Ini Kalimat Permintaan Maaf yang Salah!
HARI RAYA Idulfitri sebagai hari kemenangan setelah selama sebulan berpuasa, dijadikan umat muslim sebagai hari untuk saling memaafkan. Saling meminta maaf di keluarga, kerabat, teman dan sesama muslim.
Permintaan maaf yang tulus adalah langkah yang ampuh untuk memperbaiki perasaan yang menyakitkan dan mencari penyelesaian.
Hanya saja, permintaan maaf setengah hati, di sisi lain bisa lebih buruk daripada tidak melakukannya.
Perbedaan antara permintaan maaf yang tulus dan yang setengah hati dapat dilihat dengan bagaimana itu diungkapkan.
Suatu pepatah mengatakan, jika Anda meminta “maaf” dan diikuti dengan kata kondisional seperti “tetapi” atau “jika”, Anda sudah menuju ke arah yang salah.
Dilansir dari Huffington Post, Senin 16 April 2018 lalu, beberapa terapis membagikan frasa yang harus Anda hindari saat meminta maaf kepada teman, anggota keluarga, bahkan orang yang sangat penting bagi Anda.
1. “Maafkan saya jika Anda merasa seperti itu”
Meskipun frasa ini dimulai dengan kata-kata, “Maafkan saya”, itu bukan permintaan maaf yang nyata. Itu tidak mengambil kepemilikan atas kesalahan apa pun.
Itu tidak mengomunikasikan penyesalan atas tindakan Anda, dan itu tidak mengekspresikan empati terhadap perasaan orang lain.
Sebaliknya, kata-kata ini menyiratkan bahwa Anda berpikir orang lain sedang tidak rasional atau terlalu sensitif.
Cobalah untuk memahami dan bertanggung jawab atas bagaimana tindakan atau kata-kata Anda menyakiti orang lain.
Dengan kata-kata seperti, “Maafkan saya bahwa saya membatalkan rencana kita secara dadakan. Itu seakan tidak menghargai waktu Anda dan saya mengerti mengapa Anda marah pada saya”,” ujar Gina Delucca, psikolog klinis di Wellspace SF.
2. “Saya menyesal saya mengatakan itu, tetapi saya tidak akan pernah melakukannya jika Anda tidak berperilaku seperti itu.”
Ini bukan permintaan maaf untuk perilaku seseorang tetapi sebenarnya manuver untuk meminta orang lain bertanggung jawab atas perilaku seseorang. Dengan kata lain, “Anda membuat saya mengatakan ini kepada Anda”.
Kita semua bertanggung jawab atas perilaku kita, tidak peduli apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain.
Permintaan maaf sepenuh hati adalah untuk mengenali rasa sakit yang kita sebabkan.
Cobalah mengatakan, “Maafkan saya bahwa saya bereaksi seperti yang saya lakukan dan membuat Anda kesal”,” ujar Carol A. Lambert, psikoterapis dan penulis Women with Controlling Partners.
3. “Saya berkata saya sudah minta maaf, mengapa Anda tidak bisa melupakannya?”
Menyalahkan pasangan Anda karena tidak segera memaafkan Anda, adalah sosok yang tidak realistis dan tidak adil.
Seharusnya agar permintaan maaf menjadi efektif, harus jelas bahwa Anda menerima tanggung jawab penuh atas tindakan Anda.
Anda benar-benar minta maaf atas apa pun yang telah Anda lakukan karena menimbulkan luka, kecewa dan rasa sakit.
Tidak semua permintaan maaf mengarah pada pengampunan segera. Mungkin butuh waktu bahkan diperlukan lebih dari satu kali permintaan maaf.
“Mulailah dengan menanyakan apa yang pasangan Anda butuhkan untuk mempercayai Anda dan merasa aman dan kemudian melakukannya.” kata Sheri Meyers, ahli terapi perkawinan dan keluarga dan penulis Chatting or Cheating: How to Detect Infidelity, Rebuild Love and Affair-Proof Your Relationship.
4. “Saya minta maaf jika saya menyinggung Anda.”
Ini adalah contoh permintaan maaf bersyarat yang tidak benar-benar mengakui penyesalan atau tanggung jawab pribadi apa pun.
Dengan menggunakan kata ‘Jika,’ Anda menyampaikan bahwa masalahnya bukan tentang apa yang Anda lakukan, tetapi tentang bagaimana orang itu bereaksi terhadap apa yang Anda lakukan.
Pada dasarnya, permintaan maaf ini menempatkan kesalahan kembali ke orang yang dituju.
Cukup hapus kata ‘Jika’, dan permintaan maaf Anda dapat memiliki makna yang berbeda.
“Maafkan saya telah menyinggung Anda. Saya akan memastikan untuk lebih perhatian dan berhati-hati dengan kata-kata saya di masa depan.” kata Tara Griffith, ahli terapi perkawinan dan keluarga dan pendiri Wellspace SF. (M1)***