METRUM
Jelajah Komunitas

Mengapa Blog, dan Bukan Media Sosial?

KEPADA banyak orang, saya kerap mengajak mereka untuk menulis di blog, alih-alih hanya melemparkan sebuah status di media sosial. Alasannya sederhana: konten di blog bisa lebih berguna dan bermanfaat untuk banyak orang. Tidak hanya pada masa kini, melainkan juga untuk masa depan.

Yudha P. Sunandar

Keunggulan ini tidak lepas dari karakteristik blog yang memungkinkan siapa pun bisa menyusuri arsip-arsip tulisan lama. Bahkan, pengembang mesin blog, semisal WordPress dan Blogspot, bermurah hati menyediakan fitur arsip konten kita dan mengelompokkannya berdasarkan tahun dan bulan. Untuk menggunakannya, kita hanya perlu mengklik tahun, kemudian bulan, dan menelusuri tulisan-tulisan yang ingin kita cari.

Kemudahan untuk mengeksplorasi konten lainnya tersedia dalam bentuk kategori dan tag (tanda). Di koran, kategori sepadan dengan rubrik yang berfungsi mengelompokkan tulisan berdasarkan tema besarnya. Misalnya, pada kategori Travel, kita akan menemukan konten-konten tentang penjelajahan ke berbagai wilayah. Juga pada kategori Kebun, kita bisa dengan mudah menemui tulisan-tulisan tentang mengolah tanah dan memeliharan tanaman.

Adapun tag (tanda) merupakan kata-kata kunci untuk mengidentifikasi sebuah tulisan, mirip seperti dalam tulisan jurnal. Jumlahnya pun tidak banyak-banyak, sekitar 3 -7 kata. Misalnya saja, kita menulis tentang profil Museum Konperensi Asia-Afrika. Biasanya, kata kuncinya tidak akan jauh dari: MKAA, museum, asia-afrika, konferensi asia-afrika, dan Bandung. Nah, kata kunci ini membantu kita menemukan tulisan-tulisan dengan topik sesuai harapan kita.

Sayangnya, fitur-fitur demikian tidak tersedia dalam media sosial, seperti: Facebook, Twitter, maupun Instagram. Cobalah cari arsip status kita di media sosial tersebut. Kita harus menggulung layar hingga bawah. Capek rasanya. Meskipun memiliki fungsi #tag atau tanda, tetapi kita harus mengingat-ngingat tanda tersebut sebelum benar-benar menemukan status tersebut.

Kembali ke blog. Keunggulan lainnya dari teknologi ini adalah ketersediaannya di-indeks oleh mesin pencari, semacam Google. Google akan dengan mudah merujuk tulisan-tulisan di blog, atau pun website lainnya, sesuai dengan kata kunci tertentu. Tentunya, pengunjung akan mudah mengakses dan membaca tulisan-tulisan tersebut.

Nah, coba bandingkan dengan status-status yang bertebaran di media sosial. Umumnya, status jenis ini terdapat dalam sistem yang tertutup, sehingga menyulitkan Google untuk mengindeksnya. Pun bila masuk dalam hasil pencarian Google, pengguna belum tentu bisa mengakses kontennya karena harus login atau akses yang terbatas. Hasilnya, karya-karya terbaik tidak pernah bisa dinikmati oleh publik dan hanya teronggok di sistem media sosial.

Media sosial sendiri memang cukup canggih dalam mempertemukan kerumunan massa, dan seringkali masa lalu. Hanya saja, media ini terkesan reaktif. Rasanya, lebih cocok sebagai etalase, untuk kemudian dilupakan. Media sosial juga memiliki batas hidup, tergantung dari seberapa banyak pesaingnya, juga kemampuan berinovasinya. Semakin banyak pesaingnya dan semakin miskin inovasinya, maka semakin pendek usianya.

Fungsi blog lainnya, memungkinkan netizen untuk mempertimbangkan kepakaran seseorang. Caranya sangat mudah, tinggal menengok seberapa transparan sang penulis memperkenalkan dirinya, seberapa banyak tulisan orisinal yang muncul dalam blognya, serta seberapa beragam tema tulisannya. Semakin transparan sang penulis memperkenalkan dirinya, semakin banyak tulisan orisinalnya, serta semakin fokus tema tulisannya, maka semakin layak tulisan seseorang untuk kita bagikan.

Blog sendiri memang barang lama. Sebelum masyarakat Indonesia kecanduan media sosial, blog sudah hadir memberikan pengaruh. Bahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika pada era SBY, M Nuh, pernah mencanangkan hari Blogger Nasional yang jatuh pada 27 Oktober setiap tahunnya.

Kini, rasanya blog bisa jadi media untuk membangun kembali intelektualitas publik di Indonesia. Caranya, mendorong orang-orang yang penuh dengan wawasan dan intelektualitas untuk menorehkan karyanya di media pribadi berbasis internet tersebut. Semakin banyak, maka semakin beragam alternatif bacaan berkualitas di jagad maya Indonesia. Harapannya, bangsa Indonesia bisa sedikit lebih cerdas dan mengkonsumsi gizi baik bagi pikirannya. (Yudha P. Sunandar)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.