Ada Lapangan Sepak Bola Kelas Dunia di Kaki Gunung Galunggung Tasikmalaya
LAPANGAN sepak bola desa yang identik dengan tanah liat, berpasir, atau ditumbuhi rumput tinggi dan liar tak berlaku di Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.
Desa yang berlokasi di kaki Gunung Galunggung tersebut justru memiliki lapangan berstandar dunia dengan kualitas rumput yang tak kalah dari stadion-stadion megah di indonesia.
Tak hanya rumput, pengelolaan dan perawatan lapangan juga menggunakan teknologi yang canggih. Pengelola menggunakan penyiram air otomatis yang tertanam di 32 titik lapangan.
Jika hujan lebat pun tak perlu khawatir lapangan tergenang air. Pengelola melengkapi lapangan dengan sekira 15 drainase dengan panjang masing-masing 53 meter di dasar lapangan.
Ide warga
Kisah membangun lapangan sepak bola berstandar dunia tersebut bermula dari gagasan yang muncul dari warga Kampung Babakan Sukarame, Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong pada 2007.
Awalnya, warga menginginkan Lapangan Sakti Lodaya yang berada di kampung itu direnovasi. Lapangan lama yang hanya berupa tanah terhampar serta lumpur liar tak memuaskan warg yang gandrung bermain sepak bola.
Gagasan tersebut berubah menjadi usulan yang masuk dalam musyawarah dusun. Tak butuh lama, usulan itu kembali bergulir dalam musyawarah desa.
Selain usulan renovasi, muncul pula aspirasi warga lain berupa perbaikan jalan, irigasi, dan pemberdayaan ekonomi.
“Kami bahas saja dan rekapitulasi (aspirasi) yang sudah didapatkan dari masyarakat. Setelah itu, munculah salah satu prioritas pembangunan renovasi Lapangan Sakti Lodaya,” kata Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cisayong Reno Sundara (34) saat ditemui di lapangan, Kamis 1 November 2018.
Akhirnya, keputusan disepakati dan renovasi dilakukan dengan menggunakan bantuan Dana Desa dari pemerintah dan bantuan provinsi.
Renovasi dimulai pada Maret 2017 dengan menelan total biaya keseluruhan mencapai sekitar Rp 1,2 miliar. Jumlah tersebut berasal dari Dana Desa Rp 900 juta dan bantuan Provinsi Jawa Barat Rp 100 juta.
Tak main-main
Pemerintah Desa Cisayong tak main-main dalam pengerjaan stadion berstandar FIFA itu. Mereka menggandeng konsultan spesialis pembuatan lapangan sepak bola dari Jakarta, Harapan Jaya Lestarindo.
Konsultanlah yang mengarahkan pemilihan jenis rumput hingga mekanisme perawatannya. Reno mengatakan, lapangan tersebut menggunakan jenis rumput joysia matrella atau dikenal sebagai rumput manila.
Rumput lokal itu adalah jenis terbaik di Indonesia. Stadion Gelora Bung Karno, tuturnya, sempat menggunakan rumput jenis tersebut. Bahkan beberapa stadion lain seperti Jakabaring (Palembang) dan Patriot Bekasi masih menggunakan rumput manila.
Permukaan lapangan dilapisi pasir agar rumput yang tertanam lebih kuat dan awet saat digunakan. Pengelola memasang pula water sprinkle atau penyiram air otomatis di 32 titik. Cukup dengan memijit tombol, air menyembur menyirami lapangan.
“Kalau rutinnya (penyiraman) dua kali (sehari),” kata Reno.
Namun, penyiraman otomatis itu bergantung juga turun atau tidaknya hujan. Bila hujan, pengelola tak perlu melakukan penyiraman.
Guna menjaga kualitas rumput, pemupukan rutin dilakukan. Intensitas pemupukan, kata Reno, bergantung kepada banyak atau tidaknya penggunaan lapangan. Jika penggunaan sering, pemupukan pun mengikutinya.
Jaminan anti banjir
Keberadaan drainase di bawah lapangan ikut menunjang kualitas lapangan yang bebas banjir. Diguyur hujan lebat selama tiga jam sekalipun, lapangan tak bakal tergenang air.
Sistem drinase lapangan membuat air masuk ke dalam saluran air dan mengalirkannya ke parit-parit di tepi. Dengan ukuran 90 X 53 meter, lapangan itu telah masuk standar FIFA untuk mempertandingkan sepak bola kategori usia 16 tahun ke bawah.
Hingga kini, tutur Reno, proses penyelesaian lapangan telah mencapai 90 persen. Dua pekan lagi, Sakti Lodaya siap untuk diresmikan. Pekerja masih merampungkan pemasangan kawat serta lintasan lari di sekeliling lapangan.
Reno berharap, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya ikut membantu dalam penyelesaian akhir fasilitas olah raga tersebut.
Lahirnya bibit pemain unggul
Keberadaan lapangan kelas dunia itu bakal mencetak pemain-pemain sepak bola handal asal Tasikmalaya.
Pengelola lapangan yang bernaung di bawah Pemerintah Desa Cikole membuka pula pendaftaran warga yang ingin bergabung dengan Sekolah Sepak Bola (SSB) di sana.
Dengan pemanfaatan dan aktivitas tersebut, bakat-bakat pesepak bola asal Cisayong dan daerah di sekitarnya semakin terasah. Mereka mendapatkan pembinaan sekaligus sarana yang berkualitas dunia.
Terkait penggunaan Dana Desa sebagai sumber pembiayaan renovasi lapangan, Reno menyatakan hal tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal No 19/2017.
Aturan tersebut menyebutkan, pembangunan sarana olahraga menjadi salah satu prioritas penggunaan Dana Desa.
Keberadaan lapangan malah akan menambah pemasukan pendapatan asli desa dengan pengelolaan oleh badan usaha milik desa.
Tak pelak, kegiatan ekonomi desa ikut terkerek naik. Warga bisa mendapatkan penghasilan dengan berdagang di area lapangan atau menjadi juru parkir. Uang sewa lapangan bisa digunakan juga untuk perbaikan jalan dan pemberdayaan ekonomi warga setempat.
Untuk warga
Bila telah berfungsi, tarif sewa per-90 menit untuk lapangan dipatok Rp 500.000 untuk warga Cisayong dan Rp 750.000 bagi warga luar Cisayong.
Kendati demikian, pengelola tetap akan memberikan harga sewa lebih rendah atau korting lagi kepada warga Cisayong yang hanya sekadar ingin menyalurkan hobi bermain sepak bola.
Mereka mendapatkan kebijakan khusus dari Kepala Desa Cisayong. Hingga sekarang, warga yang berniat menyewa lapangan sudah cukup banyak meskipun belum rampung sepenuhnya.
Sementara itu, Kepala Desa Cisayong Yudi Cahyudin (35) berharap, kehadiran lapangan sepak bola itu mengawali geliat ekonomi di wilayahnya serta menjadi ajang pembinaan olahraga anak muda.
“Semangat saya sederhana, ingin menciptakan desa laik anak muda dan anak muda saya punya ikon,” ucapnya.
Lapangan bertaraf dunia tersebut menjadi ikon untuk anak muda berprestasi dan warga bergembira berkegiatan di sana.(Sumber: Pikiran Rakyat, 1/11/2018)***