di Bandung adalah belum jalannya layanan TMB secara optimal. Pengoperasiannya masih terpisah-pisah dan belum terhubung dengan moda transportasi umum lainnya. Selama lima tahun terakhir, tidak ada perbaikan signifikan.
Sistem transportasi yang terintegasi bakal membuat tarif lebih terjangkau. Selain menghemat pengeluaran, warga kelompok ekonomi menengah ke bawah juga menjadi semakin produktif.
Saat rencana reaktivasi jalur-jalur kereta ini mewujud, pada 2021 atau 2022, semua media akan mencatat pengulangan sejarah seabad silam. Sebuah peresmian dilakukan para pejabat tinggi diiringi hiburan setelah doa bersama. Semua harapan mereka dan masyarakat akan dicatat lengkap oleh semua media sekaligus meyakinkan bahwa impian seratus tahun silam masih relevan saat ini. (Sumber: Kodar Solihat, Novianti Nurulliah, Tri Joko Her Riadi, Yulistyne Kasumaningrum/”PR”, 01/10/2018)***