Sabuga, Si Balong Ikan
WARGA Kota Bandung tidak asing lagi jika mendengar Sabuga atau Baksil. Keduanya adalah tempat rekreasi yang cukup populer. Kata Sabuga adalah singkatan dari Sasana Budaya Ganesha, yaitu suatu gedung serba guna yang sering digunakan sebagai tempat pertunjukan atau acara-acara lainnya yang dapat mengakomodasi ribuan orang untuk hadir di dalamnya.
Di kompleks itu juga tersedia Saraga (Sarana Olah Raga) yang terdiri dari jogging track, lapangan sepak bola dan kolam renang. Kompleks ini dikelola oleh ITB (Institut Teknologi Bandung), perguruan tinggi negeri yang terkenal di Indonesia.
Kata Baksil adalah singkatan dari Babakan Siliwangi, yaitu taman/hutan kota yang disediakan untuk orang berekreasi jalan-jalan menghirup udara segar dengan rimbunan pohon dan semak. Lahan ini dikelola oleh Pemerintah Kota Bandung. Sayangnya, keadaan taman ini tidak bagus pemeliharaannya sehingga terkesan kumuh.
Generasi belakangan hanya tahu bahwa lembah ini dulunya bernama Lebak Gede (Lembah Besar). Siapa tahu bahwa dahulunya lahan Sabuga dan Baksil ini pernah menjadi balong atau kolam tempat memelihara ikan yang cukup luas. Hal ini dapat kita lihat dari foto dan peta lama tentang Kota Bandung pada jaman kolonial Belanda.

Gambar pertama adalah foto pemandangan ke arah G. Burangrang. Pada sudut kiri atas terlihat G. Tangkuban Parahu. Gedung di depan G. Burangrang adalah Villa Meyling yang konon dibangun atau disediakan untuk tempat bulan madu pasangan kerajaan Puteri Juliana dan Pangeran Bernhard tetapi akhirnya tidak jadi dipergunakan. Sekarang menjadi Psi-AD beralamat di Jl. Sangkuriang d/h Lamingaweg. Terlihat di latar depan adalah kolam-kolam pemeliharaan ikan dalam berbagai ukuran.
Gambar kedua adalah cuplikan Peta Kotapraja Bandung tahun 1935 untuk lahan tersebut. Sebelah utara dibatasi oleh Jl. Siliwangi d/h De Grootweg. Sebelah timur dibatasi oleh Jl. Tamansari d/h Ghijselsweg. Sebelah selatan oleh Jl. Tamansari d/h Huygensweg dan BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) yang dahulu bagian dari Jubileum Park yang diperuntukkan sebagai taman/hutan kota. Sebelah barat dibatasi S. Cikapundung.

Sungguh memprihatinkan melihat keadaan lembah ini sekarang. Dalam peta tersebut, mulai dari Jl. Siliwangi d/h De Grootweg ke selatan sampai Jl. Wastukencana d/h Engelbert van Bevervoordeweg, lahan tersebut milik Kotapraja Bandung yang diperuntukkan sebagai pertamanan atau lahan terbuka yang dimaksudkan sebagai paru-paru kota yang dapat membersihkan polusi udara.
Bagian utara diisi dengan kolam ikan. Bagian tengah untuk ditanami pepohonan besar dan kebun binatang (Dieren Tuin, orang lokal menyebutnya derenten).
Bagian selatan untuk kebun pembibitan berbagai tanaman sehingga nama jalan di tempat itu sekarang adalah Kebon Bibit. Sekarang lahan itu terpecah-pecah kepemilikan dan pengelolaannya, hanya sebagian kecil saja yang dikelola Pemerintah Kota Bandung.
Bagian tengah dan selatan menjadi pemukiman yang sangat padat dengan tata ruang yang sangat semrawut. (M1, Sumber: FB Muliawan Johor)***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.