METRUM
Jelajah Komunitas

Tari Topeng Ireng, Perpaduan antara Bela Diri dan Syiar Islam

TARI Topeng Ireng atau disebut juga Dayakan merupakan sebuah seni tari yang sangat poluler di seputar daerah gunung Merbabu, Merapi, Menoreh serta Sindoro Sumbing. Salah satunya berkembang di daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Topeng Ireng atau Dayakan adalah bentuk tari rakyat hasil metamorfosis dari kesenian rakyat Kubro Siswo.

Topeng Ireng berasal dari rangkaian kata “Toto Lempeng Irama Kenceng”. Toto berarti menata, lempeng berarti lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras.

Oleh karena itu, pada sajian pertunjukan Topeng Ireng para penarinya akan berbaris lurus, diiringi musik berirama keras dan menari dengan penuh semangat. Namun bisa diartikan juga menata hidup secara baik di jalan yang lurus dengan irama yang dinamis.

infoborobudur.com

Kehadiran tari topeng Ireng di tengah-tengah masyarakat bukan tanpa sebab, tarian ini muncul pada saat zaman Belanda yang merupakan reaksi masyarakat atas banyaknya larangan yang dilakukan pihak tentara Belanda kala itu, salah satunya adalah larangan untuk latihan silat di kalangan penduduk. Sehingga warga Desa Tuk Songo, yang tinggal dekat Candi Borobudur, mengembangkan berbagai gerakan silat menjadi gerakan tari untuk mengelabui pihak Belanda.

Dalam penyajiannya, tarian ini diiringi oleh musik gamelan dan tembang Jawa yang intinya menyangkut berbagai nasihat tentang kebaikan hidup dan penyebaran agama Islam. Tarian ini merupakan wujud pertunjukan seni tradisional yang memadukan syiar agama Islam dan ilmu beladiri atau pencak silat. Tak heran, jika topeng Ireng selalu diiringi dengan musik yang rancak dan lagu dengan syair Islami.

Dulu nama tarian ini dinamakan Topeng Kawedar, karena menampilkan gerakan-gerakan ilmu silat tradisional Jawa yang diiringi alat musik perkusi jedor.

Di tahun 1950, tari topeng ireng ini terus berkembang di Tuk Songo, Borobudur hingga mencapai 21 kecamatan. Setiap kecamatan minimal memiliki 1 group kesenian topeng ireng.

Setelah beberapa tahun tarian tersebut melekat di kehidupan masyarakat Magelang para prajurit hijrah ke Temanggung untuk menumpas penjajah yang menempati kota tersebut waktu itu. Sehingga tari topeng ireng berkembang pula di kota Temanggung khususnya di desa Lamuk.

Awalnya tari topeng ireng hanya diiringi alat musik bende, suling, dodogan, jedor dan peluit serta nyanyian atau syair-syair islami. Namun dalam perkembangan di zaman modern ini, lagu campursari juga kadang mengiringi tari topeng ireng ini. Sayangnya terkadang syairnya mulai menyimpang dari pakem yang telah ditetapkan.

Sementara, dalam setiap penyajiannya 1 kelompok akan terdiri dari 16-20 orang penari, termasuk 1 penari sebagai kepala suku. Penari topeng Ireng bisa ditarikan oleh berbagai kalangan, wanita maupun pria. 

Waktu awal tarian ini ada, kostum yang di kenakan para penari tari topeng ireng ini tidak selengkap sekarang, dimana dulu masih sangat sederhana hanya menggunakan janur kuning yang di letakan di tangan, kaki dan kepala serta menggunakan lonceng yang di letakan di pinggang para penarinya.

Saat ini, daya tarik utama yang dimiliki oleh kesenian topeng ireng sebenarnya terletak pada kostum para penarinya. Hiasan bulu warna-warni serupa mahkota kepala suku Indian menghiasi kepala setiap penari. Senada dengan mahkota bulunya, riasan wajah para penari dan pakaian para penari juga seperti suku Indian.

Sedangkan kostum bagian bawah mengenakan rok rumbai-rumbai. Untuk alas kaki biasanya mengenakan sepatu gladiator atau sepatu boot dengan gelang kelintingan yang digantungi lonceng-lonceng kecil berjumlah hampir 200 buah di kaki setiap pemainnya dan akan menimbulkan suara riuh gemerincing di tiap gerakannya. (Vey si Sendal Jepit)***  

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.