Partai Demokrat Hong Kong di Ambang Pembubaran: Akhir dari Sebuah Era Politik
HONG KONG – Partai oposisi terbesar dan tertua di Hong Kong, Partai Demokrat, mengumumkan bahwa mereka akan memulai proses pembubaran. Menurut para analis, langkah ini menandai berakhirnya sebuah era bagi gerakan prodemokrasi di kota tersebut.
Dilansir dari VOA, dalam konferensi pers pada Kamis (20/2/2025), Ketua Partai Demokrat, Lo Kin-hei, menyampaikan bahwa partainya yang berdiri sejak 1994 akan membentuk satuan tugas beranggotakan tiga orang untuk mengkaji prosedur pembubaran.
“Kami mempertimbangkan situasi politik di Hong Kong secara keseluruhan serta berbagai kemungkinan di masa depan, dan inilah keputusan yang kami ambil,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa keputusan akhir akan bergantung pada hasil pemungutan suara internal partai, meskipun jadwal pemungutan suara belum ditentukan.
Pemerintah Hong Kong hingga kini belum memberikan tanggapan terkait kabar tersebut, dan otoritas setempat tidak menjawab pertanyaan dari VOA mengenai rencana pembubaran Partai Demokrat.
Sementara itu, media yang dikelola Partai Komunis China, Wen Wei Po, dalam tajuk rencananya pada Senin (24/2), menyebut bahwa rencana pembubaran ini disebabkan oleh hubungan partai tersebut dengan taipan media yang dipenjara, Jimmy Lai, serta dukungannya terhadap demonstrasi prodemokrasi tahun 2019 yang dianggap penuh kekerasan oleh Beijing.
Didirikan beberapa tahun sebelum berakhirnya kekuasaan kolonial Inggris, Partai Demokrat memiliki peran penting dalam transisi Hong Kong ke pemerintahan China. Para pemimpin awalnya, seperti Martin Lee dan Albert Ho, turut merancang konsep Satu Negara, Dua Sistem, yang menjamin tingkat otonomi tinggi bagi Hong Kong di bawah kendali Beijing.
Sejak penyerahan Hong Kong ke China pada 1997, Partai Demokrat menjadi oposisi utama dalam legislatif kota, memimpin aksi protes dan memperjuangkan hak pilih universal serta pemilu langsung sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Hong Kong.
Namun, setelah gelombang protes antipemerintah yang mengguncang Hong Kong pada 2019, Beijing mulai memperketat kontrolnya atas kota tersebut. Hal ini ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Keamanan Nasional pada Juli 2020 serta perubahan sistem pemilu yang secara efektif menghambat kandidat prodemokrasi untuk maju dalam pemilu. (M1-VOA/ka/lt)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.