METRUM
Jelajah Komunitas

Komseti, Sang Elang Jawa Pengembara

SEPEDA, semakin trend di masyarakat sebagai satu pilihan kebutuhan “menjaga dan meningkatkan imun tubuh” di kala pandemi Covid-19 yang belum juga mereda. Jauh sebelum wabah ini merebak, sepeda berfungsi sebagai moda transportasi, alat bantu berolah raga, atau hanya sebagai properti saat berfoto, dan sebagainya.

Menilik berbagai jenis dan merek sepeda yang ada hingga kini, tentunya memberikan keleluasaan bagi orang yang butuh atau ingin memilikinya. Bahkan, untuk jenis atau merek tertentu malah menggiring penggunanya menjadi “loyalis” sepeda tersebut. Tak heran jika fenomena ini melahirkan perkumpulan-perkumpulan berbasis kesamaan hobi yakni bersepeda.

Tak sedikit pula perkumpulan ini lebih mengerucut pada kesamaan merek atau jenis sepeda (sepeda komuter, bmx, sepeda gunung, sepeda touring, sepeda downhill, dsb.). Lain jenis sepeda tentu lain pula peruntukannya, konsekuensinya makin beragam pula perkumpulan yang ada karenanya.

Satu dari sekian aktivitas bersepeda yang ada adalah “Bersepeda Touring”. Hal pertama yang muncul di benak saya adalah orang bepergian dengan cara bersepeda dalam jarak tertentu (biasanya lebih dari 30 kilometer dari titik keberangkatan).

Penanaman Pohon (Foto: Dok. Komseti).*

Sesuatu yang membuat istimewa adalah, bersepeda jarak jauh ini tentu memerlukan persiapan fisik dan mental, peralatan, pengaturan sepeda, perbekalan yang cenderung lebih banyak dari kegiatan bersepeda pada umumnya.

Jika diperhatikan dari segi peralatan, bersepeda dengan cara ini merupakan penggabungan dari hobi berkemah dan bersepeda. Kondisi ideal dalam bersepeda yang paling mendasar adalah menggunakan jenis sepeda sesuai peruntukannya/aktivitasnya. BACA: INDIE-GO Majalaya, Lahir dari Sesama Pekerja Pesepeda

Kegiatan bersepeda touring tentu saja memerlukan sepeda khusus touring. Bagi siapa saja yang berminat untuk bersepeda touring namun terkendala kepemilikan sepeda yang bukan didesain untuk touring, tentu menjadi kendala. Walhasil banyak didapati pesepeda touring dengan beragam jenis sepeda lengkap dengan peralatannya. Ini patut diapresiasi, kesampingkan perihal kenyamanan menurut satu orang dengan lainnya, karena tiap orang punya standar kenyamanan tersendiri.

Komunitas Sepeda Touring Indonesia (KOMSETI) dicetuskan untuk memfasilitasi para pesepeda “nekad” ini. Nekad dalam arti, apapun sepedanya jangan sampai menjadi masalah terhambatnya kegiatan bersepeda touring. Kesamaan hobi bersepeda jarak jauhlah yang menjadi prioritas pemersatu anggota KOMSETI.

Bagaimana komunitas ini terbentuk dan tetap ada hingga kini? Rentang waktu sejak 2 Februari 2020, berbagai situasi dan kondisi dinamika keanggotaan, keorganisasian, kegiatan dan lainnya telah berhasil KOMSETI jalani. Pemilihan nama Komunitas Sepeda Touring Indonesia (KOMSETI) tentu telah dipertimbangkan secara cermat. Pada saat awal dibentuk dapat dipastikan, tidak ada komunitas sepeda lain dengan nama ini.

Identitas KOMSETI semakin dikuatkan dengan diluncurkannya logo yang dibuat khusus, mengacu pada standar baku desain logo guna menjamin tidak ada kesamaan dengan logo apapun. Desain logo diilhami dari perisai dan burung Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi) atau lazim disebut juga Garuda.

Pesepeda touring wajib paham perihal kondisi fisik, mental, perbekalan, destinasi, jarak tempuh, ragam medan dan sederet komplesitas selama perjalanan bahkan ketika harus bersepeda sendirian. Inilah alasan sosok Elang Jawa dipilih sebagai wujud dari nilai kemandirian dan ketangguhan. BACA: Federalove, Ikon Dua Sejoli Pegiat Sepeda Federal

Sejak awal, komunitas ini secara teratur berbenah diri agar semakin baik kualitas dan kuantitas anggota serta kegiatannya. KOMSETI terbuka bagi sesiapa saja yang berminat dan antusias dalam kegiatan bersepeda touring. Sebagai komunitas tentu saja diharapkan banyak ilmu dan kegiatan yang dapat dibangun bersama. Semangat memperkaya wawasan khususnya perihal bersepeda touring wajib dipatuhi agar dinamika antaranggota tetap harmonis. Pengetahuan perihal kondisi fisik, mental, sepeda, navigasi, perbekalan, troubleshooting, menjadi sorotan khusus yang akan terus dipelajari seiring perubahan jaman. Pembahasan persoalan SARA, politik, antargolongan yang akan menyinggung atau memperburuk keadaan, senantiasa harus dihindari. Jikapun ada, setiap anggota harus menyikapinya dengan cerdas dan dewasa.

KOMSETI dibentuk atas dasar kebaikkan untuk kebaikkan. Keberadaan komunitas ini sementara akan dipertahankan hanya ada satu kepengurusan (belum membuka peluang pendirian cabang di luar Bandung). Hal ini ditempuh sebagai upaya menjaga keutuhan organisasi dari kemungkinan lahirnya sempalan-sempalan grup yang tidak perlu.

Ikut Kegiatan Sikasep Terlalu (Foto: Dok. Forkom Bandung Raya).*

“Distance doesn’t separate people, silence does”, ungkapan ini layaknya dipahami betul. Meskipun anggota KOMSETI tersebar di seantero nusantara, namun dengan kekuatan silaturahim yang terus dibina, niscaya komunitas ini akan tetap ada dan berkembang. Kedepan komunitas ini diharapkan menjadi sumber rujukan bagi para petouring sepeda dari daerah atau negara manapun dia berasal. Tidak mudah, tapi bukan suatu ketidakmungkinan. Kuncinya adalah dedikasi anggota untuk memberikan yang terbaik bagi komunitas ini. Mari bersama bicara, bertukar pendapat untuk kemajuan KOMSETI. BACA: #Yukgowes, Dari Sebuah Gerakan Menjadi Komunitas

Keterlibatan dengan komunitas-komunitas pegiat lingkungan hidup menghadirkan nuansa lain dari aktivitas Komseti. Tercatat telah beberapa kali terjun langsung pada saat penanaman dan perawatan pohon di beberapa lokasi lahan kritis di Jawa Barat.

Dalam rangka sinergitas, kolaborasi, dan berbaur dengan banyak pihak sebagai upaya mewujudkan dukungan terhadap gerakan ke-bike-an, KOMSETI mengembangkan jaringan dan wawasan dengan bergabung ke dalam wadah Forum Komunikasi Komunitas Pesepeda se-Bandung Raya (Forkom Bandung Raya), dan sudah tercatat sebagai anggota ke-169.

Aktif di tim teknis, dan tim gerak, serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan Forkom Bandung Raya, salah satunya adalah gerakan edukasi tertib berlalulintas bagi pesepeda bertajuk “Sikasep Terlalu”.

Selaku salah satu aktivis KOMSETI, saya dipercaya Forkom Bandung Raya menjadi koordinator program pembuatan buku “Satu Sepeda Sejuta Cerita”. Bisa disimak di talkshow Republik Boseh, Metrum radio, disini.

Jadilah Ksatria KOMSETI. Kunjungi medsos kami di IG @komseti.id dan Fb Grup Komunitas Sepeda Touring Indonesia. Wujudkan “Spirit Eksplorasi Penjuru Negeri Indonesia Hingga Mancanegara”. (Budiman)***

komentar

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.