Koran itu Bernama Harian Mandala (1969-1999)
Harian Pertama di Jawa Barat yang Dicetak Offset.
HARIAN Mandala (1969-1999), terbit di Bandung pada tanggal 7 Desember 1969. Diterbitkan berdasarkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) di bawah badan hukum PT Satya Mandala Raya. Sejak kelahirannya, beberapa kali Mandala berhenti beredar dan bangkit kembali, hingga akhirnya gulung tikar.
Nama “mandala” diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “arena perang”, sedangkan dalam Kamus Bahasa Sunda, “mandala” artinya kubangan dan kampung. Dalam penafsiran bebas “mandala” adalah tempat masyarakat desa meniti kehidupan.
Awalnya Mandala terbit sebagai koran mingguan. Pendirinya empat orang yaitu H. Krisna Harahap, S.H., Surya Susila, B.A., Rustandi Kartakusumah, dan Moch. Romli (almarhum), yang masing-masing sepakat merogoh koceknya Rp 100.000 sebagai setoran modal awal. “Hitung-hitung beli kopi,” begitu mereka bertekad dan mengikhlaskan uang tersebut. Kalau jalan dengan modal Rp 400.000, ya syukur. Kalau tidak, ya tidak usah menyesal. Seperti orang membeli air kopi, airnya sudah direguk, aromanya sudah dinikmati.
Diawali dengan modal sebesar itu, Mandala pertama kali terbit 4 halaman hitam putih ukuran broadsheet. Akan tetapi, lambat laun mingguan ini mendapat tempat di hati pembacanya sampai beredar ke luar Pulau Jawa. Oplah tertinggi pada tahun pertama sebanyak 40.000 eksemplar sehingga melicinkan jalan untuk meningkatkan frekuensi terbit menjadi dua kali seminggu. Peningkatan frekuensi terbit ini terlaksana pada bulan Januari 1971. Frekuensi terbit dua kali seminggu tidak berlangsung lama karena beberapa saat kemudian bertambah menjadi tiga kali seminggu.
Dengan penerbitan 3 kali seminggu, pengasuh penerbitan ini menyadari bahwa perusahaan sudah harus dikelola dengan serius. Pengelolaan, baik bidang redaksi, sirkulasi, maupun iklan sudah harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan. Perkembangan ini kemudian disusul dengan penambahan halaman dari 4 menjadi 8 halaman sejak tanggal 17 Desember 1973.
Pada ulang tahun kelima tanggal 7 Desember 1974 para pengasuh penerbitan ini membulatkan tekad untuk meningkatkan penerbitannya menjadi harian penuh. Bukan 6 kali seminggu, tetapi 7 kali. Ketika pada tahun 1974 percetakan offset diperkenalkan di Kota Bandung, Harian Mandala tercatat sebagai harian pertama di Jawa Barat yang dicetak offset. Suatu lembaran baru di bidang grafika pers diperkenalkan harian ini.
Dalam kurun waktu 17 tahun, para pengasuh harian ini tak akan melupakan masa-masa indah antara tahun 1983-1984, pada saat mereka kewalahan menghadapi serbuan agen-agen koran. Pada masa itu oplah HU Mandala mencapai angka lebih dari 100.000 eksemplar per hari. Suatu angka yang sulit untuk lebih ditingkatkan karena kondisi dua mesin percetakan umum di Bandung (Golden Web dan PT Almaarif) tidak mengizinkan menerima order cetak sebanyak itu. Masa-masa “konsumen berebut barang” dan masa-masa “ngantri” dan pakai kupon dua hari sebelumnya untuk memperoleh barang, merupakan kenyataan yang sangat membanggakan bagi para pengasuh penerbitan. Sejalan dengan perkembangan perusahaan jumlah wartawan, koresponden, karyawan iklan, dan sirkulasi meningkat cepat menjadi 105 orang, termasuk tenaga percetakan 30 orang.
Menyadari bahwa booming tersebut hanya akan berlangsung sementara, menimbulkan pemikiran pada para pengasuh penerbitan ini untuk mewujudkan rencana mereka mengadakan unit setting dan cetak sendiri. Dengan diresmikannya percetakan PT Grafitri yang menjadi bagian dari Grup Mandala oleh Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Departemen Penerangan RI tanggal 30 Mei 1984, ketergantungan penerbitan terhadap percetakan lain berhasil diakhiri. Percetakan ini dilengkapi dengan fasilitas photo type setting Compugrafic type MCS5 serta web offset Super Gazette berkapasitas 40.000 eksemplar per jam.
Pada tahun 1982 akibat sebuah pemberitaan mengenai “penyerbuan” sekelompok orang terhadap kantor Polsek Cicendo, yang dikenal sebagai “kasus Cicendo”, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Krisna Harahap pernah mendekam di kantor Pomdam Jalan Jawa Bandung selama dua minggu. Krisna ditahan sementara oleh pihak Laksusda dan baru diizinkan pulang setelah selesai diberkas. Namun perkaranya hingga sekarang tidak pernah sampai ke sidang pengadilan karena bukti-bukti yuridis dianggap tidak cukup. Meskipun demikian, pengasuh koran ini tidak mengubah pola kebijakan redaksionalnya. Jajaran redaksi dan wartawannya mempertahankan ciri khas pemberitaannya sehari-hari yaitu “keras, tegas, dan blak-blakan”.
Sekitar bulan April tahun 1986 kantor pusat Redaksi Harian Mandala yang terletak di Jalan Banceuy No 2 Bandung, terbakar. Peralatan kantor, alat tulis, mesik ketik, kamar gelap, mesin afdruk foto, buku, bahkan naskah dan arsip hangus menjadi debu. Menurut keterangan pihak kepolisian, api bersumber dari warung nasi di sebelahnya yang sempat juga melalap sejumlah warung lainnya. Walaupun demikian, kantor sudah menjadi puing, hitam, dan kotor itu tidak menyurutkan semangat wartawan dan karyawan untuk terus bekerja. Keadaan kantor yang serba memprihatinkan dan brantakan ini berlangsung selama tiga bulan, tetapi selama itu pula Mandala terus memenuhi kewajibannya terbit setiap hari. Kemudian Mandala pindah menempati kantor baru di Jalan Gatotsubroto, masih termasuk kawasan pusat kota. Dari sana Redaksi Mandala pindah lagi ke Jalan Soekarno-Hatta, daerah Gedebage, di tempat ini redaksi menjadi satu atap dengan percetakan PT Grafitri.
Tantangan demi tantangan silih berganti menerpa koran ini, mulai dari beberapa kali pindah kantor, musibah kantor kebakaran sampai pemrednya ditahan. Akan tetapi, hantaman yang paling pelik adalah menghadapi persaingan. Menghadapi “perang” pasar, Mandala oleng dihajar serbuan koran-koran Jakarta yang terus mengembangkan bisnisnya ke Jawa Barat. Manajemen perusahaan kolaps karena biaya operasional dan kertas koran makin tinggi, sedangkan pendapatan hasil penjualan koran dan iklan makin seret. Kerja sama penerbitan dengan media massa yang sudah mapan dicoba sebagai alternatif agar keluar dari krisis manajemen.
Pada tahun 1989 ketika Mandala memiliki oplah sekitar 5.000 eksemplar dan 7.000 eksemplar untuk edisi Minggu Mandala menjalin kerja sama dengan Harian Kompas/Kelompok Kompas Gremedia (KKG). Kerja sama ini mencakup bidang redaksi penerbitan Harian Mandala dan Mandala Minggu serta percetakan pers koran Mandala PT Grafitri.
Untuk nomor perdana produk Mandala berubah wajah, dari semula bentuk koran lebar broadsheet menjadi koran mini ukuran tabloid, dicetak warna full color 32 halaman memakai fasilitak mesin cetak offset Grafitri. SDM redaksi memanfaatkan tenaga-tenaga muda lulusan perguruan tinggi dengan dukungan sarana komputer. Namun karena produk berita-berita tabloid masa itu kurang mendapat respon pasar, kerja sama Mandala-Kompas (1989-1991) bubar setelah berlangsung kurang dari dua tahun. Aset-aset manajemen kedua perusahaan diselesaikan dengan baik-baik dan kedua belah pihak sepakat dan setuju pemisahan aset manajemen diselesaikan secara proporsional.
Tahun 1992 Mandala mengawali penerbitannya kembali dengan Mandala Minggu yang terbit satu kali seminggu. Mandala yang kembali ke wajah lama ini diawaki tenaga inti redaksi sebanyak 7 orang, terdiri dari wartawan, bagian iklan, dan sirkulasi. Terbit sendiri tanpa bantuan modal pihak lain merupakan cita-cita sejak awal, tetapi ternyata tidak mudah. Dalam perjalanannya Mandala lagi-lagimendapat tantangan harus bersaing dengan koran lain. Mandala mencoba bangkit dengan mencari mitra baru dan melakukan kerja sama dengan koran lain, antara lain Grup Ika Muda (1993) dan Grup Jawa Pos (1995). Namun hubungan kemitraan tidak sempat terwujud dan baru sampai pada tahap persiapan manajemen. Harian Mandala pun akhirnya tidak bisa terbit lagi. (M1/Diolah dari Ensiklopedi Pers Indonesia)***