Red Velvet, Kue-nya Tentara AS Zaman Perang
TULISAN ini terinspirasi ketika kantor tempat saya bekerja mengadakan acara perayaan atau syukuran buat yang berulang tahun di bulan Januari 2019. Acara seperti ini memang diadakan tiap bulannya buat karyawan maupun bos yang tengah berulangtahun. Di acara seperti ini, selain ada permainan-permainan lucu dan unik, tidak ketinggalan juga disajikan kue ulang tahun yang bakal dipotong dan dibagikan buat semua yang hadir.
Nah, kali ini ada yang menarik perhatian saya, saat salah satu kue ulang tahun yang disajikan adalah Red Velvet Cake. Kue ini merupakan salah satu jenis puffy cake atau kue dengan tingkat kelembutan yang cukup tinggi. Di dalam tiap potongannya didominasi warna merah hingga membuat kue ini terlihat seksi.
Bak seorang gadis seksi yang menggoda, Red Velvet mampu hadir memikat teman-teman untuk segera melahap kue ini. Apalagi buat teman-teman yang doyan dengan kue berwarna merah ini, pastinya bakal memotong kue ini dalam ukuran potongan yang cukup besar.
Saya sendiri tidak terlalu suka kue ini. Kalau saya, melihat potongan kue merah ini, justru malah ingat asal-usul sejarahnya. Melirik ke tahun 1940-an, red velvet ternyata sudah ada sejak zaman perang dunia kedua. Kue ini sangat populer di Amerika Serikat karena merupakan kue yang sering disajikan untuk para tentara yang baru pulang dari medan perang atau tengah melakukan perayaan tertentu.
Saat perang dunia kedua berlangsung penuh dengan masa sulit atau krisis ekonomi, termasuk kesulitan para pastry chef untuk mendapatkan bahan-bahan membuat kue maupun pewarna makanan. Kondisi ini akhirnya membuat para chef berinovasi menggunakan buah bit. Buah bit yang termasuk dalam ras umbi-umbian ini banyak ditemui di negara Paman Sam tersebut
Hal tak terduga dari inovasi ini adalah saat bit dijadikan sebagai pewarna makanan maka terciptalah kue berwarna merah mencolok yang kemudian disebut Kue Merah. Warna merah dipilih para chef, sebagai pemberi semangat sekaligus mengenang para tentara yang gugur di medan perang yang telah mengorbankan darah maupun nyawa.
Selain disebut kue merah, ternyata kue ini juga punya julukan unik yaitu Devila’s. Disebut Devila’s karena kue ini dianggap simbol dari sosok Red Devil atau iblis merah, sekaligus simbol pertumpahan darah yang terjadi pada masa perang dunia kedua.
Memang banyak versi mengenai asal-usul terciptanya kue yang satu ini. Sumber lain mengatakan bahwa red velvet tadinya merupakan salah satu menu dari restoran. Sebuah hotel yang memiliki restoran terkenal bernama “Waldorf-Astoria” pada awalnya menyediakan menu sebuah cake yang berwarna merah mencolok.
Lalu ada seorang pelanggan “Waldorf-Astoria” yang meminta resep cake merah buatan restoran tersebut. Akhirnya pihak restoran memberikan resep dan mengharuskan wanita tadi untuk membelinya seharga 350 dolar. Dengan resep yang sudah ia dapatkan, wanita tersebut menyebarkannya.
Selain itu, ada juga yang menyebutkan bahwa red velvet tadinya berasal dari toko roti Department Store Earton Kanada. Sekitar tahun 1940 hingga 1950, istri pemiliki Earton mengaku telah membuat red velvet dan menjualnya hingga ia berani mengklaim bahwa produk red velvet asli buatan Earton.
Sementara itu, Red Velvet Cake baru hadir di Indonesia sekitar tahun 2015-an dan dibilang sama anak zaman now sebagai kue kekinian, padahal kue ini bukanlah terobosan baru, karena resep asli pembuatan kue merah (red velvet) ini sudah ada sejak akhir tahun 1800-an.
Nah, ada yang menarik juga dari resep asli red velvet cake ini. Ternyata warna merah bukan berasal dari bahan pewarna makanan tapi justru menggunakan kakao (coklat) yang mengandung pigmen merah dari zat antosianin. Zat ini akan bereaksi dengan buttermilk dan cuka pada saat dicampurkan ke dalam adonan sehingga kakao akan terlihat lebih merah karena adanya perubahan pH.(Mak Vey van Driel)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.